Menanti Sepak Terjang dan Terobosan Jokowi – JK

imagesMasih optimistis ekonomi bisa tumbuh, asal…

Mala itu, Rabu (13/5), Hariyadi Budisantoso Sukamdani, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), sedang dalam perjalanan ke Bandara Soekarno-Hatta. Hariyadi hendak terbang ke Amerika Serikat. Ia sedang bahagia, karena putra sulungnya yang kuliah di New York University sudah lulus. “Akan wisuda tanggal 19 Mei ini,” suaranya sumringah.

Namun, ada yang mengganjal di pikirannya. Baru saja, Hariyadi dapat kabar, satu lagi temannya di Apindo memangkas produksi. Bukan sekali ini saja dia menerima keluhan. Sebab, kata Hariyadi, dari sekitar puluhan ribu perusahaan di bawah Apindo, banyak sekali yang sudah memangkas produksi.

Memang, belum ada satu pun perusahaan yang menutup pabrik. Tapi, sebagian kecil di antaranya sudah memangkas karyawan. Mayoritas sisanya sudah menerapkan efisiensi, bahkan mengurangi impor belanja barang. “Ya, mereka harus begitu karena situasi ekonomi sedang kurang baik,” cetusnya.

Wajar jika industri memangkas produksi, timpal Destry Damayanti, Direktur Eksekutif Mandiri Institute. Sebab, daya beli masyarakat anjlok akibat tekanan inflasi. Sementara di sisi lain, factor eksternal situasi global, kondisi ekonomi China, menguatnya dollar AS yang melemahkan rupiah, faktor internal dalam negeri juga kurang menggembirakan. “Realisasi anggaran pemerintah sangat rendah,” tegas Destry.

 

Terobosan pemerintah

Hingga Maret 2015, realisasi anggaran Rp 367,06 triliun atau sekitar 18,5% dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 Rp 1.984,1 triliun. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofjan Djalil mengklaim, realisasi belanja modal tahun ini lebih baik ketimbang periode yang sama tahun lalu, sebesar 15,6% atau Rp 286,5 triliun dari pagu Rp 1.842,5 triliun.

Faktanya, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis, pertumbuhan ekonomi Indonesia Cuma 4,71% sepanjang kuartal I-2015. Ini pertumbuhan paling rendah sejak 2011. Di samping faktor eksternal, para ekonom, investor, pengusaha, dan pengamat menilai, faktor internal juga punya pengaruh sangat besar yaitu realisasi anggaran.

Tak heran, sebagian kalangan membaca, pertumbuhan kuartal I tahun ini merupakan sinyal yang kurang baik untuk tahun 2015. Destry memprediksi, sepanjang tahun ini pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa di kisaran 5,3% dengan dua syarat, yaitu kuartal II harus tumbuh 5,1% dan semester II naik 5,5%. “Kalau dua syarat itu tak tercapai, akan berat,” imbuh Destry.

Bank Indonesia (BI) pun mengkaji Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 yang dijalankan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla. Hasil stress test BI menyebut, pertumbuhan ekonomi tahun ini sekitar 5,4% minimal, jauh di bawah target Jokowi yang mencapai target 5,7%.

BI memperkirakan, penerimaan pajak hanya berhasil 60-70% dari target APBNP 2015 sebesar Rp 1.294,3 triliun atau hanya sekitar Rp 776,7 triliun – Rp 906 triliun saja. Sementara realisasi anggaran pemerintah mencapai 80-90% saja.

Dengan demikian, BI menghitung, defisit anggaran akan melebar menjadi 2,3% dari produk domestik bruto (PDB) atau meleset dari target sebesar 1,9%.”Masih aman karena di bawah batas maksimal 2,5%,” ungkap Deputi Gubernur BI, Perry Warjiyo.

Sebenarnya, banyak pihak memuji postur APBN-P 2015 dan kebijakan Jokowi-JK. Para investor juga punya ekspektasi tinggi terhadap pertumbuhan Indonesia. Contoh saja, lewat konsep Nawacita dan Trisakti, Jokowi-JK membuat penerimaan perpajakan jadi sumber pendanaan APBNP 2015.

Jokowi-JK berniat meningkatkan efisiensi dan kualitas belanja negara lewat penyesuaian BBM bersubsidi sejak November 2014, berikut menetapkan subsidi tetap untuk solar dan menghapus subsidi premium di awal 2015. Harapannya, ada ruang fiksal cukup besar untuk mengalihkan hal-hal konsumtif seperti subsidi ke sektor produktif, termasuk meminimalisasi rentannya ruang fiskal terhadap fluktuasi harga minyak dan nilai tukar.

Jokowi-JK juga sudah menghemat belanja perjalanan dinas dan paket meeting di kementerian / lembaga (K/L) di bawahnya. Penataan K/L juga dilakukan dengan membentuk K/L baru dan penggabungan. Reformasi lainnya, kewajiban seluruh K/L melaksanakan belanja proyek dan kegiatannya paling lambat April 2015.

Proses lelang di masing-masing K/L diharapkan selesai di bulan Maret 2015 sehingga seluruh program kegiatan mulai berjalan pada bulan April 2015. Prosedur proses lelang dan tender lebih disederhanakan. Pemerintah membatasi waktu di tiap tahapan proses lelang serta memberi sanksi ke K/L yang dinilai masih lambat eksekusi program, khususnya di beberapa K/L yang mengemban amanat pendidikan, kesehatan dan infrastruktur.

Itu rencananya. Kini, Mei juga hampir berakhir. Pertanyaannya, melihat pertumbuhan kuartal I tahun ini, apakah pemerintahan Jokowi-JK mampu mencapai target-targetnya? Bagaimana cara pemerintah menggenjot anggaran dan penerimaan? Meski tak menyebut pemerintah berhasil mencapai target atau tidak, Destry optimistis, Indonesia bisa tumbuh. Ia bilang, negara kita masih punya ruang besar untuk tumbuh. Kuncinya, ada di pemerintah.

Setali tiga uang dengan Destry, ekonom BCA David Sumual bilang, pemerintah perlu fokus di bidang fiskal maupun non fiksal. Contohnya, di bidang fiskal, terobosan di sektor perpajakan sangat penting, apalagi menjelang penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Sedangkan kebijakan nonfiskal, pemerintah perlu fokus pada sistem birokrasi, misalnya organisasi, tata kelola perizinan yang masih ribet, komunikasi antara pemerintah pusat dan daerah, dan sebagainya.

 

Sumber: KONTAN

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar