JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemkeu) sudah mengeluarkan berbagai strategi baru demi mengejar target pajak. Namun, tampaknya jurus-jurus baru itu masih kurang ampuh. Buktinya, realisasi setoran pajak hingga akhir Mei 2015 masih jauh dari harapan dan bahkan lebih rendah 2,44% dari periode sama setahun lalu.
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak melaporkan realisasi penerimaan pajak hingga 31 Mei 2015 mencapai Rp 377,03 triliun atau 29,13% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 yang sebesar Rp 1.294,26 triliun. Penerimaan pajak kali ini turun 2,44% dibandingkan dengan periode sama tahun lalu yang sebesar Rp 386,47 triliun. Ini jelas menghawatirkan karena target pajak tahun 2015 tumbuh 31,41% dari realisasi 2014. Apalagi, setoran pajak secara bulanan pada Mei malah melambat dari bulan sebelumnya. Jika dihitung lagi, penerimaan pajak selama Mei saja hanya mencapai sebesar Rp 66,93 triliun. Bandingkan penerimaan selama April yang mencapai Rp 111,87 triliun.
Namun, Ditjen Pajak masih meyakini target tahun ini masih bisa tercapai. Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Mekar Satria Utama bilang, meski penerimaan saat ini masih rendah, sinyal-sinyal penerapan kebijakan penghapusan sanksi administrasi atas pelunasan utang pajak dan pembetulan SPT (reinventing policy) mulai tampak hasilnya.
Buktinya, penerimaan pajak penghasilan (PPh) non minyak dan gas (migas) sudah tumbuh 10,59% dari tahun lalu. Bila ditelisik lebih jauh lagi, penerimaan dari PPh pasal 25/29 orang perorangan sudah mampu tumbuh lebih besar dari target. Pertumbuhan yang signifikan juga berasal dari PPh non migas lain yang mencapai 114,88%. “Kami masih mengharapkan lebih banyak lagi wajib pajak dan calon wajib pajak yang berpartisipasi. Programnya sendiri baru berjalan sebulan,” kata Mekar, Kamis kemarin (4/6).
Selain itu, Ditjen Pajak juga masih memiliki senjata untuk mengatasi lemahnya penerimaan dari pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan barang mewah (PPnBM). Senjata tersebut, pertama, penerapan e-Faktur per 1 Juli 2015. Kebijakan ini akan memperbaiki sistem PPN dan mengurangi restitusi yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya.
Kedua, meningkatkan efektivitas Satuan Tugas (Satgas) pemeriksaan dan penyidikan terkait data wajib pajak pengguna faktur pajak fiktif. Ketiga, program ekstensifikasi spesifik yang ditujukan ke kelompok usaha tertentu atau wilayah tertentu (program blusukan). “Kami masih punya waktu cukup untuk mengejar target penerimaan,” imbuh Mekar.
Defisit melebar Ditjen Pajak memang harus optimistis. Namun, dalam perhitungan Ditjen Anggaran Kemkeu, realisasi penerimaan pajak tahun ini hanya akan mencapai Rp 1.174 triliun atau 90,73% dari target. Artinya, bakal terjadi shortfall pajak hingga Rp 120 triliun.
Meski penerimaan pajak jauh dari target, pemerintah tak akan mengerem penggunaan dana belanja. Pemerintah tetap mengoptimalkan dana belanja, meskipun tak akan terpakai secara 100%. “Seperti tahun-tahun sebelumnya, realisasi dana belanja kemungkinan mencapai 92%-93%, sehingga defisit anggaran akan melebar,” kata Askolani. Di APBN-P 2015 target defisit anggaran sebesar 1,9% dari produk domestik bruto (PDB). “Defisit melebar, tapi kami akan jaga maksimal di sekitar 2,2%,” tambah Askolani.
Untuk mengatasi pelebaran defisit, pemerintah akan menambah pinjaman multilateral sebesar US$ 1,1 miliar-US$ 1,2 miliar. Pemerintah juga akan memanfaatkan standby loan melalui mekanisme fasilitas deffered drawdown option (DDO). Saat ini pemerintah memiliki standby loan sebesar US$ 5 miliar.
Sumber: KONTAN
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar