Penikmatnya, Hanya Segelintir Orang Kaya

8

Andjani, 34 tahun, baru saja turun dari Airbus A330-200 di Bandara Soekarno Hatta, penerbangan Singapura-Jakarta. Dia salah satu dari sekian pramugari yang tangannya menenteng tas berisi pakaian dan sepatu branded alias bermerek.

Di dalam tasnya, andjani juga membawa beberapa buku berbahas Inggris yang susah dicari di Jakarta. Juga, tas merek Louis Vuitton (LV) koleksi terbaru seri Monogram Canvas Pochette Métis. Kenapa belanja di Singapura? Alasannya, murah.

Harga tas LV, misalnya. Bersebelahan dengan Museum Seni di Marina Bay, Singapura, toko LV membanderol Monogram Canvas Pochette Métis sekitar S$ 1,870 atau sekitar Rp 18,70 juta dengan kurs Rp 10.000 per dollar Singapura. Di Indonesia, harganya bisa mencapai Rp 26 juta lebih lantaran kena pajak penjualan barang mewah (PPnBM) 40%.

Jadi, dihitung-hitung, belanja di Singapura lebih murah meski setelah memasukan harga tiket pesawat, pajak bandara, biaya taksi, dan sebagainya. Yang menarik, Andjani belanja bukan untuk dirinya sendiri. Lantaran sering bolak-balik Singapura-Jakarta, tak jarang ia mendapat “titipan” barang branded dari sanak saudara.

Perbedaan harga juga membuat kaget Wedha Strategi Yudha, 32 tahun, yang baru pertama mengunjungi Piazza di Spagna di Roma, Italia. Harga barang branded di piazza ternyata bebas pajak untuk turis seperti dia. Pajak bisa diklaim balik (refund) di bandara sewaktu balik ke Indonesia. Istilahnya, Global Tax Refund (GTR). Dus, anda membeli barang branded apa pun di Piazza, jatuhnya lebih murah berlipat ganda ketimbang membeli di Indonesia. “Dan antrean paling panjang di bandara di Eropa, memang kebanyakan klaim GTR,” ungkap Wedha.

Selain murah, ketersediaan barang juga jadi alasan Rony Rahardian, kolektor barang branded. Pemilik rumah desain ONX Studio ini terutama mengoleksi sepatu dan jam tangan. Yang unik, koleksi Rony merupakan barang-barang yang hanya diproduksi di negara tertentu. Contoh saja, sepatu Nike.

Beberapa koleksi hanya diproduksi di Jepang atau hanya dijual di Italia. Jadi, orang harus pergi ke jepang atau Italia jika ingin mendapatkan koleksi edisi terbatas tersebut. Harganya di kisaran Rp 5 juta ke atas. “Kalau produksi di Indonesia ada, mendingan beli di Indonesia,” cetus Rony.

Untuk gambaran saja, survey TripAdvisor2015 terhadap 44.000 pelaku pariwisata di seluruh dunia, termasuk 594 responden dari Indonesia, jumlah wisatawan Indonesia tahun ini akan tumbuh sekitar 25% yang rata-rata membelanjakan dana Rp 32,15 juta per orang.

Sedangkan Kementerian Pariwisata mencatat, tahun 2013, jumlah wisatawan nasional yang ke luar negeri mencapai 7,97 juta dengan pertumbuhan 9%-10% setiap tahun. Dari jumlah wisatawan itu, total pengeluaran di luar negeri mencapai US$ 7,27 miliar atau sekitar Rp 94,51 triliun. Rata-rata belanja sekitar US$ 912,31 per wisatawan.

Tahun ini, total pengeluaran di luar negeri diperkirakan mencapai US$ 8,88 miliar atau sekitar Rp 115,39 triliun. Hitungan ini berdasarkan asumsi pertumbuhan jumlah wisatawan Indonesia ke luar negeri 10% dan belanja rata-rata per orang US$ 920.

Pengaruh daya beli kecil

Yang lebih pelik, bukan hanya jumlah orang berbelanja barang mewah ke luar negeri semakin bertambah. Barang-barang selundupan yang masuk ke Indonesia pun makin tak terbendung dan luput dari pengawasan pemerintah. Singkat kata, menimbang potensi belanja masyarakat Indonesia dan dampak kerugian atas barang selundupan, pemerintah akhirnya menghapus PPnBM terhadap barang-barang mewah.

Jika tadinya beberapa barang terkena PPnBM antara 20%-75%, kini sama sekali bebas pajak. Menteri Keuangan Bambang P. S. Brodjonegoro menerangkan, tujuan aturan itu salah satunya untuk mengerek daya beli masyarakat. Maklum, daya beli memang terpukul lemahnya rupiah terhadap dollar AS dan inflasi. Ujung-ujungnya, pertumbuhan ekonomi awal tahun ini terperosok, Cuma 4,71% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Toh, lanjut Bambang, proses pengawasan terhadap branded goods alias barang mewah juga susah sekali lantaran sangat gampang masuk melalui bandara. “Mereka belanja dari luar negeri, bilang untuk dirinya sendiri. Tapi, sampai di sini, mereka jual,” tutur Bambang. Lagipula, biaya pengawasan terhadap barang-barang mewah ini juga terlalu tinggi.

Barang mewah yang dimaksud bambang itu merupakan bagian dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 106/PMK.10/2015 Tentang Jenis Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor yang Dikenai PPnBM. Aturan ini merevisi PMK 130/PMK.011/2013 alias hasil revisi atas PMK 121/PMK.011/2013.

Intinya, barang selain kendaraan bermotor kena PPnBM 20%-75%, tinggal beberapa item saja. Sebut saja rumah, town house, apartemen, kondominium, balon udara, pesawat, kapal pesiar, yacht, dan senjata api (kecuali untuk keperluan negara).

Persoalannya, menurut pengamat ekonomi, industri, serta pelaku pasar, kebijakan penghapusan PPnBM sangat kecil saja pengaruhnya dalam mendorong tingkat daya beli. Kasarnya, jumlah penduduk menengah ke atas di Indonesia cuma sekitar 10%. Artinya, dari jumlah penduduk Indonesia sekitar 253 juta, golongan menengah ke atas sekitar 25 juta orang.

Dari jumlah itu pun, mereka yang gemar berbelanja barang mewah hanya sekitar 3%-5% atau sekitar 0,75 juta – 1,25 juta orang. Padahal, mendorong daya beli penduduk menengah ke bawah tak kalah penting. Intinya, dampak kebijakan PPnBM ini sebenarnya tak besar juga bagi daya beli secara keseluruhan.

Pengamat Ekonomi Agustinus Prasetyantoko dan Destry Damayanti sepakat, pemerintah juga penting mendorong daya beli masyarakat menengah ke bawah. Sebab, perlambatan ekonomi justru berdampak paling besar ke golongan menengah ke bawah ini. “Situasi perlambatan ekonomi tidak boleh terjadi lebih dalam lagi,” kata Prasetyantoko, Ekonom Universitas Atmajaya.

Sementara Destry, Direktur Eksekutif Mandiri Institute, bilang, pelu terobosan lagi agar menengah ke bawah yang paling besar terkena dampak perlambatan ekonomi juga tertolong. Salah satunya, pengucuran bantuan langsung tunai (BLT). Cuma, pengawasannya juga harus diperketat. “Komunikasi antara pemerintah pusat dan daerah juga ditingkatkan,” tegas Destry.

Sumber: Kontan

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar