Awas Ada Sanksi Pajak e-Faktur

e-faktur-pajak

JAKARTA. Faktur pajak elektronik (e-Faktur) bagi wajib pajak badan berlaku pada 1 Juli 2015 di wilayah Jawa dan Bali.  Namun,  dari  254.095 pengusaha kena pajak (PKP) di dua wilayah ini, hampir separuhnya  belum  menggunakan e-Faktur. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan mengingatkan akan menjatuhkan sanksi bagi pelanggar kebijakan ini.

Ditjen Pajak mencatat, hanya 139.595 PKP atau sebesar 54,94%  yang  aktif  membuat faktur pajak. Dari jumlah itu, hanya 73.971 PKP yang memegang sertifikat e-Faktur per Kamis (25/6). Dari jumlah PKP ini, diterbitkan  sebanyak 94.050.590 faktur  pajak  dengan nilai Rp 385,82 triliun.

Sementara sisanya, belum mendapatkan sertifikat digital e-Faktur. Padahal Kantor Wilayah (Kanwil) Ditjen Pajak dan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) telah mengimbau agar semua PKP segera mengajukan permohonan sertifikat digital. Proses permohonan juga mudah,  PKP  cukup  mendatangi KPP dan menyerahkan akte  pendirian  perusahaan, kartu tanda penduduk (KTP), dan kartu keluarga (KK).

Ditjen Pajak juga memberikan ancaman berupa sanksi bagi PKP yang tidak menggunakan e-Faktur atas transaksi perusahaan. Sanksinya berupa  denda  sebesar  2%  dari transaksi  PKP.  Kemudian, apabila PKP tidak menggunakan e-faktur dalam transaksinya, maka kelebihan pembayaran pajak PKP, tidak bisa direstitusikan.  “Kalau  tidak bisa menunjukkan e-Faktur, secara  otomatis  tidak  bisa minta restitusi,” kata Direktur Peraturan Perpajakan Ditjen Pajak I Irawan, Kamis (25/6).

Namun, Ditjen Pajak memperkirakan  PKP  baru  akan mengurus sertifikat digital e-Faktur menjelang pemberlakuan kebijakan ini. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi membludaknya  pengajuan PKP, Ditjen Pajak juga akan menyiapkan pelayanan tambahan di setiap KPP.

Selain mendorong PKP untuk menggunakan e-Faktur, di sisi lain Ditjen Pajak juga masih mengandalkan satuan tugas (satgas) penanganan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya (fiktif). Terakhir, Ditjen Pajak menangkap  RAS,  tersangka penerbit faktur pajak fiktif.

Direktur  Penyidikan  danIntelijen  Ditjen  Pajak,  Yuli Kristiyanto menyatakan, RAS menjadikan anak buahnya sebagai direktur utama untuk 58 perusahaan yang menerbitkan faktur pajak fiktif. Semua perusahaan  itu  bergerak  di  bidang perdagangan dan terdaftar sebagai wajib pajak badan di KPP Pratama Jakarta Tebet. Namun, Yuli belum bisa menyebutkan potensi penerimaan yang hilang.

Nah, jika e-Faktur berlaku, Ditjen Pajak yakin kebocoran penerimaan pajak akibat persoalan faktur pajak fiktif dapat berkurang. Irawan mencontohkan, untuk di Jakarta saja, tingkat kebocoran penerimaan  pajak  pertambahan nilai (PPN) akibat faktur pajak fiktif sebesar 2% dari target penerimaan  penerimaan  tahun ini sebesar Rp 500 miliar.

Pengamat Pajak Universitas Pelita Harapan Ronny Bako menyarankan,  Ditjen  Pajak menggandeng perbankan untuk mendukung pelaksanaan e-faktur. Dengan perbankan, pemungutan PPN akan lebih mudah,  karena  PKP  tinggal setor PPN ke bank.

Sumber: Kontan

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar