Evaluasi Arah Pembangunan

economy

JAKARTA, KOMPAS — Arah pembangunan Indonesia sudah saatnya dievaluasi. Pembangunan harus dipastikan meningkatkan kualitas manusia. Pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi semata ternyata tak mengatasi persoalan kesenjangan dan banyaknya penduduk miskin.

Demikian rangkuman pendapat dari sejumlah kalangan yang dihubungi Kompas, Kamis (25/6), di Jakarta.

Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI) Sonny Harry B Harmadi mengatakan, tujuan utama pembangunan harus benar-benar untuk meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi terbukti tidak menyelesaikan persoalan banyaknya penduduk miskin dan lapar. ”Langkah yang harus diambil adalah pembangunan yang berkualitas,” kata Sonny.

Tema Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2016, yaitu ”Percepatan Pembangunan Infrastruktur”, juga tidak boleh hanya berorientasi mendukung kegiatan korporasi semata. Lebih penting adalah meningkatkan kualitas hidup manusia, misalnya membuka keterisolasian warga.

Budayawan Radhar Panca Dahana memiliki pandangan, pembangunan ekonomi dan politik telah menindih persoalan kemanusiaan itu sendiri. Oleh karena itu, perlu ada strategi kebudayaan sesungguhnya untuk mengembalikan pada persoalan bekerja untuk memuliakan manusia.

CEO General Electric Indonesia Handry Satriago mengatakan, Indonesia ke depan akan menghadapi pusaran perubahan dunia, yang diwarnai perkembangan teknologi yang cepat, penuh ketidakpastian, dan kompetisi.

”Pembangunan berkualitas yang benar-benar meningkatkan kualitas hidup manusia menjadi tantangan,” ujarnya.

Menurut Handry, medan persaingan paling dekat adalah berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN pada akhir 2015. Namun, kenyataannya, sumber daya manusia Indonesia saat ini belum siap menghadapi persaingan itu. Hasil survei The Global Talent Competitiveness Index 2014 yang diluncurkan Insead, misalnya, baru menempatkan Indonesia pada peringkat ke-86 dari 93 negara.

”Akan tetapi, mau tidak mau harus bersaing. Kita harus melakukan apa yang bisa kita lakukan untuk memastikan kita bisa bersaing,” kata Handry.

Survei yang dilakukan berbagai korporasi juga menunjukkan keterampilan dan kemampuan Indonesia masih dalam tataran rendah-menengah.

”Di tempat kami, ada beberapa jabatan yang belum terisi. Tidak mudah karena kami tidak ingin menurunkan kualitas. Saat pintu ini dibuka, orang-orang dari Malaysia dan India akan masuk,” ujar Handry.

Jumlah penduduk Indonesia yang besar, yaitu sekitar 250 juta jiwa, menurut Sonny, semakin menyulitkan sebuah bangsa untuk meningkatkan kualitasnya.

”Semua persoalan berakar dari manusia. Oleh sebab itu, pengungkit utama dalam pembangunan adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri,” kata Sonny.

Pemerintah berupaya

Wakil Presiden Jusuf Kalla, dalam perbincangan dengan Kompas, menyadari bahwa untuk meningkatkan kualitas manusia itu tidaklah mudah. Namun, capaian sedikit demi sedikit akan terus diraih meskipun berbagai tantangan dan hambatan yang tak sedikit harus dihadapi, terutama dari pengaruh ekonomi global.

”Berbagai proyek, seperti infrastruktur jalan, jembatan, pelabuhan, dan bendungan, serta listrik 35.000 megawatt satu per satu kita mulai dan resmikan dengan berbagai persoalannya, selain juga mengurangi jumlah orang miskin,” ujarnya.

Menurut Kalla, pemerintah saat ini bersungguh-sungguh ingin meraih pembangunan yang bisa melahirkan kesejahteraan berkeadilan melalui sembilan program prioritas yang disebut Nawacita.

Penyerapan anggaran setiap kementerian dan lembaga akan terus dipacu, proyek yang diresmikan atau dimulai harus benar-benar diawasi dan dievaluasi sehingga tercapai target-targetnya dalam periodisasi waktu. Tak akan dibiarkan setelah diresmikan atau dimulai, ditinggalkan tanpa kontrol. Inilah yang akan bisa memberikan harapan dan menumbuhkan ekonomi rakyat.

”Produktivitas dan daya saing kita akan tingkatkan agar bangsa kita bisa maju dan bangkit. Daya saing itu harus dipacu dengan kecepatan, kualitas, dan harga yang baik. Itulah yang kita lakukan untuk mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik, seperti sumber daya alam dan mineral,” kata Kalla.

Memang nilai tukar rupiah terhadap dollar AS masih lemah, juga Indeks Harga Saham Gabungan, tetapi pemerintah sedikit demi sedikit akan memperbaikinya dengan kerja keras,” katanya.

Di bidang hukum, pemerintah juga akan mewujudkan tertib hukum dan keteraturan perundang-undangan.

Buruknya koordinasi

Pakar kebijakan publik yang juga mantan Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Indonesia, Eko Prasojo, berkeyakinan, pemerintah masih punya modal untuk memperbaikinya. Namun, dia mengingatkan, salah satu persoalan yang belum terselesaikan adalah persoalan kelembagaan di pemerintahan.

”Ada dua persoalan besar dalam kelembagaan, yakni lembaga-lembaga pemerintahan itu sangat banyak, gemuk. Selain itu juga terfragmentasi,” ujarnya.

Lembaga gemuk membutuhkan nutrisi lebih banyak. Akibatnya, belanja pegawai menghabiskan 25 persen total APBN.

Kondisi itu diperparah dengan lembaga-lembaga yang terfragmentasi. Jadi, pekerjaan antara satu kementerian dan kementerian lain, antara direktur jenderal satu dan direktur jenderal lainnya, bahkan direktorat satu dengan lainnya tidak bisa sejalan.

”Itu yang menyebabkan banyak sekali target pemerintahan yang sudah ditetapkan di RPJMN dan RKP susah dicapai,” kata Eko.

Profesor Riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro juga menyoroti lemahnya koordinasi antarlembaga. Pemerintahan baru yang diharapkan dapat menguatkan koordinasi antarlembaga penegak hukum belum memenuhi harapan itu.

Permasalahan Mendasar Bangsa

  1. Penegakan Hukum
  • Tingginya kasus korupsi
  • Mafia narkoba
  • Kekerasan terhadap anak
  • Pisau hukum cenderung tumpul ke atas, tajam ke bawah
  1. Tumpang Tindih Peraturan Perundangan
  • UU Kepegawaian No 43/1999 bertabrakan dengan UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah
  • UU No 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, sedangkan UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah
  • UU No 8/1981 tentang Hukum Acara Pidana dan UU No 31/1999 tentang Pemberantasaan Tindak Pidana Korupsi.
  • Tumpang tindih peraturan kawasan hutan
  1. Buruknya Komunikasi dan Koordinasi Antarlembaga Negara
  • Gesekan dua lembaga penegak hukum Polri versus KPK
  • Koordinasi kementerian ekonomi dan urusan pangan di Kabinet Kerja belum optimal
  1. Kualitas Penduduk
  • Kualitas manusia Indonesia yang diukur melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM) berada di urutan ke-108 dari 287 negara dengan skor IPM 0,684 pada 2013. Skor IPM Indonesia berada di bawah Singapura (0,901), Brunei (0,852), Malaysia (0,773), dan Thailand (0,722)
  • Dari jumlah anak balita 23,71 juta jiwa (2013), sebanyak 5,7 persen termasuk dalam kategori bergizi buruk, 18 persen termasuk anak balita sangat pendek, dan 5,3 persen dikategorikan sangat kurus.
  1. Kuantitas Penduduk
  • Laju pertumbuhan penduduk masih 1,49 persen. Tahun 2045 jumlah penduduk bisa mencapai 450 juta jiwa
  • Luas wilayah kota di Indonesia hanya 1,7%. Namun, persentase penduduk yang bermukin di perkotaan 49,8 persen.
  1. Pengelolaan Sumber Daya Alam Belum Optimal dan Berkelanjutan
  • Kegiatan pertambangan belum banyak memberi nilai tambah bagi industri
  1. Persoalan Anggaran Negara Berkelanjutan
  • Hingga 2014 infrastruktur listrik Indonesia masih minim. Rasio elektrifikasi listrik hingga tahun 2014 masih 81,5 persen.

Sumber: Kompas

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar