Berharap Tarif Pajak dan Bunga Dipangkas

kabinet-kerja-baru

Kehadiran orang baru selalu berujung pada harapan baru. Situasi semacam itu yang juga muncul setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan pergantian anggota Kabinet Kerja, Rabu pekan lalu. Kehadiran enam menteri baru, tiga di antaranya berstatus menteri koordinator (menko), kembali menyulut harapan perbaikan ekonomi.

Ekspektasi itu memang tak mudah terlaksana. Bukan apa-apa, jika diibaratkan tubuh manusia, ekonomi Indonesia sedang mengidap berbagai penyakit. Tak cuma butuh diagnosis, ekonomi Indonesia juga membutuhkan tindakan dan obat dengan dosis yang pas, agar bisa sehat. “Reshuffle tidak serta merta bisa membuat perbaikan yang signifikan. Faktor eksternal, seperti China juga dominan mempengaruhi situasi ekonomi sekarang.” Tutur Prasetyantoko, ekonom dari Unika Atma Jaya Jakarta.

Nah, dalam situasi yang rumit seperti sekarang, Presiden Jokowi butuh tim ekonomi yang tangguh. Nah, Darmin Nasution dinilai Prasetyantoko, sebagai tokoh yang paling pas ditunjuk sebagai Menko Perekonomian.

Mengingat masalah Indonesia sedang kompleks, Prasetyantoko menyarankan Darmin Nasution berkomunikasi langsung dengan pasar tentang apa yang akan dilakukan pemerintah. “Tidak usah memberikan ekspektasi terlalu tinggi. Jelaskan langkah apa yang akan dilakukan pemerintah agar ekonomi tumbuh,” ujar dia.

Agenda yang terbilang pelik bagi menko perekonomian ada di sektor fiskal. Di satu sisi, Indonesia sangat mengandalkan pajak untuk mengisi pundi-pundi penerimaannya. Namun di sisi lain, situasi bisnis sedang lesu. Asal bidik penerimaan pajak baru bisa menjadi bumerang. Alih-alih penerimaan negara mengalir deras, pertumbuhan ekonomi malah bisa terkontraksi lebih parah.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Haryadi Sukamdani menyarankan, Darmin perlu segera menyinkronkan kebijakan fiskal dengan kondisi bisnis yang riil. Menurut Haryadi, kebijakan fiskal pemerintah saat ini tidak sejalan dengan kesulitan pebisnis mencapai target pendapatan. “Cashflow pebisnis sekarang sangat berat. Jangan sampai kebijakan fiskal malah membebani, hingga pebisnis menjadi pesimistis,” ujar dia.

Dari pembicaraan dengan para rekan bisnisnya, Haryadi menyimpulkan harapan pengusaha saat ini adalah kabinet kerja meniru kebijakan ekonomi yang diambil Amerika Serikat dua-tiga tahun silam. Ya, apalagi kalau bukan kebijakan pelonggaran moneter, alias penurunan suku bunga.

Kebijakan ini memang bukan tanpa risiko. Di saat kurs dollar Amerika Serikat sedang mahal-mahalnya, membuka keran kredit bisa berujung pada rupiah yang semakin loyo. Mereka yang mengantongi rupiah dalam jumlah besar bisa tergoda melakukan spekulasi dengan memborong dollar AS.

Lagi-lagi, sosok Darmin menimbulkan ekspektasi positif. Penilaian Haryadi, sebagai orang yang sudah makan asam garam sebagai regulator perbankan dan keuangan sekaligus fiskal, Darmin bisa meramu strategi yang pas. “Kebijakan fiskal harus in line dengan kondisi riil di lapangan. Jangan membuat pusing pengusaha,” tutur dia.

Harapan adanya pajak yang realistis beserta bunga rendah juga dilontarkan Ketua Harian Asosiasi Pemasok Garmen dan Aksesoris Indonesia Suryadi Sasmita. “Dengan begitu, lapangan kerja akan tetap terbuka,” tutur dia.

Koordinasi Lemah

Harapan lain yang disampirkan ke tim ekonomi dengan komandan baru adalah pelaksanaan program infrastruktur. Haryadi menyorot masih banyaknya aturan dalam skema public private partnership yang tak bergigi di lapangan. “Contohnya siapa yang bertanggungjawab untuk membebaskan lahan,” tutur dia.

Sektor pangan juga dinilai pebisnis perlu perbaikan sinkronisasi kebijakan. Yang menjadi sorotan adalah pembagian kewenangan yang abu-abu antara Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan.

Kebijakan pemerintah yang juga diharapkan adalah regulasi yang memungkinkan ekspor meningkat. Jika itu terjadi, Indonesia bakal memetik manfaat berupa nilai tukar rupiah yang terjaga. Nah, untuk mencapai misi menguatkan rupiah, pemerintah bisa juga melakukan kebijakan menyempitkan akses produk luar negeri ke pasar domestik.

Yang menarik, harapan para pebisnis tak hanya berwujud indikator ekonomi yang konkret semacam kurs saja. Mereka juga mencermati kecakapan menteri dalam berorganisasi. “Menteri harus belajar untuk tidak mengulangi kesalahan sebelumnya, yaitu koordinasi antar departemen yang lemah, tutur Suryadi.

Dalam konteks koordinasi antar instansi, Prasetyantoko berharap dua menko yang baru diangkat, yaitu Menko Perekonomian dan Menko Kemaritiman Rizal Ramli bisa akrab. Maksudnya, kementerian teknis yang berada di bawah koordinasi keduanya bisa saling bekerja sama dan berkoordinasi. “Rizal Ramli semoga bisa mentransfer value change yang baik terhadap kementerian di bawah koordinasinya,” tutur Prasetyantoko.

Lemahnya sinyal komunikasi antar pejabat, celakanya, tidak hanya terjadi antar para menteri saja. Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Tutum Rahanta menyebut, Menteri Perdagangan yang terdahulu, Rahmat Gobel, juga keliru dalam menerjemahkan visi Presiden Jokowi.

Tutum pun menyarankan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong lebih cermat dalam merumuskan aturan yang berbau perdagangan. Latar belakang sebagai pebisnis saja tidak cukup menjadi pegangan Thomas dalam membuat regulasi. “Rahmat Gobel juga pengusaha. Karena latar belakang itu, pengusaha memiliki proyeksi yang positif terhadap Gobel, saat diangkat menjadi menteri,” tutur Tutum.

Kenyataan yang terjadi justru bertolak belakang dari proyeksi. Tutum menilai Gobel kesulitan mengurai persoalan-persoalan perdagangan di negeri ini. “PR utama yang harus diselesaikan Mendag baru adalah menstabilkan harga produk  yang sifatnya umum,” ujar dia.

Misi itu bisa tercapai, dalam penilaian pebisnis, jika pemerintah memberlakukan peraturan yang tidak rumit sekaligus memungkinkan jalur distribusi bisa lebih lancar.

Kehadiran Thomas yang baru pertama kali masuk jajaran birokrasi juga mendapat catatan dari Prasetyantoko. Dengan memiliki jam terbang sebagai bankir investasi di perusahaan kelas global, Thomas diyakini mampu mencari jalan bagi produk Indonesia masuk ke pasar internasional.

Yang menjadi pertanyaan Prasetyantoko, apakah Thomas memahami persoalan-persoalan perdagangan di dalam negeri yang sangat spesifik. “Seperti praktik perdagangan bergaya mafia di aneka komoditas, seperti pangan,” tutur dia.

Selamat bekerja.

Sumber: KONTAN

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar