JAKARTA. Pengusaha budidaya mutiara harus menelan pil pahit karena penjualan mutiara di pasar ekspor yang lesu sebagai buntut dari lesunya ekonomi global. alhasil, para pembudidaya mutiara ini memproyeksikan penjualan mereka bakal merosot 20%-30% hingga akhir tahun ini.
Anthony Tanios, Ketua Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia (Asbumi) mengakui permintaan terhadap mutiara tengah tidak bergairah. “Ekspor bisa menurun 20%-30% dari segi volume maupun harga,” ujarnya kepada KONTAN, Kamis (13/8) kemarin.
Asbumi mencatat produksi mutiara sebanyak 5,5 juta ton sepanjang tahun lalu, yang terdiri dari 3 juta ton dari perusahaan nasional dan swasta serta 2,5 juta ton dari penanaman modal asing (PMA). Adapun harga rata-rata tahun lalu sebesar US$ 10 per gram.
Dengan asumsi penurunan sebesar 30%, berarti produksi mutiara tahun ini hanya 3,85 ton. Harganya pun jatuh menjadi US$ 7 per gram.
Anthony menjelaskan, hampir seluruh mutiara produksi Indonesia dijual ke pasar ekspor. Hanya mutiara low grade yang ditujukan untuk pasar lokal, itu pun hanya sebanyak 40%.
Meski pasar sedang tidak terlalu bergairah, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tetap mendorong budidaya mutiara. Slamet Subjakto, Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP menilai budidaya mutiara harus terus didorong agar masyarakat tidak terus-menerus menangkap mutiara dari alam.
Slamet bilang, masa budidaya mutiara yang cukup lama dapat dimanfaatkan melalui segmentasi usaha. “Masyarakat nelayan dan pesisir bisa melakukan budidaya dari benih sampai ukuran 7 centimeter (cm), untuk selanjutnya diserahkan kepada perusahaan pembesar mutiara,” ujar Slamet.
KKP melalui Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Lombok telah menyebarkan benih untuk dibesarkan oleh masyarakat sampai ukuran 7 cm. Sedangkan Balai Produksi Induk Udang Unggul dan Kekerangan (BPIU2K) Karangasem Bali telah memproduksi dan menyebarkan 7.000 benih ukuran 4 cm dan 12.000 benih ukuran 3 cm ke Sumbawa, Lombok, dan Kendari.
Selain itu, KKP juga mendorong pemerintah daerah (pemda) untuk menerbitkan peraturan terkait zonasi atau tata ruang budidaya mutiara.
Pasalnya, budidaya mutiara memerlukan lokasi steril dari limbah dan pencemaran akibat aktivitas di laut lepas, seperti penangkapan ikan oleh kapal besar yang bisa merusak ekosistem laut.
Sebagai informasi, pada tahun lalu, ekspor mutiara Indonesia mencapai 4,5 ton. kinerja ekspor ini menjadi yang paling tertinggi dalam lima tahun terakhir.
Sumber: Kontan
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak

Tinggalkan komentar