Pemerintah merevisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 253/PMK.03/2008 terkait penjualan atas barang sangat mewah yang dikenai PPh pasal 22. Di dalamnya diatur soal kewajiban membayar Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 5 persen di awal pembelian Kemenkeu juga mengubah besaran penetapan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) properti yang awalnya berdasarkan luas bangunan 150 meter persegi diubah menjadi berdasarkan harga.
Menurut konsultan properti Jones Lang LaSalle (JLL), kebijakan itu secara langsung mempengaruhi kinerja penjualan properti di dalam negeri. Jones Lang LaSalle merilis turunnya penjualan properti selama kuartal ke-II 2015.
Kebijakan PPnBM dan kewajiban penggunaan rupiah untuk semua transaksi dalam negeri membuat investor memilih sikap wait and see.
Dia menyebutkan, tingkat penyerapan pasar hunian kondominium pada kuartal ini menurun drastis. Pada kuartal I/2015, penerapannya mampu mencapai 4.600 unit, sementara pada periode ini hanya mencapai 1.400 unit.
“Lambatnya penjualan selama kuartal II ini dikarenakan sikap wait and see para pembeli terkait kejelasan regulasi perpajakan. Namun sektor hunian vertical masih dianggap sebagai instrumen investasi yang menarik,” ujar Head of Residential JLL Luke Rowe di kantornya, gedung BEI, Jakarta, Rabu (8/7).
Perlambatan ekonomi ikut menambah panjang faktor pendorong lesunya penjualan properti di dalam negeri.
“Secara keseluruhan, pasar properti mengalami perlambatan di mana sektor hunian jadi satu sektor yang mengalami penurunan signifikan pada periode ini dibanding sektor properti lainnya,” tambah Head of Advisory, stategic, consulting and research JLL Indonesia Vivin Harsanto.
Sumber: MERDEKA
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar