Bisnis Gudang Pendingin Tidak Akan Beku Lagi

csAgustus lalu, PT Central Proteina Prima Tbk, meresmikan pengoperasian fasilitas cold storage yang baru di Surabaya, Jawa Timur. Emiten ini menganggap ekspansi ini tepat karena sejalan dengan arah kebijakan pemerintah yang siap menggenjot bisnis gudang pendingin, terutama untuk produk perikanan.

Bukan tanpa alasan Central Proteina mendirikan cold storage di Surabaya. Tujuannya tak lain untuk membidik pangsa pasar di wilayah Indonesia timur yang belum tergarap. “Surabaya strategis untuk distribusi produk di kawasan Indonesia timur,” kata Yulian Mohammad Riza, Corporate Communications Manager PT Central Proteina Prima Tbk.

Seberapa besar pasar di wilayah timur? Yulian mengaku belum memegang data perinciannya. Namun demikian, Central Proteina Prima tidak bakal mendirikan cold storage di Surabaya jika segmen pasar di wilayah tersebut kecil.

Memang, pasar gudang pendingin di dalam negeri masih sangat terbuka. Tengok saja, produksi hasil laut yang mencapai 14,5 juta ton di tahun lalu. Sedangkan kapasitas wadah pendinginnya di domestik baru mencapai 6,5 juta ton. Apalagi tahun ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan menargetkan produksi perikanan mencapai 17,9 juta ton. Angka ini naik 23% dari produksi tahun 2014. Target produksi perikanan bakal terus naik hingga menjadi 31,3 juta tin di 2019 nanti.

Begitu pula dengan hasil produksi ternak unggas atawa poultry yang mencapai 3,7 juta ton per tahun. Tapi kapasitas cold storage untuk hasil peternakan unggas ini baru sekitar 1,9 juta ton per tahun. Untuk daging sapi, kapasitas pendingin yang tersedia baru 398.000 ton per tahun. Padahal, produksi daging sapi mencapai 580.000 ton per tahun.

Setali tiga uang dengan pertumbuhannya, rata-rata produksi hasil laut, poultry, maupun daging sapi bisa mencapai 20% tiap tahun. Angka ini cukup jauh di atas pertumbuhan industri cold storage yang masih di bawah 10%.

Data Asosiasi Rantai Pendingin Indonesia (ARPI) menyebutkan, kebutuhan gudang pendingin sebesar 36,5 juta ton. Dari jumlah itu, sebanyak 29 juta ton berasal dari kebutuhan sektor pertanian. Sisanya, sebanyak 6,5 juta ton berasal dari sektor perikanan, dan satu juta ton dari daging ayam.

Sampai saat ini, sudah terpasang 14,1 juta ton dari jumlah total kebutuhan gudang pendingin di Indonesia. Dengan asumsi setiap pembangunan cold storage berkapasitas 500.000 ton dan memerlukan investasi Rp 2,5 triliun, maka investasi untuk kebutuhan gudang pendingin baru mencapai Rp 180 triliun.

Lantaran kebutuhan investasi yang besar itu, pemerintah akan membuka pintu lebih lebar bagi investor asing untuk masuk industri perikanan. Saat ini, pemerintah tengah merampungkan penggodokan regulasi soal pelonggaran kepemilikan asing di jasa cold storage berkapasitas besar lewat revisi Peraturan Presiden No. 39/2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha Terbuka Dengan persyaratan di Bidang Penanaman Modal.

Kebijakan yang berlaku sekarang masih berupa pembatasan kepemilikan asing maksimal 33% pada unit usaha jasa cold storage di wilayah Sumatra, Jawa, dan Bali. Sedang di wilayah Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua, batas maksimal kepemilikan saham asing mencapai 67%.

Rencananya, pemerintah tidak lagi membedakan wilayah untuk batas kepemilikan asing. Alhasil, batas kepemilikan saham investor asing maksimal 65% berlaku untuk seluruh wilayah di tanah air. Kepala BKPM Franky Sibarani menjelaskan, perubahan aturan ini bertujuan untuk mendorong masuknya investor asing ke industri hilir perikanan. “Bidang usaha cold storage agar lebih terbuka terhadap investor asing,” ujarnya.

BKPM mencatat, pada periode Januari-Juni 2015, realisasi investasi di sektor maritim terdiri atas 177 proyek dengan nilai mencapai Rp 1,6 triliun. Sektor ini mampu menyerap 5.370 tenaga kerja langsung.

Investasi pemodal dalam negeri didominasi usaha pengolahan ikan senilai Rp 283 miliar, budidaya perikanan Rp 272 miliar, dan industri perkapalan Rp 109 miliar. Adapun investasi asing didominasi budidaya perikanan sebesar US$ 33 juta, usaha industri penangkapan ikan US$ 17 juta, pengolahan ikan US$ 13 juta, dan industri perkapalan US$ 12 juta.

KARACHI, PAKISTAN, OCT 31: A labor puts cleaned fishes at cold storage as demand of  seafood increased in city during fishing season at Karachi Fish Harbor on Monday, October 31,  2011. (Rizwan Ali/PPI Images).

Bukan ancaman

Menyikapi kebijakan pemerintah ini, Yulian tidak menganggap besarnya porsi kepemilikan asing di jasa cold storage sebagai ancaman. Pasalnya, ketersediaan gudang pendingin masih sangat kurang. “Apalagi sektor industri perikanan ini, kan, luas banget dengan permintaan pasar yang tinggi,” jelasnya.

Lagipula, Central Proteina merupakan pemain lama yang sudah lebih dari 30 tahun terjun di industri pengolahan ikan. Selain itu, Yulian menambahkan, unit pengolahan dan fasilitas gudang pendingin Central Proteina berstandar karena telah mengantongi sertifikat dari dalam dan luar negeri. “Kami baru saja membuka cold storage di Surabaya. Jadi kami konsentrasi mengembangkan yang baru ini,” imbuhnya. Sebelumnya, Central Proteina memiliki cold storage di Lampung dengan kapasitas besar untuk menampung produk ekspor.

Perihal total investasi untuk pengadaan cold storage, Yulian tidak menyebut angka pasti. Yang jelas, tahun ini, dari laporan keuangan per Juni 2015, Central Proteina menganggarkan belanja modal atau capital expenditure (capex) sekitar Rp 397 miliar. Perinciannya, alokasi pemeliharaan sarana produksi senilai Rp 169 miliar dan ekspansi kapasitas produksi senilai Rp 228 miliar.

David Poernomo, pemilik PT Central Food Lestari, perusahaan rental dan penjualan reefer container dan cold storage, juga tidak bersedia membuka berapa total modal yang sudah diinvestasikan untuk membangun gudang pendingin.

Meski begitu, David tidak keberatan asing semakin leluasa masuk di usaha terebut. Maklum, kebutuhan cold storage masih sangat besar tapi kapasitas yang sudah terpasang masih terbatas. “Kalau aturannya seperti itu, ya, tidak masalah selama mereka dalam berusaha fair,” tuturnya.

Fair yang ia maksud, investor asing tunduk dan menjalankan semua peraturan, seperti membayar pajak dan sebagainya. Sebab itu, David menganggap keberadaan pebisnis luar di bidang usaha cold storage bukan sebuah ancaman.

Bahkan, tidak menutup kemungkinan, pengusaha lokal bermitra dengan investor asing untuk membangun cold storage. “Tapi untuk bermitra dengan asing pun tergantung pertimbangannya apa dulu,” jelasnya.

David optimistis, bisnis gudang pendingin semakin moncer di masa mendatang asalkan pemerintah memberikan perhatian terhadap sektor usaha ini. “Saya berharap, bisnis cold storage lebih baik lagi karena kebutuhannya masih besar,” ujar dia.

Agar berkembang pesat, David mengusulkan, pembangunan cold storage difokuskan ke wilayah Indonesia Timur. Cuma pemerintah harus memperluas akses dan infrastruktur pendukung seperti listrik, selain memberikan pemahaman pentingnya gudang pendingin untuk menjaga kualitas pangan. Untuk wilayah seperti Jakarta dan Surabaya, David bilang, penyediaan gudang pendingin sudah relatif baik dan memadai.

Presiden Direktur PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk Johanes Sarsito mengamini, semakin banyak hasil tangkapan ikan tentu membutuhkan kapasitas gudang pendingin yang lebih besar. “Banyak perusahaan yang kekurangan cold storage sehingga produknya disimpan di cold storage sewaan. Mungkin di sana peluang asing masuk untuk membangun cold storage,” ungkap dia.

cs3Johanes memahami tujuan pemerintah memperbesar porsi kepemilikan asing di jasa gudang pendingin tak lain untuk merangsang masuknya investasi yang lebih besar. Tapi pemerintah tidak boleh melupakan eksistensi industri yang sudah ada saat ini. Ya, katakanlah investor masuk ke industri pengolahan ikan. Mereka datang dengan investasi yang sangat besar. “Tapi jangan lantas mematikan industri yang sudah ada,” pinta Johanes.

Bagaimana pun, masuknya investor asing menjadi tantangan bagi industri dalam negeri supaya tidak kalah bersaing, apalagi pasar bebas Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) sudah dekat. Selama ini, keterbatasan modal menghambat pertumbuhan bisnis cold storage.

Namun demikian, dalam keterbukaan investasi tetap harus ada perlindungan terhadap pelaku industri domestik, misalnya memberikan insentif dan kemudahan dalam perizinan. “Banyak pengusaha cold storage lokal di daerah-daerah penangkapan ikan yang harus diperhatikan,” beber Johanes.

Dharma Samudera telah mengoperasikan cold storage di Jakarta, Kendari, Kepulauan Banggai, dan Makassar. Tempat penyimpanan ini sebagian besar milik Dharma Samudera sendiri. Hanya cold storage di Kepulauan Banggai dan Makassar yang merupakan kerjasama operasi (KSO) dengan mitra bisnis. “Sampai saat ini, dengan kapasitas yang ada, kami masih cukup dan belum berencana menambah cold storage,” aku Johanes.

Selain digunakan untuk mendukung kegiatan perusahaan, beberapa cold storage disewakan ke pihak ketiga, seperti di Kompleks Industri Makassar. Sayang, Johanes tidak menjelaskan sejauh mana permintaan sewa cold storage saat ini.

Tapi dari penurutan David, usaha sewa cold storage sekarang ini terjun bebas. “Kalau dibandingkan tahun sebelumnya, permintaan sewa cold storage turun hingga 80%,” sebutnya. Penyebabnya, ekonomi global yang lesu plus pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS).

Centra Food menyewakan satu unit cold storage ukuran 20 feet berkapasitas 15 ton seharga Rp 10 juta per bulan. Untuk cold storage ukuran 40 feet berkapasitas 25 ton, tarif sewanya Rp 12 juta per bulan. Central Food juga menyediakan gudang pendinging berkapasitas di atas 200 ton. “Sekarang lesu, tapi bisnis cold storage ke depan tetap menjanjikan,” ucap David optimistis.

Ya, semoga kebijakan baru akan membawa angin segar!

 

Sumber: Kontan

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar