Perusahaan angkutan truk sudah mulai perang harga untuk bisa bertahan
Bisnis angkutan barang mulai terkena imbas kondisi ekonomi yang melambat. Pebisnis ini mengaku terjadi penurunan permintaan angkutan barang memaka armada truk.
Malah, menurut Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo), sejumlah perusahaan angkutan juga sudah menghadapi persoalan pembayaran sewa ke perusahaan leasing (lessor) atau perbankan. “Sekitar 40% anggota kami armadanya sudah ditarik lessor, , teran Sugi Purnoto, Wakil Ketua Aptrindo kepada KONTAN, Senin(5/10).
Maklum, sekitar 99% anggota Aptrindo memakai sistem sewa ke perusahaan leasing atau mengandalkan pinjaman perbankan untuk pengadaan armada.
Nah, di saat kondisi ekonomi tengah loyo, kewajiban perusahaan angkutan membayar angsuran atau sewa armada menjadi terganggu. Memang ada perusahaan yang bisa memperpanjang tenor tapi ada juga yang tidak. Walhasil, armadanya pun ditarik.
Sayang, Sugi tidak bersedia menyebut identitas perusahaan yang armadanya ditarik lessor atau bank. Yang pasti, utilisasi armada perusahaan transportasi kini turun 40%.Bahkan, sudah terjadi perang harga untuk mempertahankan utilitas armada. “Ada yang margin minus tetap jalan. Kini sudah tidak bisa lagi mengharapkan margin standar 10% sampai 12%, “paparnya.
Tapi, ada juga perusahaan angkutan yang masih bisa jalan. Menurtnya, beberapa perusahaan pengangkutan barang consumer seperti susu, popok bayi, minyak goring melonjak, khususnya produk-produk dengan merek kelas dua.
Akibat penurunan daya beli, banyak konsumen yang mengalihkan pilihan pada produk lapis kedua dengan harga lebih murah. Ia memperkirakan kondisi ini akan terus berlanjut sampai akhir tahun nanti.
Ada yang masih eksis
Salah satu pebisnis angkutan barang didarat seperti Lookman Djaja Logistik mengakui kondisi tersebut. Menurut Kyatmaja Lookman, Direktur PT Lookman Djaja Logistik, volume pengiriman barang perusahaan ini sudah turun 15% sejak Lebaran lalu.
Biasanya saat Lebaran, volume pengiriman barang bisa naik tiga kali lipat. Tapi kali ini cenderung sama saja.”Klien kami banyak melakukan efisiensi dengan memilih truk besar yang kapasitasnya lebih besar yang kapasitasnyalebih besar untuk menurunkan ongkos angkut per unitnya, “terang dia.
Klien Lookman Djaja kebanyakan perusahaan consumer seperti produsen susu, minuman bersoda, rokok, elektronik dan suku cadang otomotif. Sekitar 70% klien Lookman adalah pelanggan lama yang banyak terikat kontrak berjangka waktu dua tahun dan sisanya pelanggan on the spot. Adapun untuk penjajakan klien baru masih sekedar meminta informasi saja.
Melihat kondisi ini, Lookman Djaja pun terpaksa menunda pembelian armada anyar. Dari pada membeli armada baru, perseroan ini memilih mempertahankan 200 unit truk yang ada. Perusahaan hanya berharap dengan startegi ini bisa mempertahankan pencapaian perusahaan pada tahun lalu.
Adapun PT Eureka Logistics jauh lebih beruntung. Ditengah kondisi lesu, anak usaha penerbit Erlangga ini masih bisa mempertahankan utilitas 30 truk miliknya.
Bahkan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan setiap bulannya biasanya perusahaan ini menyewa 50 armada dari pihak ketiga. “Yang kami sasar perusahaan dengan bahan baku lokal jadi tidak terpengaruh valas. Seperti margarine, minyak dan susu, “kata Paul Sipoh Hutauruk, Head Office Eureka Logistics.
Menurutnya permintaan terhadap barang consumer saat ini masih tetap menunjukkan peningkatan sekitar 30%. Penurunan hanya terjadi pada sektor pengiriman komponen alat berat dan oli. Ia mencontohkan perusahaan alat berat PT United Tractor kini sudah tidak melakukan pengiriman alat berat lagi.
Selain itu, lesunya permintaan membuat perusahaan jor-joran menawarkan tariff murah. Kondisi ini yang memaksa mereka memangkas tarif. Tanpa merinci margin yang dipertahankan, Paul bilang, pengurangan tarif tidak terlalu besar. Meski begitu, perusahaan ini masih tetap eksis lantaran pemberian informasi keberadaan barang.
Sumber: KONTAN
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar