Berkah dari Maraknya Ancaman PHK

phkGelombang PHK merebak, bisnis program pesangon berkibar.

Ekonomi lesu dan pelemahan nilai tukar menjadi masalah yang membuat pusing pengusaha. Maklum, permintaan juga turun. Apalagi, di lain sisi, rupiah yang sempat meriang menyebabkan harga bahan baku meningkat.

Dalam kondisi ini pengusaha dihadapkan pada masalah kecilnya pendapatan dan beban yang besar. Langkah yang tak jarang ditempuh perusahaan adalah mengurangi jumlah karyawan melalui pemutusan hubungan kerja (PHK). Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, awal September lalu angka PHK mencapai 26.506 pekerja. Dari total angka tersebut, industri di Jawa Barat tercatat paling banyak merumahkan karyawan (12.00 orang). Perusahaan – perusahaan tetangganya di Banten menyusul dengan angka 5.432 orang.

Arus PHK memicu gelombang pencairan jaminan hari tua (JHT) di Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Direktur Investasi BPJS Ketenagakerjaan Jeffrey Haryadi mengatakan, hingga semester I 2015 jumlah klaim JHT hanya Rp 6 triliun. Jumlah tersebut sebagian besar merupakan pencairan klaim dari pekerja yang memang memasuki masa pensiun.

Memasuki kuartal III pengajuan klaim meningkat drastis. Juli dan Agustus ada pencairan klaim hingga senilai Rp 1,9 triliun dan September mencapai Rp 2 triliun. Manajemen BPJS menganalisis peningkatan klaim tersebut memang karena peningkatan jumlah PHK dan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 60 Tahun 2015 tentang JHT. Dalam aturan ini, pemerintah membolehkan penciran JHT sesuai besaran saldo jika pekerja berhenti bekerja atau terkena PHK. Jadi pencairan tak perlu menunggu usia 56 tahun.

Dalam aturan ini, BPJS memberikan masa tunggu satu bulan. Artinya, pekerja yang mengundurkan diri atau PHK diberi kesempatan mencari pekerjaan baru dalam waktu 1 bulan. Jika dalam waktu 1 bulan tidak dapat pekerjaan maka JHT bisa dicairkan dengan asumsi perlu biaya hidup. Aturan ini berlaku sejak September lalu.

Sebelum aturan tersebut diterbitkan, total klaim JHT semester I 2015 baru 110.000 klaim. Pasca aturan terbit, klaim meningkat. “Klaim pengunduran diri termasuk PHK per September sudah mencapai 230.000 klaim dengan nilai antara Rp 1,4 triliun hingga Rp 1,5 triliun,” ujar Jeffrey.

 

Program pesangon

Dalam kondisi susah selalu saja ada peluang bisnis. Begitulah kira – kira yang dirasakan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) saat ini. Berkah tersebut didapatkan melalui Program Pensiun Untuk Kompensasi Pesangon (PPUKP).

Dalam program ini DPLK bertindak sebagai pihak yang menyediakan dana jika nanti perusahaan membayarkan pesangon dari karyawan yang di PHK. Bentuknya, perusahaan akan memeprcayakan sejumlah dana pada DPLK sesuai target dana pesangon yang akan diberikan ketika karyawan di PHK. Dana tersebut akan diinvestasikan. Pada awal tahun berikutnya, DPLK akan meminta perusahaan menambah kekurangan dana tersebut sesuai dengan kenaikan gaji karyawan dikurangi imbal hasil karyawan.

Berdasarkan data Asosiasi Dana Pensiun Lembaga Keuangan (ADPLK), hingga semester I-2015 total dana kelolaan sudah diatas Rp 7 triliun. Padahal tahun ini asosiasi hanya menargetkan dana kelolaan Rp 6 triliun. Dana kelolaan ini berasal dari 18 DPLK. Kini ada 25 DPLK beroperasi.

Menurut Maya Susiana, Group Head of DPLK Business Unit DPLK PT Asuransi Jiwa Tugu Mandiri, minat perusahaan mengikuti program ini cukup besar. Banyak perusahaan yang menanyakan program tersebut sebagai antisipasi jika terjadi perlambatan ekonomi.

Selain itu, pengelolaan pesangon lewat DPLK lebih murah ketimbang dikelola sendiri. Pemerintah menjanjikan Pajak pesangon yang dibayarkan melalui DPLK maksimal 5% sedangkan dikelola perusahaan sendiri tarif pajaknya bisa mencapai 25%.

Maya bilang hingga saat ini total dana kelolaan program pesangon Tugu Mandiri mencapai Rp 30 miliar. Dana tersebut berasal dai 5 perusahaan. Perkembangan dana tersebut cukup pesat. Pasalnya, DPLK Tugu Mandiri baru menseriusi bisnis tersebut sejak awal tahun ini. Tugu Mandiri banyak mengincar perusahaan minyak bumi dan gas (migas).

SS Setiawan, pengurus DPLK Muamalat juga mengungkapkan hal yang sama. Bayangkan saja, DPLK Muamalat baru mrnawarkan program pesangon sejak tahun lalu, saat ini kontribusinya sudah mencapai 5% hingga 6% dari total dana kelolaan. Per September DPLK Muamalat telah mengelola dana Rp 820 miliar. Dana program pesangon tersebut berasal dari 20 perusahaan dengan total pekerja mencapai 4.000 orang.

Kurniawan bilang sejak Mei lalu ada satu hingga dua perusahaan yang mencairkan program pesangonnya. Perusahaan tersebut mempercepat perncairannya, dari perjanjian semula selama 10 tahun, karena melakukan PHK. “Tetapi penarikannya secara bertahap hingga akhir 2015 dengan nilai tak lebih dari Rp 2 miliar. Kami masih bisa menutupi penarikan tersebut dari prtumbuhan dana kelolaan,” ujarnya.

DPLK Mualamat berencana menjadikan program pesangon sebagai produk utama menggenjot pertumbuhan. Caranya dengan mengeluarkan program pesangon yang menyasar ritel. Program ini akan diluncurkan tahun depan.

Anna Maria Ciadarma, Pengurus DPLK BRI mengatakan program pesangon jadi salah satu produk yang bisa mendongkrak pertumbuhan dana kelolaan DPLK BRI. Saat ini total dana kelolaan program pesangon mencapai Rp 500 miliar. Akhir tahun BRI menargetkan dana kelolaan Rp 5,5 triliun.

Anna menjelaskan bisnis program pesangon belum tumbuh pesat. Pasalnya, beberapa perusahaan masih menunggu aturan keringanan pajak keluar. “Perlahan tapi pasti beberapa perusahaan sudah mendaftar ikut program pesangon,” jelas Anna.

Maya menambahkan meski program pesangon sangat menjanjikan, tahun ini pertumbuhannya belum akan terlalu pesat. Pasalnya, awal tahun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta DPLK memperbaiki izin. Semua DPLK yang mendapatkan izin penjualan program pesangon mencantumkan skema pembayaran secara bulanan. Program tersebut merupakan skema JHT. OJK menginginkan skema pembayaran pesangon secara tunai ketika karyawan di PHK.

 

Sumber: DETIK

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar