Serial paket kebijakan ekonomi memasuki edisi keempat, kamis pekan lalu. Tujuan yang ingin disasar kebijakan paket terakhir ini adalah membuka lapangan kerja seluas-luasnya.
Dalam paket ekonomi keempat, ada tiga isu yang menjadi perhatian pemerintah. Pertama, berkaitan sistem pengupahan. Kedua, tindak lanjut program kredit usaha rakyat (KUR). Ketiga, terkait dengan kredit usaha kecil menengah (UKM) yang berorientasi ekspor khususnya sektor padat karya yang rawan mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).
Kebijakan tentang pengupahan bisa jadi hal yang paling dinanti para pebisnis. Maklumlah, kebijakan-kebijakan yang termuat dalam paket sebelumnya, dinilai belum komplit tanpa aturan pengupahan yang jelas dari pemerintah. Ambil contoh, kebijakan mempermudah kegiatan usaha di kawasan industri yang ada di paket jilid kedua. Bagi pebisnis, keinginan mempermudah perizinan tak ada artinya tanpa sistem pengupahan yang jelas.
Memahami keraguan yang masih menghinggapi benak para pebisnis, pemerintah pun berniat membereskan sistim pengupahan di paket terbarunya. Memang tak mudah mendapat titik temu antara pekerja dan pemberi kerja. Tak heran Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) pengupahan berjalan di tempat selama 12 tahun.
Hingga pada minggu ketiga Oktober 2015, baru pemerintah menggolkan RPP pengupahan. “Dengan kebijakan ini, bakal ada formula sederhana dan jelas untuk menentukan upah minimum,” tutur Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution. Selain untuk membuka lapangan kerja seluas-luasnya, aturan itu juga bermaksud meningkatkan kesejahteraan para pekerja, sekaligus para pencari kerja.
Menurut Darmin, keterlibatan pemerintah dalam penetapan formula pengupahan adalah memastikan pekerja atau buruh tidak terjatuh dalam upah yang murah. Selain itu, agar pengusaha lebih mendapat kepastian. “Upah buruh setiap tahun naik dengan besaran kenaikan yang terukur,” jelas Darmin.
Formula pengupahan yang dirancang pemerintah adalah sistem penghitungan UM saat ini ditambah dengan persentase inflasi plus persentase pertumbuhan ekonomi. Darmin mencontohkan, bila inflasi 5% dan pertumbuhan ekonomi 5% berarti kenaikan adalah 10%. Jadi, hitungan upah minimum di tahun depan berdasarkan UM di tahun ini plus 10%.
Pemerintah merasa konsep ini sudah mengakomodasi kepentingan pemodal sekaligus pekerja. Alasannya? Di negara-negara maju, tidak ada komponen pertumbuhan ekonomi dalam perhitungan upah buruh. Dengan alasan tidak Cuma buruh yang berperan mendorong pertumbuhan ekonomi, tetapi juga pengusaha dan pemilik modal. Jadi, komponen pertumbuhan ekonomi dibagi dengan pemilik modal dan pengusaha serta buruh.
Namun, patut dicatat tidak semua provinsi menggunakan hitungan formula tersebut. Darmin menuturkan ada 8 provinsi yang menggunakan perhitungan berbeda dalam pengupahan. Hal itu dikarenakan upah minimum di provinsi tersebut masih dibawah nilai yang dianggap layak, atau belum mencapai 100% dari kebutuhan hidup layak (KHL).
Dalam aturan pemerintah, kenaikan upah juga tidak menyeluruh, tetapi secara bertahap dalam kurun waktu empat tahun. Ambil contoh, upah minimum masih 20% di bawah KHL, maka 20% dibagi 4 tahun hasilnya adalah 5% per tahun.
Jadi, formula yang diterapkan di 8 provinsi tersebut, upah minimum saat ini ditambah inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi plus 5%. Maka, dalam kurun empat tahun, upah minimum di kedelapan provinsi itu sudah sama dengan KHL.
Harus Konsisten
Kebijakan ini disambut baik pebisnis. Dengan adanya rumus kenaikan upah yang jelas, mereka bisa lebih mudah merancang rencana bisnis. Maklumlah, selama lima tahun – enam tahun terakhir, pengusaha selalu gelisah menjelang akhir tahun. Mereka harus duduk bersama dengan dewan pengupahan, pemerintah daerah, dan buruh untuk menentukan kenaikan upah di tahun selanjutnya. “Angka kenaikan yang diminta sudah tak wajar. Itu sebabnya banyak pengusaha yang walk out,” tutur Sanny Iskandar, Ketua Himpunan Kawasan Industri (HKI).
Penetapan kenaikan upah selama ini di mata pebisnis lebih didorong oleh aksi dan tekanan politis. Besaran kenaikan kerap ditentukan oleh seberapa besar demo yang dilakukan buruh. Alhasil, besaran kenaikan upah minimum di beberapa tempat tidak terkontrol. Pada tahun 2011 dan 2012, ada daerah yang mengumumkan kenaikan upah hingga 44%.
Situasi ini kenyataannya tak menguntungkan pekerja. Banyak pengusaha yang menyiasati upah minimum yang kelewat tinggi dengan melakukan PHK pekerja tetap mereka. “Kami memakai tenaga kontrak. Kami juga tak memberlakukan standarisasi pendidikan. Kalau dulu hanya lulusan SMA yang bisa kerja di pabrik, kini lulusan SD pun kami terima. Yang penting punya keahlian seperti menjahit,” tutur seorang manajer perusahaan garmen di daerah Bogor.
Ketua Dewan Pembina Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Harijanto mengatakan, penyerapan tenaga kerja selama lima tahun terakhir memang menciut. Menurut data Aprisindo, per akhir 2014 lalu untuk setiap 1% pertumbuhan ekonomi, hanya ada penambahan lapangan kerja baru untuk 160.000 pekerja. Angka itu jauh di bawah formula ideal, yaitu setiap 1% pertumbuhan ekonomi menyerap 400.000 pekerja.
Menurut Harijanto, pengupahan sejatinya merupakan kebutuhan pemerintah terkait dengan ketersediaan lapangan pekerjaan. Bila kenaikan upah tidak pasti, tentu investor enggan masuk. Apalagi, investor di sektor padat karya. Dalam industri padat karya, upah menyumbang 25% dari total biaya.
Memang, penentuan rumus perhitungan upah minimum ini tidak akan membawa dampak seketika. Namun paling tidak, investor yang sudah memiliki tanah bisa lebih gesit merealisasikan rencananya. “Yang juga harus diperhatikan pemerintah, adalah masalah keamanan dalam bekerja,” kata Harijanto.
Sanny berharap pemerintah konsisten dengan rumus upah minimum ini, dan tak goyah oleh aksi buruh. Menurut dia, tekanan demonstrasi sangat besar di beberapa daerah seperti di Bekasi dan Karawang. Saat ini upah minimum di Karawang senilai Rp 2,9 juta lebih tinggi daripada angka di Jakarta, yaitu Rp 2,7 juta. “Ini jelas mengacaukan struktur,” katanya.
PP Pengupahan ini bakal di sertai tujuh peraturan menteri ketenagakerjaan. Masing-masing memuat formula perhitungan upah minimum, penetapan upah minimum provinsi/kota, penetapan minimum standar, struktur skala upah, tentang tunjangan hari raya, uang service, dan KHL.
Pemerintah juga menjanjikan program pembangunan rumah dan rumah susun untuk pekerja atau buruh. Program tersebut didukung kebijakan pembiayaan perumahan murah melalui program Satu Juta Rumah.
Sumber: Kontan
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak

Tinggalkan komentar