JAKARTA. Pelambatan ekonomi membuat laju utang luar negeri (ULN) menurun. Data terbaru Bank Indonesia (BI) menunjukkan, total utang luar negeri pada akhir Agustus 2015 adalah US$ 303,2 miliar, sedikit lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya sebesar US$ 303,9 miliar.
Dengan begitu, posisi ULN pada Agustus 2015 turun US$ 0,7 miliar dibandingkan Juli 2015. Penurunan ini disebabkan oleh penurunan utang sektor publik maupun swasta. Utang luar negeri sektor publik turun US$ 0,5 miliar, terutama karena turunnya utang pemerintah. Sementara utang sektor swasta turun US$ 0,1 miliar, terutama disebabkan turunnya ULN perbankan.
Dengan posisi itu maka pangsa ULN pada Agustus 2015 turun US$ 0,7 miliar dibandingkan Juli 2015. Penurunan ini disebabkan oleh penurunan utang sektor publik turun US$ 0,5 miliar, terutama karena turunnya utang pemerintah. Sementara utang sektor swasta turun US$ 0,1 miliar, terutama disebabkan turunnya ULN perbankan.
Dengan posisi itu maka pangsa ULN sektor swasta 55,8% atau sebesar US$ 169,3 miliar. Jumlah itu lebih besar dari ULN sektor publik yang sebesar 44,2% atau US$ 134,0 miliar. ULN swasta sampai akhir Agustus 2015 terkonsentrasi di sektor keuangan, industri pengolahan, pertambangan, serta listrik, gas, dan air bersih dengan porsi 76,2%.
Secara tahunan, pertumbuhan ULN di sektor keuangan dan industri pengolahan melambat. Demikian juga di sektor pertambangan masih terkontraksi dari US$ 25,98 miliar pada 2014 menjadi US$ 25,57 pada Agustus 2015.
BI juga mencatat rasio utang terhadap ekspor atau debt to export ratio naik dari 146,37% pada kuartal I menjadi 152,87% pada kuartal II. Sementara rasio pembayaran utang atau debt service ratio (DSR) tahunan tier I turun dari 23,45% ke 23,15%, dan tier II naik dari 51,33% menjadi 52,09%.
BI menilai, perkembangan ULN Agustus 2015 masih cukup sehat. Namun ada risiko posisi ULN terhadap perekonomian, sehingga masih perlu diwaspadai.
Ekonomi BII Juniman bilang, turunnya ULN sektor publik merupakan dampak dari kebijakan pemerintah mengurangi ketergantungan utang valas. Dia mencontohkan banyaknya menerbitkan surat berharga negara (SUN) rupiah. Bahkan tahun ini pemerintah membatasi porsi SBN valas maksimal 25%.
Beberapa faktor juga mempengaruhi perlambatan ULN swasta. Antara lain, perlambatan ekonomi domestik yang membuat korporasi menahan ekspansi. Juga kondisi ekonomi global yang tidak menentu. “Pelemahan rupiah juga mempengaruhi minat korporasi menambah utang, mereka takut rugi kurs,” kata Juniman.
Selain itu aturan ketat dalam melakukan pinjaman luar negeri dan ketentuan lindung nilai (hedging) juga menjadi penyebab. Juniman memproyeksikan posisi ULN September 2015 akan kembali turun karena kondisi ekonomi global. Penurunannya tidak besar karena banyaknya kebutuhan pembiayaan di September, terutama untuk membiayai utang jatuh tempo.
Sumber: KONTAN
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak

Tinggalkan komentar