Jakarta. Program-program infrastruktur prioritas pemerintah dikhawatirkan bisa mandek, menyusul aksi Dewan Perwakilan Rakyat yang membekukan penyertaan modal Negara (PMN) ke Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di tahun 2016.
Padahal, dengan total penyertaan Negara sebesar Rp 40,4 triliun, dana itu diharapkan bisa menghasilkan efek gulir yang cukup besar bagi perekonomian nasional yang ditargetkan tumbuh 5,3% di tahun depan.
Apalagi, tantangan ekonomi masih menghadang di tahun depan. Ekonomi Eropa, Amerika Serikat, China hingga Jepang yang masih belum sembuh menjadi hambatan ekonomi yang tak bisa diabaikan. Mengingat, performa ekspor baik itu komoditas maupun non komoditas masih bergantung ke Negara-negara itu.
Harapan tentu bergantung dari dalam negeri. Utamanya dari belanja pemerintah, belanja kementerian, perusahaan Negara hingga dana desa.
Namun, melihat rekam jejaknya, dana-dana yang diharapkan penyerapannya bisa bergulir cepat nyatanya belum sesuai harapan. Realisasi penggunaan dana desa semisal, baru 80% atau Rp 16,6 triliun. Adapun transfer daerah 78,53% atau Rp 505,6 triliun.
Adapun realisasi PMN juga minim: hanya Rp 17,5 triliun dari pagu Rp 43,27 triliun. Ini pula yang membuat parlemen meminta pembekuan dana PMN lantaran jeleknya performa penyerapan PMN.
Direktur Institute for Development Of Economic And Finance (Indef) Enny Srihartati menilai, wajar jika DPR menahan PMN. Toh, berkaca tahun ini, realisasi penyerapan PMN BUMN masih sangat rendah. Lambatnya pencairan akibat birokrasi menjadi salah satu sebab. Pasalnya, tiap PMN untuk BUMN harus berdasarkan keputusan presiden. Alhasil, “Dampaknya bagi ekonomi dan masyarakat juga belum terlihat,” kata Enny.
Penundaan PMN tak pelak akan mengganggu belanja perusahaan Negara. Salah satunya pembangunan transmisi dan pembangkit listrik oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) lantaran jatah PMN PLN Rp 10 triliun ikut beku bersama puluhan BUMN lain.
Direktur Utama PLN, Sofyan Basir mengatakan, PMN PLN bersumber dari dana pengurangan subsidi yang dilakukan PLN 2016 yang segede Rp 30 triliun. “Selayaknya, PLN mendapatkan hak paling utama untuk mendapatkan PMN,” ujar Sofyan, kepada KONTAN, Sabtu (31/10).
Namun, apa mau dikata, jika DPR tidak kunjung menyetujui PMN, PLN putar haluan dengan mencari pinjaman dari bank dalam negeri agar bisa melanjutkan program pembangunan transmisi dan pembangkit listrik bagi masyarakat di daerah terluar.
Selain listrik, proyek infrastruktur lain seperti perumahan murah, dan pembiayaan ekspor juga akan terganggu. “Program pembangunan pemerintah akan terganggu,” tandas Mohammad Faisal, Ekonom Core Indonesia.
Namun, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro meyakinkan, PMN hanya merupakan tambahan modal, bukan belanja BUMN. Makanya, ia yakin, pembekuan PMN tidak akan mengganggu kinerja BUMN. “BUMN bukan merupakan perusahaan yang mau bangkrut, atau kesulitan keuangan, jadi, mereka tetap harus bisa menjalankan tugasnya,” tandas Bambang, akhir pekan lalu (30/11).
Apalagi, kata Bambang, pemerintah akan segera mendorong perusahaan Negara melakukan revaluasi aset. Dengan begitu, aset BUMN akan naik sehingga bisa jadi modal untuk mengajukan pinjaman lebih besar ke bank. Kedua, pemerintah juga akan segera mengajukan usulan APBN Perubahan 2016 ke DPR agar dana PMN segera bisa cair.
Sumber: Kontan
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak

Tinggalkan komentar