Isu Pasokan Terus Menggerus Harga

21JAKARTA. Kenaikan stok minyak Amerika Serikat (AS) yang lebih rendah dari kenaikan pekan sebelumnya hanya mampu membawa harga naik tipis. Komoditas energi ini juga tengah menghadapi ancaman banjir pasokan dari Iran, setelah sanksi ekonomi dicabut.

Mengutip Bloomberg, Jumat (6/11) pukul 15.28 WIB harga minyak kontrak pengiriman Desember 2015 di bursa New York Merchantile Exchange naik 0,4% dari sehari sebelumnya menjadi US$ 45,4 per barel. Sedangkan selama sepekan terakhir, harga minyak turun 2,6%.

Data cadangan minyak AS pada pekan yang berakhir 30 Oktober 2015 naik 2,8 juta barel atau lebih kecil dari kenaikan pekan sebelumnya sebesar 3,4 juta barel. Namun, kenaikan ini masih lebih tinggi dari proyeksi analis sebesar 2,5 juta barel.

“Pasar masih khawatir dengan pasokan minyak dunia yang saat ini masih melimpah,” ujar Deddy Yusuf Siregar, Research and Analyst PT Fortis Asia Futures. Kenaikan harga akhir pekan ini dinilai hanya sentimen sesaat yang tak mengubah tren bearish.

Berdasarkan data International Energy Agency (IEA), produksi minyak global pada akhir semester pertama tahun ini sebesar 95,7 juta barel per hari. Sedangkan konsumsi rata-rata hanya 93,8 juta barel per hari.

Pasokan juga berpotensi terus meningkat. Maklum, negara-negara pengekspor minyak yang tergabung dalam OPEC belum setuju untuk memangkas produksi. Apalagi, pasar bakal mendapat tambahan pasokan lagi setelah sanksi Iran dicabut.

Berdasarkan catatan Bloomberg, negara yang bergantung pada minyak memiliki sejarah pemulihan cukup cepat setelah adanya gangguan. Di tahun 2013, Venezuela mampu meningkatkan produksi menjadi 2 juta barel per hari dalam waktu 4 bulan, meski ada kerusakan peralatan akibat upaya kudeta terhadap Presiden Hugo Chavez.

Selanjutnya tahun 2011, perang saudara di Libia menyebabkan produksi minyak terhenti. Pasar memperkirakan, negara tersebut mampu meningkatkan kembali produksi menjadi 2 juta barel dalam waktu 18 bulan. Kenyataannya, Libia mampu memproduksi lebih dari 2 juta barel dalam waktu enam bulan.

“Belum lagi dari Rusia juga melaporkan bahwa produksi minyak mentah negara tersebut mencapai rekor tertinggi menjadi 10,78 juta barel per hari,” papar Deddy. Rusia juga menolak memangkas produksi minyak. Hingga akhir tahun, Deddy memprediksi, harga minyak akan bergerak pada rentang US$ 40 – US$ 50 per barel.

Pengeboran minyak AS

Aksi bargain hunting mewarnai pergerakan harga minyak kemarin setelah penurunan harga akibat kenaikan pasokan pada perdagangan Kamis (5/11). Faisyal, Research and Analyst PT Monex Investindo Futures, mengatakan, prospek jangka panjang minyak tetap bearish.

Sentiment positif yang dapat mendukung pergerakan harga dalam jangka pendek adalah pengumuman jumlah rig pengeboran minyak AS dari lembaga Baker Hughes. Jumlah pengeboran minyak di AS sudah berkurang cukup tajam.

Data rig AS selama 16 pekan terakhir terus menurun hingga menjadi 578 rig atau terendah sejak Juni 2010. “Jumat malam Baker Hughes akan merilis jumlah rig AS pekan ini yang kemungkinan kembali berkurang. Produksi minyak AS dan Libia juga sedang dalam gangguan,” ujar Faisyal.

Namun demikian, dalam sepekan ke depan Faisyal melihat, harga minyak masih tertekan. Pernyataan The Fed terkait potensi kenaikan suku bunga akhir tahun masih membayangi harga minyak. Pasalnya, pernyataan The Fed membuat nilai tukar dollar AS melambung dan menekan minyak.

Data non-farm payroll (NFP) AS yang diumumkan Jumat malam (6/11) diprediksi naik sebesar 181.000 dibandingkan sebelumnya 142.000. Jika data sesuai prediksi, maka dollar AS semakin menguat.

Secara teknikal, Deddy melihat harga minyak bergulir di bawah moving average (MA) 50, MA100 dan MA200. Indikator relative strength index (RSI) masih bergerak di level 48 sehingga belum mendukung kenaikan. Demikian juga dengan stochastic yang berada di level 22 dan moving average convergence divergence (MACD) minus 0,37.

Jika data NFP AS menunjukkan kenaikan, Deddy menduga harga minyak sepekan ke depan akan melemah dan bergerak di kisaran US$ 41,00-US$ 47,40 per barel. Sementara Faisyal menduga minyak akan melemah dan bergerak pada rentang US$ 44,3 – US$ 47 per barel.

 

Sumber: Kontan

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar