Pada 13 Desember 2013 silam, publik dikejutkan dengan tutupnya toko musik Aquarius Mahakam, Jakarta. Sebelumnya, toko kaset legendaris yang berdiri sejak 1979 itu menutup beberapa gerainya di Surabaya, Bandung, dan Pondok Indah, Jakarta.
Meski tak begitu mengejutkan, para penikmat musik di tanah air, khususnya di Jakarta, tetap merasa kehilangan dengan penutupan Aquarius Mahakam. Maklum, Aquarius Mahakam memiliki catatan sejarah panjang di perjalanan industri musik Indonesia. Aquarius Mahakam bisa dibilang menjadi salah satu objek wisata bagi para pecinta musik Indonesia yang memburu rilis fisik dari musisi idolanya, baik dari dalam maupun luar negeri.
Kini, kabar duka data dari toko musik tertua lainnya, Disc Tarra, yang juga menjadi saksi bisu sejarah musik nasional. Sedikitnya 40 gerai toko musik Disc Tarra di seluruh Indonesia direncanakan tutup pada akkhir 2015. Penyebabnya, pendapatan Disc Tarra melalui Penjualan CD, VCD, dan DVD terus menurun selama lima tahun terakhir.
Padahal, ritel toko musik terbesar di Indonesia ini pada masa puncaknya pernah memiliki lebih dari 100 gerai yang tersebar di berbagai kota. Salah satu gerai yang bakal ditutup adalah Disc Tarra kota Casablanca Mall, Jalan Casablanca Raya, Jakarta Selatan.
Saat Tabloid KONTAN menyambangi toko musik yang terletak di lantai dua, Kamis (19/11), jumlah koleksi kaset dan CD berkurang drastis. Ini terlihat dari sedikitnya kaset yang dipajang di etalase. Bahkan, sebagian sudah dikemas dalam beberapa kardus besar yang teronggok di sudut toko.
Kabar penutupan ini semakin santer manakala Disc Tarra menggelar diskon besar-besaran. Mereka memberikan diskon 50%-70% untuk produk kaset CD, VCD, dan DVD musik maupun film. “Hanya menghabiskan stok sampai akhir tahun,” kilah salah satu karyawan Disc Tarra kota Casablanca, yang meminta namanya tidak disebutkan.
Berdasarkan penuturan karyawan tersebut, biasanya jumlah koleksi kaset mencapai 8.000-10.000 keping. Penutupan ini agak kronik karena Disc Tarra kota Casablanca baru beroperasi setahun lalu tapi usianya hanya akan bertahan hingga akhir tahun ini.
Beralih ke digital
Sampai artikel ini diturunkan, manajemen pusat Disc Tarra di Jalan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, belum memberikan keterangan terkait isu penutupan 40 gerai ini. Semua urusan yang berhubungan dengan media ditangani oleh Evi Katarina, bagian legal Disc Tarra. “Maaf, Ibu Evi sedang meeting, jadi belum bisa memberikan keterangan,” dalih seorang karyawan Disc Tarra Kebon Jeruk.
Sebelumnya, Miranty Paramitha, A&R International Disc Tarra, kepada Rolling Stone mengatakan, pengumuman soal penutupan belum disampaikan secara resmi. Tapi dia membenarkan ada rencana penutupan 40 gerai dan hanya menyisakan delapan toko musik di Jakarta. “Turun drastis banget (pendapatannya). Sejak 2010 sebarnya Penjualan CD sudah mulai turun, tapi saat itu memang belum drastis,” ujar Miranty. Rencananya, Disc Tarra akan beralih ke arah digital dengan sistem daring.
Memang, menurunnya tradisi membeli album rilisan fisik, pengunduhan musik secara illegal dan berubahnya pola konsumsi musik ke platform digital atau streaming beberapa tahun terakhir ini berdampak terhadap bisnis yang dijalankan toko-toko musik.
Tak pelak, kabar duka serupa pun berhembus dari Duta Suara Musik, yang juga sezaman dengan Aquarius dan Disc Tarra. Dua gerai mereka yang berlokasi di pusat perbelanjaan mewah, Mall Kelapa Gading dan Mall Taman Anggrek, akan segera ditutup pada 14 Desember mendatang.
Heri, penanggung jawab merchandise Duta Suara Musik, Jalan H. Agus Salim, Sabang, Jakarta Pusat, membenarkan rencana penutupan dua toko tersebut. “Tapi yang di Jalan Sabang tetap buka karena memang pusatnya di situ,” ujar dia.
Sebelum menutup dua gerainya pada Desember nanti, dua suara musik, yang kali pertama beroperasi pada 1970, sudah menutup gerai-gerai lain di tahun ini pula, yakni di Jakarta dan bandung. Terbaru, yang berlokasi di Plaza Senayan, Jakarta, pada Oktober lalu. Pada awalnya, Duta Suara Musik memiliki 16 cabang toko musik yang tersebar di sejumlah kota. Tapi, satu per satu gulung tikar akibat kalah bersaing.
Anton, pemilik pola Disc yang terletak di Blok M Plaza, Jalan Bulungan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pun sudah mengemas barang-barang karena tokonya hanya buka sampai pengunjung tahun nanti. “Bisnis semakin berat, mungkin sudah bukan zamannya lagi, yah. Sekarang era digital,” ujarnya mencoba realistis. Pola Disc yang mulai buka sejak 1990 itu sama-sama tak berdaya mengimbangi derasnya perkembangan teknologi yang turut menjalan ke industri musik.
Sebelum menutup toko, Anton menuturkan, untuk menekan kerugian akibat Penjualan yang anjlok, karyawan pun sampai dipangkas, dari semula mempekerjakan empat menjadi satu orang. “Belum ada rencana buka usaha lagi. Mau istirahat saja dulu. Lagi pula masih sibuk dengan persiapan penutupan toko,” imbuhnya.
Sekarang, tinggal Musik Plus yang masih sekuat tenaga mempertahankan bisnis toko musiknya meski menghadapi masalah yang sama. “Tidak ada rencana penutupan toko,” ungkap Jonny, Manager Operasional Musik Plus Sarinah. Sampai saat ini, Musik Plus memiliki toko di Mall Taman Anggrek, Mall Kelapa Gading, Mall Sumarecon Bekasi, dan pusatnya di Sarinah Department Store. “Secara umum, Penjualan memang turun sampai 20%. Tapi untuk Musik Plus sarinah, penjualannya masih stabil dan bisa mencapai target,” paparnya tanpa menyebut jumlah omzet.
Agaknya, Musik Plus cukup beruntung karena masih banyak pelanggan setia dan kolektor yang kerap berburu kaset dan CD di toko musik tersebut. Jonny menambahkan, Penjualan kaset dan CD fisik juga sedikit tertolong karena Musik Plus sudah memiliki sistem Penjualan daring.
Ya, toko musik kian tersengal di era digital dan mungkin cuma kenangan yang akan tinggal.
Sumber: KONTAN
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak

Tinggalkan komentar