Realisasi Deregulasi Minim, Paket Kebijakan Ditunda

indexRealisasi deregulasi paket kebijakan pertama hingga keenam baru 70%

JAKARTA. Pemerintah akhirnya sepakat menunda rencana peluncuran paket kebijakan ekonomi ketujuh pada pekan ini. Alasannya, penyelesaian deregulasi dalam paket kebijakan ekonomi pertama hingga keenam belum sepenuhnya terlaksana.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, hingga saat ini, realisasi dari semua paket kebijakan yang sudah diumumkan baru sekitar 70% saja. Beberapa kementerian pun dinilai lambat merealisasikan aturan. Yakni, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Pertanian.

Dalam evaluasi yang telah dilakukan pemerintah, dari paket kebijakan tahap pertama hingga keenam, mayoritas paket kebijakan yang belum keluar ada pada paket kebijakan pertama. Paket kebijakan yang diluncurkan pada 9 September 2015 lalu berisi 134 peraturan yang semula akan direvisi atau dideregulasi.

Adapun 134 peraturan tersebut terdiri dari 17 peraturan pemerintah (PP), 11 peraturan presiden (Perpres), 2 instruksi presiden (Inpres), 96 peraturan menteri (Permen), dan 8 aturan lainnya. Hal berbeda justru terjadi pada paket kebijakan keenam telah selesai seluruhnya.

Untuk mengatasi masalah ini, Darmin tengah melakukan pembahasan deregulasi dengan empat kementerian yang bermasalah tersebut. “Lebih banyak masalah di bidang mereka sendiri dan evaluasinya sudah jalan seminggu lalu. Perkiraannya, akan selesai dalam satu minggu ini,” tambah Darmin.

Menurut Darmin, masalah di Kementerian Pertanian saat ini sudah hampir selesai. Lantaran Darmin telah bertemu dengan Menteri Pertanian Amran Sulaiman. Tapi Darmin masih harus menunggu hingga deregulasi di Kemtan benar-benar diselesaikan.

Ke depan, Darmin masih akan berkoordinasi dengan tiga kementerian lainnya guna menyelesaikan beberapa aturan yang belum rampung. Mantan Dirjen Pajak tersebut menargetkan, kendala yang ada bisa terselesaikan dalam pekan ini. Sehingga paket kebijakan ketujuh dapat diluncurkan pada pekan depan.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati setuju dengan langkah pemerintha untuk mengevaluasi paket-paket kebijakan yang telah diterbitkan. Sebab, ada keterkaitan dari setiap paket kebijakan. Sehingga evaluasi tersebut dapat mempercepat perencanaan kebijakan ekonomi lainnya untuk segera diluncurkan.

Enny mencontohkan, kebijakan pemberian diskon pajak atas devisa hasil ekspor (DHE) yang disimpan dalam bentuk deposito di bank domestik. Hingga kini aturan tersebut belum juga diimplementasikan.

 

Fokus ke pajak

Sebelumnya, Darmin mengatakan, fokus deregulasi paket kebijakan ekonomi ketujuh berisi seputar pajak. Dikabarkan pula bahwa pemerintah akan memberikan insentif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 yang menyasar orang pribadi karyawan yang bekerja di sektor industri padat karya, khususnya garmen dan alas kaki.

Sekretaris Menteri Koordinator Perekonomian Lukita Dinarsyah Tuwo mengungkapkan, paket kebijakan teranyar tersebut akan fokus pada tiga hal. Yaitu, insentif pajak, logistik, dan dana desa. Adapun insentif pajak berupa kebijakan tax allowance yang fokus pada sektor padat karya. Alasannya, kebijakan tax allowance yang telah diluncurkan pemerintah pada paket kebijakan pertama, kedua, dan keenam, belum cukup.

Dalam paket kebijakan tahap pertama, disebutkan, pengusaha yang telah mengajukan insentif tax holiday namun ditolak, masih bisa mendapatkan insentif pajak berupa tax allowance. Sementara itu, dalam paket kebijakan tahap kedua, tax allowance diberikan bagi perusahaan yang berada di kawasan ekonomi khusus (KEK) dan kawasan berikat.

Sedangkan, dalam paket kebijakan tahap keenam, pemerintah memberikan insentif berupa kebijakan tax allowance bagi perusahaan yang berada di dalam Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Salah satunya adalah pengurangan penghasilan kena PPh sebesar 30% selama enam tahun, serta amortisasi yang dipercepat. Selain itu, fasilitas ini memperhitungkan pengenaan PPh atas dividen sebesar 10%, dan kompensasi kerugian mulai dari 5 hingga 10 tahun.

“Sekarang (dalam paket kebijakan ketujuh) ada tambahan cakupan industrinya. Waktunya tetap, besarannya juga tetap,” kata Lukita.

Sementara itu, Enny menilai positif pemberian insentif bagi sektor padat karya yang akan tertuang dalam paket kebijakan ketujuh nanti. Sebab, sektor padat karya merupakan sektor terbesar penyerap tenaga kerja.

Meski demikian, pemberian insentif berupa tax allowance dinilai Enny kurang tepat. Selama ini industri padat karya terbebani dengan upah karyawan yang tinggi. Oleh karena itu, lanjut Enny, lebih baik pemerintah membuat program yang dapat meningkatkan produktivitas pekerja sehingga perusahaan tidak mengalami kerugian dengan beban upah karyawan tersebut.

 

Sumber: KONTAN

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar