PROGRAM hilirisasi sumber daya mineral seolah-olah terlupakan. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Perindustrian masih bergulat di urusan regulasi. Jadi tak heran bila proyek ini berjalan sangat lambat.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengakui, bahwa sampai saat ini pihaknya masih membahas roadmap smelter dengan Kementerian Perindustrian. Sebabnya, produksi hasil olahan di smelter tersebut nantinya harus terserap pasar, di sinilah peran Kementerian Perindustrian menjabarkan kebutuhan industri hilir.
“Kalau komoditas yang sangat penting akan dibahas dengan Kementerian Perindustrian. Tapi, kita bisa lihat yang sangat dibutuhkan itu ada nikel, tembaga, besi, dan bauksit. Itu yang kita akan utamakan roadmap-nya seperti apa,” katanya dia, di Hotel Shangri La, Jakarta, Rabu (16/12).
Sementara itu, mengenai ketersediaan pasokan bijih, Bambang mengungkapkan saat ini ego masing-masing daerah masih menjadi kendala. Alasannya, masih ada kepala daerah yang bersikeras meminta agar bijih mineral tidak dijual ke luar.
Menurutnya, ada ketakutan penerimaan bagi daerahnya tidak akan optimal jika hasil tambangnya dikirim ke daerah lain. “Jadi, mereka meminta smelter harus dibangun di tempatnya dan (bijih) tidak boleh dikirim ke daerah lain,” ujarnya.
Oleh karena itu, Bambang menilai harus ada kebijakan baru dari pemerintah untuk bisa mendeteksi asal mineral mentah tersebut, sehingga daerah penghasil bisa mendapatkan haknya secara optimal. Sebagai tindak lanjutnya, Kementerian ESDM tahun depan akan mengundang para kepala daerah untuk membicarakan masalah tersebut.
“Kami akan menyosialisasikan ke pemerintah daerah bahwa pembangunan smelter itu tidak harus tiap perusahaan atau di tiap daerah, karena akan berdampak pada efisiensi, keekonomian, dan sebagainya,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua Indonesian Smelter & Mineral Processing Association (ISPA) Sukhyar menyebut, jaminan pasokan bijih ini justru sangat penting dalam kelangsungan industri smelter.
“Jadi, memang harus ada harmonisasi kebijakan antara Kementerian ESDM dengan Kementerian Perindustrian untuk menjaga pasokan agar tak terputus dari hulu,” ujar pejabat Dirjen Minerba era Presiden Susilo Bambang Yudhoyini ini.
Dia juga meminta program hilirisasi dipertahankan. Pasalnya, pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri, selain memberikan nilai tambah produk, juga memiliki multiplier effect yang luas.
Sayangnya, pembangunan smelter saat ini berjalan dengan lambat. Untuk tahun ini, hanya ada enam smelter nikel baru yang akan beroperasi dengan total kapasitas produksi sebanyak 524.000 ton. Padahal sebelumnya, ada 12 smelter nikel baru yang diharapkan bisa selesai pembangunannya tahun ini dengan total kapasitas pengolahan bijih mencapai 6,47 juta ton.
Adapun untuk komoditas bauksit serta timbal dan seng, kata Sukhyar, tidak ada smelter baru yang berhasil dibangun tahun ini.
Sumber: KONTAN
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar