Menakar Faktor The Fed

Untuk menyiapkan pendanaan di tahun yang baru ini pemerintah tak hanya dipusingkan oleh realisasi penerimaan pajak tahun silam. Ada juga kendala dari luar ngeri yang membuat perhitungan pemerintah dalam mencari utang lebih pelik lagi.

Faktor eksternal itu adalah kebijakan moneter terbaru bank sentral Amerika Serikat. Seperti kita ketahui, dalam sidang Federal Open Market Committee (FOMC) yang berlangsung di pertengahan Desember kemarin, Federal Reserves alias The Fed telah memutuskan kenaikan Fed Fund Rate yang merupakan bunga acuan di AS sebesar 25 basis poin (bps)

The Fed menyatakan, kenaikan bunga itu merupakan awal dari siklus pengetatan moneter. Dengan kata lain, The Fed akan kembali menaikkan FFR, tidak hanya sekali, tetapi hingga beberapa kali di sepanjang tahun 2016. “Kemudian Fed Fund akan dinaikkan sampai 3,75%,” kata Wahyu.

Nah jika bunga acuan di AS naik, mau tak mau pemerintah Indonesia harus mengerek imbal hasil SBN lebih tinggi lagi agar investor asing tetap berminat memutarkan uangnya di instrument berlogo Garuda. Catatan saja, yield Surat Utang Negara (SUN) bertenor 10 tahun saat ini sebesar 8,8%.

Dengan kenaikan FFR, yield semua jenis Surat beharga Negara (SBN) akan terkerek naik. Dengan kata lain, Cost of fund atau biaya utang yang harus ditanggung pemerintah bakal lebih besar. Menurut Bond Analyst di Maybank Indonesia Anup Kamar, kenaikan FFR sebesar 50 bps hingga 75 bps, akan mengerek yield SUN berdenominasi dollar AS sekitar 50 ps hingga 75 bps.

Schneider Siahaan, Direktur Strategi dan Portofolio Utang DIrektorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menuturkan, kenaikan bunga acuan di AS sudah masuk sebagai variable dalam perhitungan target utang yan bakal ditarik pemerintah di tahun 2016. Cuma, ia mengakui, kenaikan suku bunga bertahap yang bakal dilakukan The Fed menuntut pemerintah memperbesar porsi frontloading dari porsi awal sebesar 61%.

Memperbesar kepemilikan investor lokal di SBN juga bisa menjadi jurus yang jitu untuk menghindar dari kemungkinan memburuknya peringkat surat utang terbitan Indonesia. Menurut Fithra Faisal Hastiady, pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia (UI), lembaga pemeringkat utang di seluruh dunia kemungkinan besar mengkaji kembali dan merilis profil risiko setiap negara setelah The Fed menaikkan bunga acuan di AS pada semester I 2016.

Saat itu terjadi, kalau indikator makro Indonesia memburuk, sangat mungkin peringkat utang Indonesia diturunkan. “Makanya penting agar realisasi pajak bisa mencapai dia atas 80%,” kata Fithra. Nah, lagi-lagi soal realisasi pajak.

Sumber: KONTAN

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar