
JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menarik areal tambang batubara seluas 15.130 hektare dari perusahaan batubara. Penarikan lahan in merupakan hasil penandatanganan amendemen Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) di 12 perusahaan.
Amendemen tersebut sudah diteken pada pertengahan Desember 2015 kemarin. Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Adhi Wibowo menyebut penciutan lahan ini merupakan perintah Undang-Undang No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).
Di sisi lain, perusahaan tambang batubara saat ini juga tengah kesulitan dalam menjalankan bisnis akibat harga jual batubara yang terus longsor tiga tahun terakhir. Harga batubara yang makin murah sementara ongkos produksi tetap mahal, membuat margin pendapatan mereka kian tipis.
Bahkan sebagian sudah mengaku tekor. Kondisi inilah yang membuat pengusaha tambang pilih mengembalikan wilayah konsesi yang mereka miliki kepada negara.
“Kemungkinan (lahan yang akan diserahkan kepada negara) bisa lebih luas dari 15.000 hektare,” terang Adhi.
Sebab angka penyerahan lahan ini juga masih berdasarkan rencana kerja tahun ini yang disampaikan perusahaan tambang batubara. Selanjutnya, wilayah tambang yang telah diserahkan kepada negara ini akan kembali dilelang untuk membuka kesempatan kepada perusahaan lain.
Namun Adhi belum bisa memberikan perincian kapan lelang lahan batubara ini akan dilakukan. Soalnya hingga kini, pihaknya belum mengetahui besaran cadangan tambang yang tersisa dari hasil pengurangan wilayah tambang tersebut.
“Penciutan wilayah yang kemarin juga, tidak ada hasil eksplorasinya. Makanya jika dilelang pasti tidak ada yang minat,” tandasnya.
Penertiban izin Selain itu, tahun ini pemerintah juga terus menertibkan izin tambang batubara yang masih tumpang tindih. Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) 43/2015 tentang Tata Cara Evaluasi Penerbitan Izin Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Beleid penertiban tambang yang ditandatangani oleh Menteri ESDM Sudirman Said pada 30 Desember 2015, itu memuat sejumlah aturan main mengenai evaluasi menyeluruh terhadap pemegang IUP.
Termasuk sanksi terberat berupa pencabutan IUP. Berdasarkan aturan tersebut, gubernur bertugas untuk mengevaluasi IUP yang belum berstatus clean and clear (CnC). Fungsi gubernur ini merujuk pada Undang-Undang 23/2015 tentang Pemerintah Daerah (UU Pemda).
“Peraturan ini merupakan turunan regulasi yang ada, nanti setelah 90 hari IUP non CnC akan selesai,” kata Bambang Gatot, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Selasa (12/1).
Kini pemerintah pusat menunggu aksi gubernur untuk menertibkan tambang.
Sumber: Kontan
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar