Data Pasokan Beras Simpang Siur, Harga Beras Semakin Mencekik

Kenaikan harga beras membuat masyarakat semakin kesulitan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kondisi ini sekaligus menggambarkan kondisi produksi beras di dalam negeri yang tidak dapat memenuhi kebutuhan sendiri. Impor beras yang dilakukan Perum Bulog pun semakin memperjelas produksi beras yang tidak seperti klaim di atas kertas oleh pemerintah.

Sebagai gambaran, saat ini, harga beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) tercatat mulai dari Rp 8.500 per kg hingga Rp 13.500 per kg. Kementerian Perdagangan (Kemdag) juga merilis harga beras medium di Jakarta rata-rata Rp 10.650 per kg dan secara nasional Rp 10.880 per kg. Harga beras bertahan tinggi sudah terjadi sejak akhir tahun 2015 lalu.

Kondisi ini tentu saja memberatkan masyarakat. Meskipun demikian, Kementrian Pertanian (Kemtan) seolah abai dengan fakta ini. Kemtan malah mengklaim produksi beras melimpah dengan berpatokan pada data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat ada surplus sebesar 10,25 juta ton.

Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kemtan Suwandi, mengatakan, berdasarkan Angka Ramalan-II (ARAM-II) 2015, produksi padi 74,99 juta ton gabah kering giling (GKG) atau naik 5,84% dari produksi tahun 2014.

Rinciannya , produksi gabah tersebut diperoleh beras setara 43,61 juta ton yang berarti surplus untuk memenuhi kebutuhan pangan dan non pangan sekitar 33,35 juta ton beras nasional. “Ada surplus beras sebesar 10,25 juta ton yang saat ini tersebar di produsen, penggilingan, pedangan, industri, rumah makan, restoran, konsumen dan di Bulog,” tutur Suwandi, akhir pekan lalu.

Ia bilang, saat ini, ada sebanyak 900.000 ton beras impor masih di Gudang Bulog. Kondisi ini membuktikan bahwa impor beras yang dilakukan Pemerintah benar-benar hanya sebagai cadangan nasional. Berdasarkan perkiraan Suwandi, sampai sekarang, penduduk Indonesia belum mengkonsumsi beras impor. “Kebutuhan konsumsi beras penduduk sebesar 2,6 juta ton per bulan cukup dipenuhi dari produksi dalam negeri,” bebernya.

Menurut Suwandi, ketersediaan beras Januari-Maret 2016 dipastikan melimpah mengingat pada bulan Februari 2016 akan dipanen 5 juta ton gabah setara 3,1 juta ton beras dan pada Maret 2016 akan dipanen 12,56 juta ton gabah setara 7,9 juta ton beras, sedangkan konsumsi beras penduduk hanya 2,6 juta ton per bulan.

Hanya saja, data pangan versi Kemtan ini dianggap terlalu optimistis. Badan Pusat Statistik (BPS) pernah mengklarifikasi bahwa data pangan yang diperoleh dari Kemtan terkadang terlalu besar. Karena itu, BPS akan memperbaharui sistem pengumpulan data pengan agar lebih akurat.

Data lain justru keluar dari Direktur Utama Bulog Djarot Kusumayakti. Menurutnya, sebagian besar beras impor sudah dijual ke pasar untuk memenuhi kebutuhan beras dalam negeri. Per Januari 2016, stok beras Bulog sebesar 1,4 juta ton. Dari stok tersebut, sekitar 800.000 ton berasal dari beras impor.

Djarot mengakui, saat ini sulit mendapatkan pasokan beras lokal. Per minggu, Bulog Cuma bisa menyerap 1.000 ton. Padahal dalam kondisi normal, serapan Bulog bisa mencapai 20.000 ton hingga 30.000 per hari. Karena itu, Bulog menjajaki impor beras dari Pakistan.

Sumber: Kontan

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar