Kepastian soal pejabat pimpinan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) usai sudah. Selasa (23/2) lalu, Presiden Joko Widodo resmi melantik seluruh dewan pengawas dan direksi BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan. Direksi dan dewan pengawas ini akan bekerja untuk periode 2016-2021.
Hampir semua direksi dalam BPJS Kesehatan adalah wajah baru, kecuali Fachmi Idris yang masih menjabat sebagai Direktur Utama. Tujuh direksi lain adalah Kemal Imam Santoso, Bayu Wahyudi, Maya Amiarny Rusady, Andayani Budi Lestari, Mira Anggraini, Mundiharno, dan Wahyuddin Bagenda.
Di jajaran dewan pengawas, Chairul Radjab Nasution terpilih sebagai ketua. Adapun anggota dewan pengawas BPJS Kesehatan terdiri dari Sri Hartati, Michael Johanis Latuwael, Roni Febrianto, Misbahul Munir, La Tunreng, dan Karun.
Kalau melihat pekerjaan rumah yang terhampar, nama- nama di atas sesungguhnya menghadapi tugas yang berat. Dua tahun sudah beroperasi, meski manfaatnya sudah banyak dirasakan masyarakat luas, penyelenggaraan system jaminan kesehatan nasional (JKN) ini bukan tanpa masalah di sana-sini.
Masalah yang muncul mulai administrasi pelayanan yang masih jauh dari memuaskan sampai persoalan mendasar, yaitu ketidakseimbangan atau mismatch antara pemasukan iuran peserta JKN dengan nilai klaim yang dibayar.
Menurut Irfan Humaidi, Kepala Departemen Komunikasi BPJS Kesehatan, pendapatan iuran yang belum diaudit per 31 Desember 2015 sebesar Rp 53,9 triliun. Angka tersebut belum sebanding dengan biaya manfaat atau klaim yang telah dibayar BPJS Kesehatan yang mencapai Rp 57 triliun. Artinya, BPJS Kesehatan memikul defisit sebesar Rp 3,1 triliun. Defisit ini lebih tinggi dari perkiraan awal yang sebesar Rp 1,5 triliun.
Makanya, tahun ini BPJS Kesehatan beupaya menaikkan pendapatan iuran. BPJS menargetkan dapat menghimpun iuran sebesar Rp 68 triliun di 2016, atau meningkat 26% dibanding tahun lalu. Hanya saja, BPJS Kesehatan belum memperkirakan berapa biaya manfaat atau klaim yang akan dibayarkan sehingga belum ada prediksi berapa mismatch tahun ini.
Untuk mendongkrak iuran, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) telah mengusulkan iuran bagi peserta penerima bantuan iuran (PBI) dan mandiri. Cuma, hingga kini belum ada keputusan soal kenaikan iuran. Jika tarif tak naik, bayang-bayang defisit masih akan menaungi BPJS.
Lompatan program
Jumlah pendapatan dan biaya klaim yang timpang itu membawa implikasi administratif. Banyak rumah sakit mengeluhkan lamanya pencairan klaim BPJS Kesehatan. Sebenarnya menurut Undang-Undang No. 24/2011 tentang BPJS, pembayaran tagihan maksimal 15 hari setelah klaim diajukan sudah harus ditransfer ke rumah sakit. Kalau telat, BPJS harus membayar denda 2% ke rumah sakit.
Masalahnya denda 2% tidak berarti. Soalnya, BPJS melakuan verifikasi terhadap penyedia jasa kesehatan. “Klaim kita tidak seluruhnya diterima BPJS. Jadi sama saja jatuhnya bahkan sering kurang,” ujar seorang pengelola rumah sakit yang menolak disebut identitasnya.
Cuma, ekonom Universitas Indonesia (UI) Muliadi Widjaja menilai, mismatch antara pemasukan iuran dengan biaya klaim sebagai masalah harus dicarikan solusinya. Ia menilai, rencana kenaikan premi iuran JKN tidak akan menyelesaikan masalah.
Sebab, manajemen sistem kesehatan nasional terbagi menjadi empat tahapan. Pertama, kebijakan promotif yakni mempromosikan gaya hidup sehat. Kedua, kebijakan preventif, yakni kebijakan untuk memastikan rakyat mengkonsumsi makanan yang sehat dan aman serta menghirup udara bersih. Ketiga, kebijakan kuratif seperti JKN. Dan keempat, rehabilitatif.
Menurut Muliadi, saat ini pemerintah melakuan lompatan kebijakan dengan menerapkan program kuratif nasional, tanpa program preventif dan promotif. Padahal, dua program ini biayanya jauh lebih rendah tetapi manfaatna sangat besar.
Sekarang ini, kebanyakan rakyat kita menghirup udara bertimbal dan mengonsumsi makanan tidak sehat yang berpengawet. Tidak heran, rakyat kita terjangkit berbagai penyakit. Setiap kita sakit, pengobatannya ditanggung JKN. “Sampai pemerintah memiliki program preventif dn promotif, masalah mitmatch akan terus ada,” tutur Muliadi.
Sumber: Tabloid Kontan
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar