
Kendati sempat menuai penolakan, rancangan Undang-Undang Tabungan Perumahan Rakyat, Selasa pekan lalu, mendapat pengesahan dari sidang paripurna DPR. Suara kontra terhadap aturan ini muncul karena tabungan perumahan rakyat, alias tapera, menawarkan, manfaat yang mirip dengan manfaat yang ditawarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan.
Satu lagi produk jaminan social muncul di negeri ini. Undang-Undang (UU) tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), disahkan pekan lalu. UU itu menjadi dasar hukum bagi pelaksanaan program tabungan perumahan yang wajib diikuti seluruh pekerja.
Kendati terdengar indah, program ini sempat mendapat penolakan dari para pemberi kerja yang tergabung di asosiasi pengusaha. Maklumlah, para pebisnis itu kebagian beban menanggung sebagian dari iuran yang harus disetor pekerja.
Ada juga suara skeptic dari para pekerja terhadap manfaat program ini. Maklumlah, manfaat yang ditawarkan Tapera mirip-mirip dengan manfaat yang disodorkan BPJS Ketenagakerjaan.
Untuk mengetahui lebih jauh tentang program tabungan perumahan terbaru ini, wartawan KONTAN Marshall Sautlan mewawancarai Maurin Sitorus, Direktur Jenderal Pembiayaan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), sehari sebelum UU Tapera disahkan.
Berikut petikannya :
KONTAN : Pada saat pembahasan, Apindo dan Kadin bersikap kontra terhadap pengesahan UU Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera)?
MAURIN : Sebenarnya mereka bukan menolak. Mereka hanya keberatan di iuran.
KONTAN : Banyak yang menilai juga manfaat yang ditawarkan Tapera sama dengan dari BPJS.
MAURIN : Tidak sama. Dari sudut filosofinya saja, Tapera dan BPJS sudah beda. Kalau baca peraturan pemerintahan tentang BPJS Ketenagakerjaan, kan ada istilah pengelolaan dana investasi di situ. Jadi, tujuannya bukan untuk menyediakan rumah, tapi untuk investasi. Jadi ada criteria tertentu supaya hasilnya sesuai dengan harapan mereka. Sementara tujuan dari program perumahan adalah membantu masyarakat semaksimal mungkin agar mereka dapat memiliki rumah.
KONTAN : Bukankah intinya sama, hanya berbeda di metode pendanaan?
MAURIN : Tidak sama. BPJS Ketenagakerjaan kan tidak mengembangkan program perumahan. Mereka hanya mencari investasi. Terus sasarannya juga beda. Mereka membiayai perumahan sampai Rp 500 juta, yang sudah masuk golongan menengah. Sementara Tapera untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Maka, prinsipnya gotong royong.
KONTAN : Apa ada batasan penghasilan rendah di Tapera? Atau Tapera merujuk ke upah minimum?
MAURIN : Soal ini akan diatur lebih lanjut. Ambil contoh, harga rumah untuk kelompok itu, di Jawa terkecuali kawasan Jabodetabek, Rp 116,5 juta.
KONTAN : Apa kaitan antara Tapera dengan program satu juta rumah yang digulirkan pemerintah sekarang?
MAURIN : Jadi nanti beda, diatur berdasarkan desil masyarakat Indonesia yang dibagi menjadi 10 kelompok berdasarkan desil masyarakat Indonesia yang 250 juta. Masing-masing kelompok ini dapat 25 juta per orang.
KONTAN : Apa lagi program pemerintah selain Tapera?
MAURIN : Tentu ada, jadi kalau dibagi per desil kelompok paling bawah dengan penghasilan 1,2 juta dan belanja 1,2 juta sehingga tabungannya 0, maka dia tidak akan mampu beli rumah. Kemudian, kelompok kedua, 1,8 juta dengan tabungan 0,5% dan seterusnya hingga desil empat yang penghasilannya Rp 2,6 juta sebulan.
Itu adalah empat kelompok yang sulit untuk memperoleh rumah. Nah, program pemerintah untuk kelompok ini adalah rumah khusus. Rumah khusus itu adalah rumah social yang menargetkan gelandangan, kelompok masyarakat termiskin. Kelompok ini ditangani Kementerian Sosial.
Pemerintah juga membangun rumah susun sewa (rusunawa) untuk pekerja. Sewanya ada yang disubsidi, ada yang normal. Lalu ada bantuan pemerintah untuk peningkatan kualitas rumah-rumah tidak layak huni senilai Rp 15 juta.
KONTAN : Bantuan itu berupa uang tunai?
MAURIN : Tidak, tetapi melalui perbankan. Masyarakat yang mengajukan rencana, Kementerian PUPR membantu merencanakan dan membangun.
KONTAN : Yang disasar Tapera itu desil berapa?
MAURIN : Tapera itu untuk masyarakat yang lebih atas, yang punya kemampuan daya beli untuk mencicil, tapi tetap harus dibantu. Bentuknya, satu suku bunga. Saat membeli rumah dengan cicilan, ada dua tantangan yang dihadapi masyarakat kelas ini. Uang mukanya dan cicilannya. Supaya masyarakat ini mampu mencicil, pemerintah menurunkan suku bunga hingga, katakan 5%, untuk situasi sekarang. Sedang bunga yang normal mungkin sekitar 12%. Pemerintah juga member bantuan uang muka yang nilainya Rp 4 juta.
KONTAN : Peserta Tapera bisa mendapatkan dua manfaat tersebut? Atau, memilih?
MAURIN : Ya, pemerintah langsung memberikan langsung keduanya. Pemerintah juga memberikan bebas Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Nah, semua manfaat itu diberikan ke masyarakat yang masuk ke dalam kelompok desil 5 hingga 8. Atau mereka yang punya penghasilan Rp 3,1 juta – Rp 5,2 juta per bulan. Sedang untuk desil 9 dan 10 (penghasilan berkisar Rp 7 juta – Rp 13,9 juta per bulan), pemerintah tidak memberi manfaat apa-apa.
KONTAN : Tapi mereka itu tetap wajib ikut Tapera?
MAURIN : Ya.
KONTAN : Apa ada mekanisme yang menjamin tabungan itu akan menjadi rumah?
MAURIN : Kan ada mekanisme control. DPR bisa menanyakan perkembangannya. Nanti, Tapera juga diperiksa BPK, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ada akuntabilitas di sana.
KONTAN : Bagaimana struktur organisasi yang menjalankan program ini?
MAURIN : Ada komite Tapera yang beranggotakan Menteri PUPR, Menteri Keuangan, Menteri Tenaga Kerja, wakil dari komisioner OJK dan wakil dari professional, Lalu, ada yang namanya Badan Pengelola Tapera yang melaksanakan program. Badan Pengelola itu terdiri dari 5 orang komisioner dengan masa tugas selama lima tahun. Komisioner ini dipilih Komite Tapera. BP ditetapkan selambat-lambatnya 6 bulan setelah UU Tapera disahkan. Detailnya akan disusun di peraturan pemerintah (PP).
KONTAN : Lantas apa mekanisme yang harus dilalui peserta Tapera untuk mendapatkan rumah? Ada persyaratan jangka waktu menabung, misalnya?
MAURIN : Itu juga akan diatur dalam PP. Misalnya, sekarang ada Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Mekanismenya, masyarakat akan mencari rumah yang dibangun pengembang. Kalau sudah sepakat jual beli, ke bank untuk akad kredit. Sudah selesai.
KONTAN : Jadi peserta bisa memilih lokasi rumah?
MAURIN : Ya bisa karena tetap menggunakan mekanisme pasar. Persis seperti membeli rumah dengan memanfaatkan KPR dari bank. Nanti, BP Tapera bekerjasama dengan bank penyalur, seperti BTN. Bentuk kerjasamanya, Tapera menaruh uang di sana. Kalau ada yang butuh pembiayaan perumahan, ya tinggal dilayani sesuai dengan syarat-syaratnya. Nanti kami akan kasih syaratnya, seperti masyarakat berpenghasilan rendah, rumah pertama dan sebagainya.
Misalkan, Anda datang ke pengembang di Depok. Sudah cocok harga hingga akad jual beli terjadi. Siapa yang akan membayar? Anda akan datang ke BTN untuk melunasi perjanjian kredit rumah. Anda akan menyicil pelunasan utang ke BTN dengan bunga 5 %.
KONTAN : Seluruh pekerja kan wajib mengikuti Tapera. Tapi tidak semua yang mengiur, mendapat rumah. Lalu, dana mereka akan dikemanakan?
MAURIN : dana yang sudah dia setor nanti akan dikembalikan saat masa kepesertaannya berakhir. Itu terjadi bila saat yang bersangkutan sudah memasuki masa pensiun, kalau dia pekerja informal, saat berusia 58 tahun. Atau kalau si peserta sudah meninggal dunia, atau tidak memenuhi syarat lain. Apa syarat itu? Jika seseorang tidak membayar iuran lagi selama lima tahun berturut-turut.
KONTAN : Alasan pengusaha keberatan menanggung iuran karena mereka harus menanggung biaya lain, seperti BPJS.
MAURIN : Nanti kami akan koordinasi dengan BPJS mengenai komponen iuran. Sebenarnya, kalau kita melihat persoalan ini lebih komprehensif dan jauh ke depan, kita akan lihat dampaknya. Kalau program ini jalan, siapa yang untung? Misalnya di tahun 2014 jumlah rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah sekitar 76.000 unit. Nah di tahun 2015, yang dibangun sekitar 142.000 rumah. Ada peningkatan 70.000 unit.
Siapa sih yang mendapat benefit dari peningkatan pembangunan rumah? Ya, pengusaha. Yang membeli rumah dapat keringanan, dan pengusaha juga untung. Coba berapa peningkatan permintaan semen? Belum lagi baja, batu bara, genteng, keramik, listrik, kabel, dan segala macamnya. Sebenarnya anggota Apindo dan Kadin juga menuai untung , kan?
Mereka yang menolak, pandangannya belum komprehensif dan tidak jauh ke depan.
KONTAN : Apakah Tapera akan menetapkan daftar prioritas untuk proyek property?
MAURIN : Mekanismenya tetap mengikuti pasar. Di mana ada transaksi, ya itu yang dilayani. Tak berbeda dengan program pemerintah sekarang, yaitu FLPP. Program itu kan tidak mengarahkan pasar. Tapi kita lihat di mana yang paling banyak penduduknya sekaligus backlog-nya paling banyak, yaitu Jawa Barat. Jawa Barat itu kalau tidak salah mencapai 30% Banten 10%.
KONTAN : Jadi difokuskan per wilayah?
MAURIN : Bukan seperti itu. Tetap, masyarakat yang memilih sendiri.
KONTAN : Apakah sudah ada dana untuk badan Tapera?
MAURIN : Belum ada angkanya. Tapi pegawai negeri sipil kan sudah memiliki tabungan yang namanya Tabungan Perumahan (Taperum). Total dana di Badan Pertimbangan Peraturan Perumahan (Bapertarum) sekitar Rp 10 triliun.
KONTAN : Dana yang ada di Bapertarum itu nantinya akan masuk ke Tapera?
MAURIN : Itu nanti akan mesuk ke Tapera. Tetapi yang perlu diingat dana itu adalah rekening atau saldo awal pegawai negeri yang bersangkutan. Sifatnya hanya pemindahan saja. Jadi nanti semua peserta Tapera akan mendapatkan rekening yang bisa diakses secara online atau lewat SMS, untuk mengetahui saldonya.
KONTAN : Iuran untuk Tapera ini hanya dari pekerja dan pengusaha saja? Tidak ada subsidi dari pemerintah?
MAURIN : Ya. Bagi pekerja, uang iuran akan dia terima kembali. Memang pengusaha tidak menerima. Tapi iuran yang diberikan pengusaha ini kan akan langsung masuk ke rekening pekerjanya. Misalkan grup A memberikan iuran, maka iuran yang diberikan itu akan masuk ke rekening para pekerja grup A saja.
KONTAN : Yang diprioritaskan mendapat rumah melalu program ini buruh ya?
MAURIN : Betul, karena targetnya memang masyarakat berpenghasilan rendah, yang punya kendala untuk beli rumah. Kalau yang berpenghasilan tinggi, tidak perlu dibantu. Mengenai anggaran dananya akan diatur lebih lanjut di dalam PP dan Peraturan BP Tapera yang akan disusun.
Sumber: Kontan
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar