
Para pekerja meminta agar porsi iuran Tapera seimbang antara pekerja dan pengusaha
JAKARTA. Implementasi program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) diproyeksikan bakal menjadi potensi konflik baru antara pemberi kerja dan pekerja. Pasalnya, kedua belah pihak keberatan menanggung iuran wajib ini.
Ketua Bidang Pengupahan DPP Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Kasiran menuturkan, saat ini jumlah potongan upah yang harus di tanggung pekerja sudah cukup banyak. “Adanya Tapera akan menjadi beban pekerja lagi. Dengan upah minimum yang diterima oleh pekerja saja sudah mepet,” ujarnya, akhir pekan lalu.
Menurut dia, beleid ini berpotensi membuat hubungan antara pemberi kerja dan pekerja menjadi semakin tidak harmonis. Selama ini, masalah upah minimum kerap memicu konflik antara pekerja dan pengusaha, meskipun sudah ada Peraturan Pemerintah (PP) tentang pengupahan.
Sebenarnya, kata Kasiran, pekerja sangat mendukung langkah pemerintah menciptakan program penyediaan perumahan yang layak bagi pekerja. Hanya saja, KSPSI meminta agar skema pembiayaannya diperhitungkan tanpa memberatkan pekerja.
“Kalau tanggungan iuran dibebankan pada pengusaha silahkan saja,” kata Kasiran.
Bila dirunut lagi, saat ini beban potongan gaji pekerja sekitar 4% dari total upah perbulan. Potongan ini untuk membayar iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, dan beberapa program dalam BPJS Ketenagakerjaan, seperti program jaminan hari tua dan jaminan pensiun.
Harus seimbang
Adapun Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mendukung program Tapera. Sebab, imbuhnya, rumah adalah kebutuhan primer yang kini menjadi barang mewah. Rumah juga merupakan perlindungan dasar wajib selain jaminan social lainnya.
Meski begitu, Said meminta agar pemerintah membebankan iuran wajib Tapera kepada pengusaha.
Pilihan lain, kata Said, pemerintah harus memberikan porsi seimbang dalam skema pembayaran iuran ini bagi pekerja dan yang diwajibkan sebesar 3% dari gaji per bulan, maka beban pengusaha dan pekerja harus sama rata, yakni masing-masing 1,5% dari gaji.
Said juga meminta pemerintah mengakomodir perwakilan pekerja dalam keanggotaan Badan Pengelola (BP) Tapera. Sebab Program Tapera harus memberikan kepastian kepemilikan rumah setelah 10 tahun kepesertaan. Sehingga, buruh tak perlu menunggu sampai pensiun untuk mendapatkan rumah.
Sebelumnya, keberatan iuran Tapera juga disuarakan oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo). Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani menyatakan, pungutan Tapera akan menambah beban pengusaha di tengah kondisi ekonomi yang sulit.
Pekerja Profesional atau pekerja mandiri yang juga wajib membayar iuran, ikut menolak beleid ini. “Kami sebetulnya tak mau merepotkan begara dengan bekerja keras, tapi kalau penghasilan kami banyak dipotong, orang seperti kami ini lama-lama akan jadi miskin,” kata Imam Ratrioso, psikoloh yang bekerja untuk perusahaan lokal dan asing. Menurutnya, menyediakan perumahan adalah tugas negara, tak bisa ditanggung bersama melalui iuran.
Sumber: Kontan
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar