Pemerintah Kaji Pajak Minimum PPh Badan

Dengan adanya tarif pajak minimum, perusahaan akan tetap membayar pajak meskipun rugi

JAKARTA. Seluruh langkah akan di tempuh pemerintah untuk mengerek penerimaan pajak. Salah satu yang sedang dikaji adalah pengenaan tariff minimum pajak penghasilan (PPh) badan. Dengan adanya tariff minimum PPh badan, tidak ada alasan bagi pengusaha tidak membayar pajak, bahkan saat merugi.

Staf Ahli Bidang Kebijakan Penerimaan Negara Kementerian Keuangan (Kemkeu) Asteria Primanto Bhakti mengatakan, rencana ini akan dimasukan dalam perubahan Undang-Undang tentang PPh. Dengan menerapkan pajak minimum, maka negara tidak akan kehilangan potensi penerimaan pajak meskipun ekonomi lesu.

Menurutnya di tengah ekonomi yang lesu, biasanya diikuti turunnya profit. Saat itulah perusahaan beralasan tidak dapat membayar pajak, dengan menyerahkan laporan kerugian perusahaan. Seperti diketahui dalam UU PPh saat ini, jika perusahaan mengalami kerugian maka kewajiban WP badan akan tercatat nihil. Saat ini tarif PPh badan adalah 25%.

Tarif jangan terlalu tinggi

Menurut Asteria, konsep pengenaan pajak minimum sudah berlaku di beberapa negara di eropa. Jika usulan ini disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), nantinya besaran pajak minimum yang harus dibayarkan oleh perusahaan ditetapkan berdasarkan penghasilan atau omzet. Atau omzet setelah dikurangi natura atau item yang mengurangi pajak kemudian dikalikan tariff minimum. “Kita masih mengkaji besaran tarifnya,” kata Asteria, Kamis (3/3).

Perubahan aturan PPh badan ini menjadi bagian dari rencana pemerintah melakukan perubahan system perpajakan nasional. Dengan konsep pajak minimum ini, diharapkan potensi penurunan penerimaan pajak akibat penurunan tarif PPh badan dari 25% menjadi 18% bisa ditutupi. Selain perubahan UU PPh, rencananya pemerintah juga akan merevisi UU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) dan UU PPN dan PPnBM.

Pengamat pajak dari Universitas Indonesia Gunadi mengatakan, pengenaan tariff pajak minimum untuk PPh badan memang bisa menjaga penerimaan negara. Namun agar tidak memberatkan pengusaha, tarifnya jangan terlalu tinggi, paling tidak sekitar 1%.

Namun menurut pengamat perpajakan Center for Indonesia Texation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo, skema minimum tax ini tidak tepat. Akan lebih baik pemerintah memiliki benchmark setiap sektor industry, agar pengusaha tidak mengajukan alasan merugi untuk menghindari pajak. Dengan data tersebut, jika ada perusahaan yang mengklaim memiliki progit margin di bawah rata-rata, pajak bisa langsung menyelidikinya.

Sumber: Kontan

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar