Lampu Kuning Industri Lampu Lokal Menyala

Produsen lampu lokal tertekan banjir lampu impor.

Dalam beberapa tahun ke depan, pemerintah mempercepat pembangunan infrastruktur, seperti jalan tol, kereta api, dan pelabuhan, selain proyek sejuta rumah. Pemerintah pun bakal menggenjot megaproyek listrik 35.000 megawatt.

Sayang, masifnya proyek infrastruktur dan kelistrikan belum membawa berkah bagi industry pelampuan nasional. Justru kondisi semakin terjepit akibat kapasitas produksi terus turun menyusul tutupnya sejumlah pabrik. Alih-alih bisa berkembang, ceruk pasar lampu listrik lokal semakin menyempit. Dominasi lampu impor, terutama dari Tiongkok, yang sulit dibendung dituding sebagai penyebabnya.

Jika tidak ada perbaikan iklim usaha, industry lampu nasional tidak akan bertahan dalam era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang mulai resmi diterapkan pada awal 2016. Indonesia kebanjiran produk lampu impor setelah menekan perjanjian perdagangan bebas dengan Tiongkok yang menjadikan bea masuk berbagai produk termasuk lampu menjadi nol persen.

Berdasarkan data Asosiasi Industri Perlampuan Listrik Indonesia (Aperlindo), kebutuhan lampu nasional sebanyak 490 juta bolham per tahun. Pasar lampu terbesar masih ditempati lampu hemat energy (LHE) sebanyak 350 juta bohlam. Setelah itu, lampu neon panjang sebanyak 75 juta bohlam. 47 juta lampu light emitting diode (LED), dan 25 juta bohlam untuk lampu pijar. Produk dalam negeri hanya mampu memenuhi pasar lampu listrik sebanyak 20%, sedangkan sisanya 80% berasal dari produk impor.

Tingginya impor produk lampu didorong berbagai kondisi. Pertama, biaya produksi dalam negeri lebih mahal ketimbang barang impor. Banyak komponen lampu LHE masih harus diimpor, antara lain kapasitor, resistor, dioroid, dan fosfor. Impor komponen-komponen tersebut terkena bea masuk antara 5% hingga 10%.

Kedua, pelemahan ekonomi plus anjloknya daya beli menyebabkan konsumen lebih memilih lampu impor karena dari sisi harga lebih murah. Ketiga, kenaikan upah pekerja semakin membebani ongkos produksi industry lampu nasional. Meski sudah memakai mesin, pabrik lampu tetap menggunakan tenaga pekerja. Dari data Aperlindo, industry ini mampu menyerap 20.000 tenaga kerja.

Keempat, dukungan industry pendukung di dalam negeri yang masih minim. Maklum, industry kelistrikan membutuhkan industry lain yang menunjang pasokan bahan baku yang tidak bisa dipenuhi sendiri. Kebutuhan baja masih sulit diperoleh karena rata-rata pabrik baja hanya memproduksi baja konstruksi bukan baja industry. Demikian pula komponen trafo, masih harus didatangkan dari luar negeri. Pasalnya, industry kawat nasional hanya mampu memasok sebagian kebutuhan industry lampu.

Wajar saja jika Asosiasi Produsen Peralatan Listrik Indonesia (APPI) menyatakan pabrik lokal hanya bisa menyerap sebagian kecil dari kebutuhan pasar, sedangkan sisanya masih tergantung pada impor. Ketua APPI Rijanto Mashan menyebutkan, produksi lampu lokal banyak terkendala di industry hulu. Banyak sumber daya yang masih impor, sehingga produksi dalam negeri tidak efisien dan masih di bawah kapasitas.

Ketua Umum Aperlindo John Manoppo mengakui, produsen lampu lokal sulit menguasai pasar yang sudah penuh sesak dengan lampu impor. “Hampir tidak ada, ya, karena pabrikan lampu lokal yang besar-besar sudah tutup, seperti Panasonic Lighting, Osram dan Philips yang ada di Surabaya,” ujarnya, merujuk penutupan pabrik lampu LHE ketiga perusahaan itu.

Menurut John, produk lampu impor banyak didatangkan dari China karena secara global, fenomena industry lampu dunia terpusat di negara dengan jumlah penduduk paling banyak sejagat itu. Bahkan produsen lampu dari Jepang pun banyak membangun pabrik alat penerangan di Tiongkok.

Penjualan turun

General Affair Manager PT Tjipto Langgeng Abadi Iqbal Sani mengutarakan, penjualan lampu menurun akibat persaingan dengan produk impor. Klimaksnya terjadi pada pertengahan 2015 lalu, ketika nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat nyaris menyentuh level Rp 15.000. “Melemahnya rupiah ini berpengaruh besar, karena mayoritas pabrik lampu di Indonesia, kan, masih assembling, yang bahan bakunya mayoritas impor,” paparnya.

Celakanya, pelemahan ekonomi membuat pasar lampu lesu karena permintaan anjlok. Ketika pasar sepi lampu impor membanjiri pasar. Ini pukulan telak bagi produsen lampu lokal. “Penjualan kami tahun lalu turun 20%. Memasuki tiga bulan pertama 2016, penjualan sudah turun 10%,” keluh Iqbal.

Imbas dari penurunan angka penjualan ini, perusahaan memangkas jumlah produksi. Biasanya kapasitas produksi lampu sebanyak 1,5 juta bohlam per bulan. Kini, produksi hanya 70% dari kapasitas terpasang.

Asal tahu saja, Tjipto Langgeng memproduksi merek lampu Focus, Badalex Million, Hatanaka, dan MGM. Produk-produk ini banyak dipasarkan di wilayah Jawa Timur dan Indonesia bagian timur. “Pasar kami 80% ritel dan 20% korporasi swasta, seperti perkantoran dan hotel. Market share kami di Indonesia timur sekitar 30%,” beber Iqbal.

Sejatinya potensi pasar lampu di Indonesia hingga saat ini sangat besar. Dengan 60 juta rumahtangga serta proyek listrik 35.000 megawatt yang dikerjakan pemerintah, industry lampu domestic memiliki prospek yang cerah. Cuma, lebarnya peluang pasar ini sulit dinikmati produsen lokal.

Maklum, dominasi lampu impor yang sulit digoyah menjadi batu sandungan produsen lokal memperbesar pasar. Apalagi lampu impor dari Tiongkok memang tidak terkena bea impor karena bea masuk ke skema ASEAN China Free Trade Agreement. Akibatnya, Iqbal bilang, pemain lampu lokal di Indonesia tidak cukup banyak.

John pun mengamini, banyak industry lampu yang tutup karena tidak mampu bersaing dengan produk impor yang relative murah karena tidak kena bea masuk. Karenanya, Aperlindo meminta pemerintah agar mengkaji dampak bea masuk nol bagi lampu impor yang dalam jangka panjang bisa menghancurkan produk dalam negeri. “Impor lampu bisa lebih murah ketimbang lampu buatan lokal,” jelasnya.

Iqbal juga membenarkan, serbuan lampu lokal telah membuat perusahaannya kesulitan menggenjot produksi. Sebab, penyerapan menjadi tidak maksimal. Perusahaan ini mengharapkan pemberlakuan wajib Standar Nasional Indonesia (SNI) dan kebijakan safeguard lampu untuk menahan gempuran lampu impor. Usaha Tjipto Langgerng sendiri masih tertolong karena juga berjualan kabel yang permintaannya terus naik.

Meski demikian, perlakuan yang dianggap kurang adil ini bisa mengancam kelangsungan industry lampu domestic di masa mendatang karena persaingan memperebutkan pasar semakin sengit. “Kalau keadaan seperti ini terus terjadi, bisa saja nasib kami sama seperti pemain besar itu,” ujar Iqbal.

Beralih ke LED

Bagi pebisnis loka, mempertahankan pasar lampu LHE yang sudah dikuasai produk impor hanya menunggu akhir hayat. Lagi pula, tren alat penerangan sekarang beralih ke lampu LED yang dinilai lebih hemat energy ketimbang lampu LHE. Pemerintah juga membatasi penggunaan merkuri yang sangat berbahaya pada pembuatan lampu LHE.

Masalahnya, bukan perkara mudah bagi produsen lokal untuk sepenuhnya memproduksi lampu LED. John mengungkapkan, lampu LED impor juga masih mendominasi pasar domestic. Jika pasar lampu LED sudah sesak dengan produk impor, dikhawatirkan industry lampu dalam negeri kehilangan pasar juga.

Sebetulnya tidak ada hambatan bagi produsen lampu nasional untuk meningkatkan produksi lampu LED meski membutuhkan biaya investasi lagi. “Masalahnya banyak gempuran dari barang abal-abal yang lebih murah, sehingga pasar lebih memilih produk seperti itu,” paparnya.

Salah satu perusahaan yang baru merealisasikan pabrik lampu LED adalah PT Infinity Light Indonesia. Perusahaan patungan antara investor lokal dan China ini telah meresmikan pabrik pertamanya di Cikupa, Kabupaten Tangerang, pada November 2015.

Pabrik seluas 3.500 meter persegi itu menelan biaya investasi sekitar Rp 60 miliar – Rp 100 miliar, dan dipersiapkan untuk produksi 4 juta LED.

Direktur PT Infinity Light Indonesia Andi Debbi Yudhista Asapa mengatakan, pembangunan pabrik LED ini untuk membantu pemerintah soal penghematan listrik.

Apakah bisnis lampu lokal akan kembali berpijar?

Sumber: Kontan

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com

 



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar