Genjot Penerimaan, Ditjen Pajak Awasi Transaksi Kartu Kredit

credit1TEMPO.CO, Jakarta – Industri perbankan dan perusahaan penerbit kartu kredit akan diwajibkan melaporkan berbagai informasi tambahan ke Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan. Salah satunya adalah perbankan diwajibkan melapor nomor rekening kartu kredit berserta transaksi per bulan.

Kewajiban ini tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39 Tahun 2016 yang diresmikan pada 23 Maret lalu. Dalam beleid itu disebutkan data transaksi meliputi nama bank, nomor rekening kartu kredit, ID merchant, nama merchant, nama pemilik kartu, alamat, Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau nomor paspor, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), bukti tagihan, rincian transkasi, dan pagu kredit nasabah.

Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Mekar Satria Utama, mengatakan, langkah tersebut ditujukan untuk peningkatan basis pajak negara. Aturan itu mewajibkan kedua institusi itu melaporkan semua transaksi kartu kreditnya setiap bulan. “Sekarang hanya bersifat masif dan ada kewajiban rutin,” katanya, Kamis petang, 31 Maret 2016.

Sementara itu, Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Asmawi Syam mengatakan tak mengetahui peraturan terbaru tersebut. Dia mengatakan akan segera mempelajari peraturan itu. “Saya belum baca saat ini, nanti kalau ketemu saya lagi tanyakan lagi ya,” ujar Asmawi. Aswami juga enggan berkomentar lebih jauh soal beleid tersebut. “Saya enggak mau komentar lebih banyak, karena transaksi yang dimaksud saya belum tahu,” ujarnya.

Meski begitu ia memaklumi jika ada keinginan pemerintah menggenjot penerimaan pajak dengan mulai menelisik transaksi kartu kredit. Tapi ia juga mengingatkan bahwa keterbukaan transaksi kartu kredit bisa bertentangan dengan aturan kerahasiaan perbankan.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analys Yustinus Prastowo meminta pemerintah mensosialisasikan secara masif soal rencana pengawasan transaksi kartu kredit itu. Karena bila tidak, nasabah dan industri perbankan akan resisten. “Sebab mereka akan merasa terawasi dan terpantau setiap saat dalam bertransaksi,” ucapnya ketika dihubungi. Dewan Gubernur Bank Indonesia Ronald Waas tak berani berspekulasi terkait tren transaksi uang tunai kelak bila aturan tersebut direalisasikan. “Nanti data saja yang bicara,” katanya.

Lebih jauh Ronald mengusulkan Ditjen Pajak untuk bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan, khususnya dalam meminta persetujuan terlebih dahulu untuk membuka data nasabah perbankan. “Undang-undang yang mengatur kerahasiaan data ada kemungkinan membuka data kalau untuk kepentingan nasional. Dengan persetujuan OJK misalnya,” katanya.

 

Sumber: TEMPO

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar