TEMPO.CO, Gresik – Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Franky Sibarani menduga sejumlah nama pengusaha yang masuk Panama Papers semata-mata karena mereka mencari kemudahan memarkirkan dananya. Tak tertutup kemungkinan ini terkait dengan persaingan dengan negara lain yang menawarkan biaya lebih murah dibanding Indonesia.
“Mereka cari yang murah. Di sana (Panama), kita enggak tahu. Mungkin lebih murah lagi, yang akhirnya lebih menguntungkan untuk strategi perusahaan,” ujar Franky saat meninjau Java Integrated Industrial and Port (JIIPE), Gresik, Sabtu, 9 April 2016. Untuk itu, BKPM mendorong penerapan kebijakan tax amnesty bagi pengusaha Indonesia agar dana repatriasi para wajib pajak kembali. Ia optimistis hal itu bisa menarik dana-dana yang beredar di luar.
Pernyataan Franky merespons hasil investigasi konsorsium jurnalis investigasi global (ICIJ) terhadap 11,5 juta dokumen daftar klien Mossack Fonseca di banyak negara surga pajak. Sebagai media satu-satunya dari Indonesia yang ikut menelisik, Tempo menemukan banyak pengusaha Indonesia, politikus, hingga buron dalam daftar tersebut.
Investigasi keroyokan itu mendorong berbagai pihak dan lembaga pemerintah melakukan sejumlah penyelidikan. Selain Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Pajak, Komisi Pemberantasan Korupsi mengklaim memiliki dugaan dan dokumen yang sama.
Lebih jauh, Franky menilai skandal Panama Papers tak berdampak langsung pada iklim investasi di Indonesia. Menurut dia, uang yang lari ke luar negeri tersebut lebih berpengaruh pada perolehan pajak suatu negara. “Kalau ke pajak mungkin berpengaruh. Namun, kalau kaitannya dengan BKPM, investasi itu kan jangka panjang.” tuturnya.
Dengan kata lain, menurut Franky, hal itu berdampak dalam skala jangka pendek. “Kalau yang Panama itu lebih ke menyimpan dana sementara atau investasi di tempat lain. Dari situ dia mendapatkan pajak yang lebih murah atau tax havens,” ucapnya.
Franky mengatakan tak semua perusahaan yang berafiliasi dengan Mossack Fonseca di negara-negara surga pajak itu berniat buruk. “Bisa jadi memang betul-betul menjalankan usaha, atau mungkin memang menyembunyikan sesuatu,” kata Franky.
Menurut Franky, mereka yang memarkir uangnya di Panama dan British Virgin Islands berkaitan dengan perhitungan bisnis. Ia tak bisa menaksir seberapa besar potensi hilangnya investasi akibat perilaku para pengusaha itu. “Itu agak sulit kalau mereka melihatnya lebih pada kebijakan korporasi masing-masing dan berkaitan dengan hitungan bisnis.”
Sumber: TEMPO
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar