![]()
Sebanyak 16 asosiasi pengusaha tolak rencana cukai kemasan plastik
JAKARTA. Rencana pemerintah memungut cukai atas kemasan plastik memantik penolakan keras. Tak hanya oleh industry pengguna plastik, produsen plastik juga menolak rencana beleid ini.
Total kopral, ada 16 asosiasi pengusaha yang Selasa (19/4) lalu sepakat menolak rencana Kementerian Keuangan (Kemkeu) itu. Antara lain: Asosiasi Industri Roti, Biskuit, dan Mie Instan Indonesia (Arobim), Asosiai Industi Pengolah Susu (AIPS), Persatuan Perusahaan Kosmetika Indonesia (Perkosmi), Federasi Pengemasan Indonesia (FPI), hingga Pengembang Kerajinan Rakyat Indonesia (Pekerti).
Alasannya: Pertama, pungut cukai atas kemasan plastik tak sesuai dengan UU 39/2007 tentang Cukai.
“Dari aspek lingkungan, kemasan plastik bisa didaur ulang dan menjadi bahan baku dan energy,” kata Wakil Ketua Bidang kebijakan Publik & Hubungan Antar Lembaga Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Rachmat Hidayat. Alhasil, prinsip cukai lantaran efek negatif tak serta merta bisa dikenakan.
Kedua, efek pengenaan cukai akan menurunkan produksi plastik dan penggunaan plastik. Kenaikan harga plastik 5% akibat adanya pungutan cukai semisal, akan menuunkan permintaan plastik sebanyak 8,5%. Ketiga, cukai dalam kemasan plastik bisa menurunkan daya saing produk Indonesia dengan produk impor yang tidak kena cukai plastik. Keempat, cukai dalam kemasan plastik juga akan menyebabkan harga produk yang memakai kemasan plastik naik sehingga bisa mengerek inflasi. Atas dasar ini, “Pengenaan cukai plastik tidak tepat,” kata Rachmat.
Saat ini, industry makanan dan minuman menjadi pengguna plastik terbesar dengan pemakaian mencapai 2,86 juta ton per tahun. Angka ini setara 65% dari total penggunaan plastik nasional yang mencapai 4,4 juta ton per tahun.
Fajar Budiono, Sekjen Asosiasi Industri Olefin Aromatik & Plastik Indonesia (INAPLAS) menyebut, dengan harga mencapai US$ 2.000 per ton, nilai plastik untuk makanan dan minuman bisa US$ 5,7 miliar atau Rp 71,5 triliun. “Dampaknya besar jika harga jual juga naik,” kata Fajar.
Pengusaha menilai, pemerintah hanya melihat potensi penerimaan negara dari kemasan plastik, namun tak melihat kenaikan harga barang serta inflasi.
Dalam hitungan KONTAN, jika 2,86 juta penggunaan plastik dipakai untuk botol saja bisa menggaruk potensi penerimaan menggiurkan. Dengan asumsi tiap botol butuh 100 gram plastik, tia 1 ton plastik menghasilkan 10.000 botol.
Alhasil, penggunaan 2,86 juta ton plastik bisa setaa dengan 2,86 miliar botol. Dengan asumsi cukai per botol Rp 200, maka potensi penerimaan negara bisa sampai Rp 5,72 triliun.
Sumber: KONTAN
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar