Asing Boleh Masuk, Meski Tidak Seleluasa Dulu

Angin segar datang dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Setelah sempat melarang, kini pemerintah mengizinkan kapal pengangkut berbendera asing membeli dan mengangkut ikan hasil budidaya. Restu itu tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen-KP) Nomor 15/2016 tentang Kapal Angkut Ikan Hidup.

“Akhirnya, suara nelayan kami didengar,” ujar Yosmeri, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatra Barat. Yosmeri, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatra Barat. Yosmeri menuturkan, sejak Surat Edaran Dirjen Perikanan Budidaya Kementerian Perikanan dan Kelautan Nomor 721/2016 tentang Kapal Pengangkut Ikan Hasil Pembudidayaan Berbendara Asing terbit, nelayan budidaya ikan kerapu di Sumatra Barat kelimpungan. Maklumlah, salah satu isi surat itu adalah larangan terhadap kapal asing membeli ikan budidaya.

Produksi ikan kerapu nelayan budidaya di Sumatra Barat mencapai 100 ton per tahun. Bila mengandalkan pembeli local, pasokan terancam tak terjual habis. Ujung-ujungnya, harga bakal jatuh. “Waktu itu saya langsung menyurati KKP agar membatalkan surat edaran itu. Pemerintah harus ingat, mengubah nelayan tangkap menjadi nelayan budidaya itu tak mudah. Kalau nelayan budidaya dipersulit, ya, mereka pasti berubah menjadi nelayan tangkap lagi,” ujar Yosmeri.

Akibat adanya surat edaran itu terjadi penurunan ekspor ikan hidup hasil budidaya sebesar 12,67%. Nilainya turun dari US$10,68 juta sepanjang kuartal pertama tahun lalau menjadi US$ 9,32 juta di triwulan pertama tahun ini.

Keluhan itu rupanya didengar hingga akhirnya terbit Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen-KP) Nomor 15/2016 tentang Kapal Angkut Ikan Hidup. Sekalipun aturan itu menyatakan kegiatan kapal angkut ikan budidaya berbendera asing dibatasi. “Yang penting kapal asing boleh masuk. Saya langsung sosialisasi dan para nelayan sekarang semangat. Mulai ada yang menebar benih ikan kerapu kembali,” ujar Yosmeri.

Dulu, kapal asing bisa masuk kapan saja dengan muatan maksimum. Sekarang, kapal berbendera asing hanya boleh masuk enam kali dalam setahun alias dua bulan sekali.

Berbeda dengan Yosmeri, Asosisasi Budidaya Ikan Laut Indonesia (Abilindo) justru melihat budidaya kerapu tetap merosot kendati ada beleid baru. “Saat permen 15/2016 terbit, minat budidaya sudah merosot karena makin sulit menjual ikan hasil budidaya,” kata Sekretaris Jenderal Asosisasi Budidaya Ikan Laut Indonesia (Abilindo) Wajan Sudja.

Wajan menceritakan, sebelum terbitnya beleid itu, pada tahun 2015 produksi budidaya ikan kerapu hidup sudah turun. Penyebabnya, jumlah produksi turun akibat nelayan kesulitan menjual ke kapal dari Hong Kong, yang izinnya sempat dicabut selama total empat bulan lewat Surat Edaran Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya No.721/2016.

“Tahun 2015 sudah anjlok 50% dibanding tahun 2014. Nampaknya tahun 2016 semua pembudidaya ikan kerapu akan tutup usaha karena tidak bisa lagi menjual ikan hasil budidaya  akibat dibatasinya akses, frekuensi, dan ukuran kapal dari Hong Kong,” ujar dia.

Padahal, menurut Wajan, saat ini harga benih ikan kerapu di Bali dan Situbondo sudah turun 50%. Namun tetap saja, para pembudidaya kerapu tetap enggan menebar benih baru karena sepi pembeli.

Tak ditanggapi

Sekalipun beleid anyar mengizinkan kapal asing merapat ke ikan budidaya, namun bagi Wajan beleid ini tetaplah wujud pembatasan yang kelak bisa mematikan budidaya ikan kerapu, khususnya. Padahal, kata dia, pihak asosiasi telah meminta KKP agar tidak melakukan pembatasan ukuran kapal, pembatasan titik muat, dan frekuensi muat.

Wajan mengaku sudah mencoba untuk menyambangi pemerintah. Dia sudah kriim surat pada menteri kelautan dan perikanan dan Presiden, tapi tidak mendapat tanggapan. Saat ini tingkat kepercayaan investor budidaya pada pemerintah sudah hilang. “Pemerintah dan KKP tidak peduli pada pembudidaya ikan kerapu yang merupakan pengusaha UMKM semua,” ungkap dia.

Bahkan, asosiasi sudah berulangkali melapor ke Komisi IV DPR, baik tertulis maupun lisan, melalui rapat dengar pendapat. Tapi, rekomendasi yang disepakati bersama antara Komisi IV dan KKP diabaikan menteri kelautan dan peikanan. “Beleied ini jelas-jelas merupakan investor budidaya, pekerja budidaya, dan pemerintah yang kehilangan devisa dan pajak penghasilan,” imbuh Wajan.

Namun, menurut Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto, beleid itu justru akan kembali menggairahkan ekspor ikan. Alasan dia, beleid ini mengatur tentang lokasi-lokasi di mana kapal angkut berbendera asin boleh masuk dan mengatur frekuensi pengangkutan.

Frekuensi kapal angkut bendera asing masuk ke Indonesia memang dibatasi hanya enam kali dalam setahun. Beleid ini juga mengatur tentang pemberian Surat Izin Kapal Pengangkutan Ikan (SIKPI) untuk kapal angkut ikan yang harus disesuaikan dengan muatan.

Jika ikan yang diangkut benihnya berasal dari budidaya, SIKPI harus dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya KKP. Jika ikan yang benihnya berasal dari tangkapan, pemilik kapal harus mengantongi SIKPI yang diterbitkan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap KKP.

“Kapal asing sudah bisa masuk di 181 pelabuhan yang sudah ditetapkan KKP atas dasar kesepakatan eksportir dengan pembeli dan pemda setempat. Kemarin juga sudah ada ekspor kerapu,” tutur dia.

Catatan saja, pada pertengahan Mei 2016, KKP bersama para pelaku usaha melakukan ekspor perdana setelah penerbitan Permen 15/2016. Ekspor dengan tujuan Hong Kong itu, berasal dari pelabuhan muat singgah Pantai Siuncal, Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung. Ekspor 15 ton ikan kerapu itu bernilai US$ 135.000.

Slamet bilang, beleid ini dirilis supaya ikan yang diekspor bisa tercatat. Jadi pemerintah bisa merekam lebih jelas potensi dan produktivitas budidaya perikanan di suatu wilayah.

Perbedaan Sebelum dan Sesudah Permen KP No. 15/2016 terbit

No Sebelum Terbit Permen KP No.15/2016 Sesudah Terbit Permen KP No. 15/2016
1 Ukuran kapal buyer ikan kerapu hidup tidak dibatasi, rata-rata memuat 25 ton per trip Ukuran kapal maksimal 300 GT (Gross Ton)
2 Jumlah titik muat bebas, tidak dibatasi. Umumnya memuat di dua sampai empat titik muat agar muatan bisa maksimum Jumlah titik muat hanya 1 titik per trip
3 Frekuensi muat 10 hingga 20 kali trin per tahun per kapal Jumlah trip maksimum enam kali per tahun. Jadi, kapasitas angkut atau beli kapal buyer tinggal 10% dari sebelumnya.

 

Sumber: Tabloid Kontan 30 Mei- 5 Juni 2016

Penulis: Fransiska Firlana, Merlinda Riska

http://www.pemeriksaanpajak.compajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , ,

Tinggalkan komentar