
JAKARTA. Pemerintah terus menerbitkan peraturan daerah (perda) bermasalah. Hingga pertengahan Juni 2016 Kementerian Dalam Negeri menyatakan terdapat 3.032 Peraturan Daerah (perda) bermasalah telah dicabut hingga pertengahan Juni ini. Rinciannya, sebanyak 1.756 peraturan di tingkat pemerintah provinsi, dan 1.276 kebijakan yang disahkan di tingkat pemerintah kabupaten/kota.
Direktur Otonomi Daerah Kemdagri Sumarsono mengatakan, ada tiga macam alasan pemerintah pusat dalam mencabut perda-perda tersebut. Pertama, beleid daerah dianggap menghambat investasi. “Perda yang menghambat investasi itu mencapai 58%,” katanya, Kamis (16/6).
Artinya dari 3.032 perda, sekitar 1.758 perda merupakan perda yang menghambat investasi. Meski pemerintah sudah berupaya mengeluarkan 12 paket kebijakan ekonomi, implementasinya masih belum berjalan optimal sebelum perda-perda tersebut dicabut.
Menurut Sumarsono, tema perda bermasalah ini antara lain memuat soal perizinan, pungutan daerah atawa retribusi, ketentuan jasa usaha, serta persyaratan pengajuan izin mendirikan bangunan (IMB). “Kami akan terus lakukan penyesuaian kebijakan daerah paket kebijakan ekonomi, jangan sampai nanti terlambat mem-back up kebijakan yang sudah dikeluarkan pusat,” jelasnya.
Kedua, pencabutan beleid daerah ini lantaran terkait untuk perbaikan pelayanan publik, seperti kartu tanda penduduk (KTP) dan akta kelahiran. Sumarsono bilang, perda yang dicabut karena alasan ini mencapai 10% dari total perda yang dicabut.
Ketiga, peraturan yang dibekukan dengan alasan tidak sesuai lagi dengan peraturan yang ada di atasnya atau menyesuaikan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK). “Pencabutan perda karena soalain seperti pengalihan urusan, BUMD, atau penyesuaian keputusan MK itu jumlahnya ada 32%,” kata Sumarsono.
Selain mencabut 3.032 Peraturan Daerah, Kemdagri juga mencabut sebanyak 111 peraturan menteri dalam negeri (permendagri). Sehingga, total peraturan yang dibatalkan terkait pengaturan di daerah mencapai 3.143 beleid. Salah satu permendagri yang dicabut yakni terkait izin gangguan atau hinder ordonantie (HO). “Pencabutan peraturan inu untuk menyesuaikan dengan perizinan amdal, untuk menghindari duplikasi,” kata Yuswandi.
Sumber: Harian Kontan, 17 Juni 2016
Penulis : Muhammad Yazid
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar