
JAKARTA. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) pesimistis, target produksi nasional sebesar 820.000 barel per hari (bph) akan tercapai tahun ini. Sebab, anggaran pengembalian biaya atas operasi kegiatan eksplorasi (cost recovery) dipangkas besar-besaran.
Seperti diketahui, Badan Anggaran DPR menetapkan, anggaran cost recovery tahun ini hanya Rp 8 miliar atau jauh dari target yang diinginkan SKK Migas sebesar US$ 11,9 miliar. Wakil Kepala SKK Migas M.I Zikrullah bilang, dengan anggaran cost recovery yang hanya US$ 8 miliar, akan sulit mencapai produksi minyak yang ditargetkan RAPBN 2016 sebesar 820.000 bph. Untuk itu pihaknya akan melihat implementasi produksi minyak itu dari masing-masing kontraktor migas nanti.
Selain itu, dampak lain pengurangan tersebut membuat pendapatan negara dari sektor migas juga berkurang. Sebab, dengan cost recovery sebesar US$ 11,9 miliar dalam APBN 2016, Indonesia menargetkan produksi 820.000 bph. “Sekarang jadi US$ 8 miliar, tentu tidak bisa, dong, memproduksi 820.000 bph,” jelasnya, Jumat (17/6).
Buntut dari pengurangan itu, saat ini SKK Migas diminta untuk menghitung ulang produksi minyak. Salah satu upaya SKK Migas adalah dengan cara meminta perusahaan migas kembali melakukan efisiensi. Padahal, sebelumnya kontraktor migas telah mengurangi kegiatan pengembangan sumur dan perbaikan sumur (workover) karena harga minyak lemah.
“Kegiatan workover sudah kurang sebelum cost recovery berkurang jadi US$ 8 miliar. Jadi sekarang sedang dibahas revisi di work plan and budgeting (WP&B 2016) sampai Juli ini,” jelas dia.
Selain itu, pengurangan cost recovery juga akan menjadi tantangan bagi kegiatan eksplorasi dan temuan-temuan migas baru. Sebab, jika anggaran dari pemerintah disunat maka perusahaan migas otomatis bakal malas mencari cadangan migas baru.
Erwin Maryoto, Vice President Public and Government Affairs ExxonMobil Oil Indonesia, menyatakan, pihaknya belum tahu apakah cost recovery berdampak pada produksi atau anggaran perusahaan yang mesti diturunkan.
“Biaya operasi itu terkait dengan produksi minyak, berarti, ya, ada hubungannya. Berapa besar hubungannya? Tentu harus dilihat satu per satu,” jelas Erwin. Saat ini pihaknya sedang mengajukan WP&B di mana di dalamnya terdapat besaran produksi minyak tahun ini.
Sumber: Harian Kontan 20 Juni 2016
Penulis: Febrina Ratna Iskana
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar