Pamor Saham Perbankan Merosot

JAKARTA – Pamor saham perbankan mulai pudar akibat ketatnya sejumlah regulasi baru dan iklim industri yang lesu. Itu sebabnya, sejumlah manajer investasi (MI) kemabli meracik aset reksadana saham, dengan mengurangi dominasi porsi saham perbankan.

Direktur Utama Samuel Aset Manajemen Agus B Yanuar misalnya, menerapkan strategi market weight to underweight pada saham bank. Terlebih, sejak awal tahun banyak emiten perbankan menjalankan efisiensi setelah muncul rencana pembatasan net interest margin (NIM).

Bahan TCW Investment Management juga memangkas porsi saham perbankan sebesar 10% dan fokus pada emiten infrastruktur dan consumer. “Strategi kami masih sama, fokus ke pasar domestik non-perbankan,” jelas Soni Wibowo, Direktur Riset Bahana TCW, kemarin.

Philip Securities Indonesia juga menyatakan adios pada sektor perbankan. Menurut Head of Research Phillips Securities Gunawan Sutanto, pihaknya kini menggemari saham properti, telekomunikasi, komoditas dan kesehatan.

Namun sejatinya, sektor perbankan sebenarnya masih punya harapan dari relaksasi aturan loan to value ratio (LTV). Oleh karena itu, Sucorinvest Asset Management menjadikan momentum pelonggaran LTV dan penurunan BI rate untuk memperbesar porsi saham properti dan perbankan dalam produk reksadana racikannya.

Melirik komoditas

Direktur Investasi Sucorinvest Asset Management Jemmy Paul Wawointana menyatakan, kedua sektor ini bakal semakin atraktif. Dengan rendahnya suku bunga plus pulihnya daya beli masyarakat, penyaluran kredit perbankan bisa membesar. Tapi, memang harus bersabar, lantaran efek aturan LTV diperkirakan baru terasa enam bulan ke depan.

Nah, saat emiten saham dijauhi, kini beberapa MI mulai melirik si “anak hilang”, emiten komoditas. Beberapa MI mulai memperbesar sektor ini, mengingat harga komoditas kini tengah di atas angin. Sebut saja minyak dan batubara. Salah satu MI yang mulai melirik komoditas adalah Samuel Aset Manajemen.

Dari sisi aturan, MI tersenyum lebar dengan hampir rampungnya aturan tax amnesty. MI berharap, dana yang berasal dari tax amnesty bisa masuk ke pasar reksadana.

MI juga melihat, tahun ini akan lebih baik. Ekonomi global yang lebih kondusif, stabilitas rupiah dan rendahnya inflasi, diperkirakan akan menyebabkan pasar saham semakin atraktif. Proyeksi Agus, semester II-2016, pasar saham Indonesia bakal unjuk gigi.

Gunawan yakin, di akhir 2016, IHSG bisa tutup di 5.200. Penyokong yang tak boleh dilupakan adalah seven days reverse repo rate yang mulai berlaku Agustus mendatang. Maka, Phillips Securties berniat memperbesar porsi saham di produk reksadana berbasis saham. Sementara Bahana TCW dan Smaiel mempertahankan porsi sahamnya lebih dari 90%.

Sumber: Kontan, Jumat 24 Juni 2016

Penulis: Maggie Quesada Sukiwan

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar