Utak Atik Gatuk Skema Prioritas Subsidi Energi

Batik lengan panjang warna hijau lumut yang dikenakannya membuat Presiden Joko Widodo tampak cerah. Tapi raut mukanya tak menampakkan keriaan. Dengan mimik serius, Rabu (22/6) pagi itu, Jokowi memimpin rapat terbatas kelistrikan di Istana Negara. Rapat itu sangat penting karena salah satu agendanya membahas rencana pencabutan subsidi bagi pelanggan rumah tangga dengan koneksi listrik 900 volt-ampere (VA).

Maklum, rencana pemerintah mencabut subsidi listrik bagi 18 juta pelanggan listrik 900 VA ditolak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dalam rapat dengan pendapat, 14 Juni lalu, Komisi VII menolak usulan pencabutan subsidi listrik. Menurut Satya Widya Yudha, Anggota Komisi VII, pertimbangan pertama belum disetujuinya usul pencabutan subsidi listrik golongan 900 VA adalah data pelanggan yang masih meragukan.

DPR tak yakin dengan data temuan Tim Nasional Percepatan Pengentasan Kemiskinan (TNP2K) yang menjadi dasar pencabutan subsidi. Menurut data TNP2K, 18 juta rumah tanggan pelanggan listrik 900 VA termasuk keluarga mampu. Satya bilang, kebenaran data ini penting agar tak ada masalah sosial jika subsidi dialihkan.

Pertimbangan kedua, potensi tambahan beban ekonomi bagi rakyat. Pencabutan subsidi listrik berarti harga tarif listrik ke 18 juta pelanggan rumah tangga tersebut bakal naik. Ini tentu menambah biaya dan pengeluaran rumah tangga.

DPR sebenarnya sudah menyetujui rencana pemangkasan subsidi dalam rapat dengar pendapat September 2015. Parlemen sepakat dengan rencana pemerintah untuk memangkas subsidi pelanggan listrik PLN yang dinilai mampu.

Cuma, untuk menghitung kemampuan pelanggan, DPR dan pemerintah sepakat agar TNP2K mengkajiulang kemampuan pelanggan penerima subsidi. Setelah mengkalkulasi data, TNP2K menilai, dari 22 juta pelanggan listrik rumah tangga golongan 900 VA, hanya sekitar 4 jutaan pelanggan yang benar-benar berhak menikmati subsidi.

Berdasarkan kesimpulan tersebut, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) lantas menyiapkan skema tahapan menaikkan tarif bagi 18 juta pelanggan listrik 900 VA. Pertama, akan ada kenaikan tarif listrik sebesar 23%, dari Rp 586 per kilowatt hour (kWh) menjadi Rp 722 per kwh.

Kedua, kenaikan 23% dari Rp 722 per kWh menjadi Rp 890 per kWh. Ketiga, kenaikan sebesar 23% dari Rp 890 per kWh menjadi Rp 1.097 per kWh. Keempat, kanikan tarif 23% dari Rp 1.097 per kWh menjadi Rp 1.352 per kWh.

Tetapi, meski memangkas subsidi bagi pemakai listrik 900 VA, awalnya pemerintah masih meminta subsidi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016. Saat ini,alokasi subsidi setrum di APBN 2016 adalah Rp 38,39 triliun.

Pemerintah mengusulkan jumlah itu naik Rp 18,79 triliun menjadi Rp 59,04 triliun di APBN-P 2016. Angka ini dengan skenario ada pencabutan subsidi mulai 1 Juli 2016. Artinya, kalau subsidi listrik ditunda kembali, besaran subsidi bisa lebih bengkak lagi.

Menurut Jarman, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, subsidi listrik naik karena kenaikan tarif listrik bagi 18 juta pelanggan 900 VA yang dianggap mampu tersebut sudah tertunda lama. Sebab, pencabutan subsidi seharusnya dilakukan sejak 1Januari 2016 tapi lantas molor ke Semester II 2016.

Selain itu, subsidi bertambah karena pemerintah berencana menyediakan anggaran subsidi untuk harga pembelian listrik (feed in tarif) dari Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) swasta. Kementerian ESDM sendiri belum menetapkan berapa nilai subsidi feed-in tariff  untuk pembangkit PLTMH swasta. Cuma, belakangan pemerintah merevisi besar tambahan subsidi menjadi sekitar Rp 50,68 triliun.

Efek ke BBM dan Gas

Meski sedikit berkurang, tambahan subsidi ini jelas makin memberatkan anggaran. Maklum, kantong pemerintah sedang cekak. Lihat saja, penerimaan pajak sampai akhir Mei 2016 lalu baru sebesar Rp 364,1 triliun atau hanya 26,8% dari target 2016. Sudah hampir masuk 6 bulan, penerimaan pajak masih jauh dari separuh target. Padahal, waktu yang tersisa di tahun ini tinggal 7 bulan lagi. Dengan penerimaan pajak yang mengkhawatirkan, demi mengerem defisit, opsi yang ada buat pemerintah tinggan mengerek utang dan memangkas belanja. Untuk utang, pemerintah akan menambah target nilai penerbitan Surat Utang Negara (SUN) menjadi Rp 21,2 triliun.

Sedang untuk pemangkasan belanja, yang pertama menjadi korban adalah budget belanja kementerian dan lembaga, yang disunat sebesar Rp 40,5 triliun menjadi Rp 743,5 triliun. Kabarnya, jumlah ini akan dipangkas lagi Rp 20 triliun. Yang kedua, apalagi kalau bukan pos subsidi. Pos terbesar yang dikurangi adalah subsidi energi.

Subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan gas adalah yang terancam kena gunting cukur. Total anggaran subsidi solar dan liquefied petroleum gas (LPG) atau elpiji isi 3 kilogram akan dipotong Rp 23,05 triliun menjadi Rp 40,64 triliun. Semula, alokasi subsidi solar dan elpiji adlaah Rp 63,69 triliun.

Dampaknya, harga solar dan elpiji akan naik. Pemerintah awalnya mengusulkan pemotongan subsidi solar dari Rp 1.000 per liter menjadi Rp 350 per liter. Konsekuensinya, harga solar naik Rp 650 per liter. DPR setuju untuk memangkas subsidi solar, tetapi nilainya berkurang dari sebelumnya, Rp 1.000 per liter menjadi Rp 500 per liter. Dengan kata lain, harga solar hanya naik Rp 500.

Karena subsidi hanya turun 500 perak, maka anggarannya bertambah jadi Rp 13,91 triliun untuk BBM jenis tertentu. Khususnya untuk solar, anggaran subsidinya naik dari Rp 10,43 triliun menjadi Rp 11,60 triliun.

Nah, pemerintah berjanji mengalihkan penghematan dari pemangkasan subsidi solar dan elpiji tersebut untuk menambah subsidi listrik dan subsidi lainnya. Hitungan total, setelah pangkas sana-sini dan tambah sana-sini, alokasi subsidi dalam APBN-P 2016 diperkirakan hanya bakal naik sekitar Rp 6triliun dari Rp 182,6 triliun menjadi sekitar Rp 188,7 triliun.

Meski masih naik sedikit, nilai subsidi ini adalah yang terendah dibandingkan dengan realisasi bujet subsidi APBN tahun-tahun sebelumnya.

Masalahnya, dalam rapat tanggal 16 Juni lalu, Badan Anggaran (Banggar) DPR memutuskan subsidi listrik di APBNP tetap sebesar Rp 38,38 triliun. Dengna kata lain, pemerintah tak mendapat tambahan dana subsidi di revisi anggaran 2016 dari Banggar DPR, tapi juga tak bisa mencabut subsidi listrik sesuai sikap Komisi VII DPR.

Pemerintah sendiri tampaknya berpegang pada pagu bujet subsidi listrik yang dipatok tak berubah oleh Banggar DPR. “Dengan anggaran subsidi listrik tetap Rp 38,38 triliun, PLN tak boleh merugi. Ini sikap poin pemerintah,” ujar Menteri Energi dan Mineral Sudirman Said.

Walhasil, rapat terbatas kelistrikan Rabu lalu memutuskan pemerintah tetap mencabut subsidi bagi pelanggan listrik 900 VA. Pemerintah kini menghitung ulang kelayakan penerima subisidi pelanggan 900 VA.

Catatan sementara pemerintah, mayoritas pelanggan listrik 900 VA adalah masyarakat yang mampu secara ekonomi, dan seharusnya tidak menikmati subsidi listrik dari negara. Hasil identifikasi saat ini, hanya ada 260.000 pelanggan 900 VA yang tetap bisa menerima subsidi.

Cuma, memang ada perbedaan data antara TNP2K dan PLN. Ini yang akan dikaji ulang oleh Kementerian ESDM bersama dengan Kementerian Koordinator Perekonomian.

Kemungkinan berubah

Lucunya, setelah memutuskan subsidi listrik bakal dicabut, pemerintah juga berubah arah soal rencana kenaikan harga solar dan elpiji. Kabarnya, pemerintah tak jadi menaikkan harga karena ada perintah Presiden Jokowi untuk tidak mengubah atau mengerek harga jual solar dan elpiji subsidi selama periode menjelang Lebaran ini sampai September 2016.

Maklum saja, menjelang Lebaran permintaan elpiji melonjak hingga 22.662 metrik ton per hari. Lonjakan permintaan ini berlangsung dari awal Juni hingga H+ 15 Lebaran.

Apalagi, khusus untuk elpiji, pemerintah sudah memberikan subsidi sebesar Rp 4.500- Rp 5.000 per kilogram (kg) dengan harga gas di kisaran US$ 400 per metrik ton. Sedang harga gas dunia kini berkisar US$ 300 sampai US$ 320 per metrik ton.

Dengan asumsi itu, subsidi LPG saat ini masih bisa menopang harga subsidi elpiji bagi masyarakat luas. Dengan kata lain, harganya tidak jadi naik. “Saat ini masih ada simpanan yang cukup untuk memberikan subsidi. Jadi kemungkinan tidak perlu ada kenaikan sampai akhir 2016,” kata Sudirman.

Bagaiman dengan sikap DPR yang menolak pencabutan subsidi listrik? Karena pembahasan masalah ini, masih akan berlanjut pekan-pekan depan, sikap DPR kemungkinan berubah. Anggota Badan Anggaran DPR Jhony Plate mengatakan, Banggar bisa saja menyetujui usulan pemerintah untuk mencabut subsidi sebagian pelanggan 900 VA. Namun, besaran subsidi akan baru ditetapkan di Banggar saat rapat pleno tingkat satu pekan ini. Tentu saja, syaratnya, harus ada data yang valid pelanggan 900 VA mana saja yang berhak mendapat subsidi dan yang tidak.

Rencana pemerintah sebenarnya juga belum permanen. Menteri Koordinator Ekonomi Darmin Nasution mengatakan, utak-atik anggaran masih perlu untuk mengantisipasi seretnya penerimaan pajak. Apalagi, postur belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah hingga kini belum juga disepakati. Artinya? Siap-sipa saja skema subsidi berubah lagi!

Sumber:  Tablod Kontan, 27 Juni-03 Juli 2016

Penulis: Amal Ihsan Hadian, Marshall Sautlan

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar