Menteri Perindustrian Saleh Husin menolak berapa pun nilai cukai plastik kemasan minuman
JAKARTA. Menteri Perindustrian Saleh Husin kembali melontarkan penolakan terhadap rencana Kementerian Keuangan memungut cukai plastik untuk minuman berkemasan. Setelah menyatakan, instansinya menolak berapa pun besaran pungutan cukai kemasan plastik tersebut.
Alasan Saleh, pungutan cukai akan merugikan industry minuman. “Kebijakan itu hanya dilihat dari sisi lingkungan hidup, di sisi lain industri kita akan mati. Dan kita, mematikan pabrik dalam negeri,: katanya, Kamis (14/7)
Saleh menyatakan, cukai plastik minuman berkemasan malah membuka peluang impor bagi produk minuman dari luar negeri. “Sama saja menyuruh barang dari pabrik luar negeri masuk. Ini akan melemahkan daya saing industry kita,” kata Saleh.
Maka itu, Saleh memandang, kebijakan Kementerian Keuangan tersebut salah sasaran. Menurut dia, bila ingin mengurangi sampah plastic, seharusnya tidak dengan memungut cukai pada kemasan plastic. Apalagi saat ini plastik sudah mudah didaur ulang.
Tak hanya melemahkan industri minuman, dampak kebijakan cukai kemasan plastik akan berdampak terhadap industri plastic. Fajar A Budiyono, Sekretaris Jenderal Indonesian Olefin and Plastic Indonesian Olefin and Plastic Industry Association (Inaplas) memperkirakan, penerapan cukai kemasan plastic berpeluang menurunkan 10% produksi plastic. “Kekosongan pasokan akan diisi pemain lain dari ASEAN,” kata Fajar.
Jadi importir
Kebijakan tersebut tak hanya dirasakan perusahaan minuman skala besar saja, tetapi akan dirasakan perusahaan skala menengah dan kecil. “Pelaku usaha air minum dalam kemasan ada 700 perusahaan. Kebanyakan perusahaan kecil. Perusahaan besarnya bisa dihitung dengan jari,” kata Rachmat Hidayat, Wakil Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) kepada KONTAN, Kamis (14/7)
Jika Kementerian Keuangan tetap kukuh menerapkan aturan tersebut, Rachmat khawatir, banyak produsen minuman berpikir ulang untuk melanjutkan usahanya. Sebab, adanya cukai plastik akan menambah biaya produksi yang saat ini 15% berasal dari bahan baku kemasan. “Produsen nanti akan memilih menjadi importer. Jika hal ini terjadi, akan menjadi berita buruk bagi investasi di Indonesia,” kata Rachmat.
Dari sisi nilai, pengutan cukai dari minuman kemasan memang menggiurkan. Mengacu data Gapmmi, angka produksi air minuman dalam kemasan pada tahun 2015 tercatat sebanyak 24 miliar liter. Tahun ini, produksinya naik 10% jadi 26,4 miliar liter.
Selain itu, industri minuman termasuk sebagai industri yang tumbuh di atas rata. Pada kuartal pertama tahun 2016, Kementerian Perindustrian mencatat, industri makanan minuman tumbuh 7,55%. Pencapaian tersebut mendongkrak pertumbuhan industri non migas secara keseluruhan yang tumbuh 4,46% di kuartal pertama 2016.
Tidak hanya itu, industri makanan dan minuman juga menyumbang 31,5% terhadap pendapatan industri pengolahan non migas. Adapun sektor pengolahan non migas sendiri menyumbang 18,41% terhadap produk domestic bruto (PDB) nasional.
Sumber: Harian Kontan , 15 Juli 2016
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar