Sinyal Mencemaskan Defisit Anggaran

Defisit APBNP 2016 semester I membengkak 1,83% dari PDB

JAKARTA. Tantangan penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2016 nampaknya kian nyata. Kenaikan realisasi belanja pemerintah yang tak diimbangi penerimaan membuat defisit anggaran 2016 di semester I membesar.

Laporan Kementerian Keuangan (Kemkeu) ke Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), kemarin (21/7), menyebut, defisit anggaran semester satu 2016 mencapai 1,83%, atau Rp 230 triliun, membengkak ketimbang periode sama 2015 yang hanya 0,75% dari produk domestik bruto (PDB).

Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro mengatakan, membengkaknya defisit semester I karena rendahnya penerimaan negara, baik dari sisi perpajakan maupun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Di sisi, belanja pemerintah membesar.

Sampai semester I, belanja total lebih tinggi Rp 11,3 triliun dibanding periode sama tahun lalu. Sementara, penerimaan negara lebih rendah Rp 33 triliun.

Menurut Bambang, rendahnya harga komoditas terutama migas membuat penerimaan negara memble. Ini pula yang membuat penerimaan pajak penghasilan (PPh) migas dan pendapatan negara bukan pajak (PNBP) dari migas jauh lebih rendah. Realisasi PPh migas hanya Rp 16,3 triliun, jauh lebih rendah dari capaian semester I/2015 Rp 27,3 triliun. Adapun penerimaan PNBP tercatat lebih rendah Rp 24,2 triliun. Pun begitu dengan penerimaan bea cukai baru Rp 61,3 triliun.

Meski begitu, Bambang yakin penerimaan pajak hingga akhir tahun bakal ada kenaikan. Hingga akhir Juni 2016, penerimaan pajak nonmigas sudah Rp 444,4 triliun, sedikit lebih tinggi dibanding realisasi tahun lalu Rp 430,3 triliun.

Selain itu, keberhasilan pengampunan pajak atau tax amnesty diharapkan bisa menyumpal defisit anggaran hingga Rp 165 triliun.

Itulah sebabnya, imbuh Direktur Jenderal (Dirjen) Anggaran Kemkeu Askolani, meski lebih besar dari tahun lalu, sampai akhir tahun total defisit tak akan melebihi target 2,35%. “Kami perkirakan defisit anggaran semester II 2016 hanya 0,52%,” ujar dia.

Askolani yakin target tax amnesty tercapai karena gencarnya sosialisasi pemerintah. Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahkan turun tangan bertemu dengan lebih dari 3.500 pebisnis atau wajib pajak di Medan, Sumatera Utara, selain Jakarta dan Surabaya.

Dengan berbagai langkah tersebut, Askolani menilai, target pendapatan pajak dari tax amnesty Rp 165 triliun realistis. “Dengan begitu cashflow pemerintah hingga akhir tahun akan aman,” tandas dia yakin. Makanya, pemerintah akan menggenjot belanja semester II. Askolani memprediksi, belanja negara diperkirakan akan mencapai Rp 1.217 triliun. Realisasi penyerapan belanja akan didorong agar menjadi stimulus pertumbuhan ekonomi tahun ini.

Optimisme pemerintah nampaknya belum 100% sejalan dengan DPR. Menerima laporan keuangan negara semester I, DPR menerima dengan catatan. “Masih ada risiko penerimaan negara yang rendah,” ujar Ketua Banggar Kahar Muzakar.

Banggar minta pemerintah siap opsi lain menutup risiko, meski ada tax amnesty. Apalagi, proyeksi Bank Indonesia (BI), minimal penerimaan tax amnesty Cuma Rp 45,7 triliun. Jika target pemerintah di tax amnesty gagal, risiko defisit melebar tak terelakkan. Bahkan melewati batas UU maksimal 3%.

Sumber : Harian Kontan 22 Juli 2016

Penulis : Asep Munazat Zatnika

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar