JAKARTA – Bank Pembangunan Asia (ADB) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini dan tahun depan. Dalam publikasi ekonomi berjudul Asian Development Outlook( ADO), ADB memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini sebesar 5% dan tahun depan 5,1%.
Proyeksi itu lebih rendah dari perkiraan Maret 2016. Saat itu dalam publikasinya, ADB memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2016 sebesar 5,2%, sementara tahun depan sebesar 5,5%. Direktur ADB untuk Indonesia Steven Tabor menyebut, ada tiga risiko yang menyebabkan revisi ke bawah pertumbuhan ekonomi Indonesia..
Pertama, pemangkasan belanja pemerintah yang berdampak pada proyek infrastruktur. “Proyek infrastruktur yang kami ikuti akan banyak ditunda sebgaian ke tahun depan,” kata Steven, Selasa (27/9). Seperti diketahui, tahun ini, pemerintah telah memangkas belanja dua kali, sebesar Rp 50 triliun dan Rp 137 triliun.
Kedua, investasi yang lebih rendah dari yang diperkirakan sebelumnya. Hal ini terjadi karna investor masih menunggu implementasi reformasi kebijakan yang dilakukan pemerintah sebelum menanamkan modalnya. Ketiga, sejumlah harga komoditas, seperti batubara, emas, dan kelapa sawit masih tergolong rendah.
China menguat
Pelemahan harga komoditas terjadi seiring dengan permintaan dunia yang turun. Namun begitu, ADB melihat adanya peningkatan permintaan dari China, yang tampak dari peningkatan impor China. Dengan tren tersebut, ADB merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi China pada tahun ini menjadi 6,6% dari sebelumnya yang sebesar 5,8%.
Perbaikan kinerja impor China akan berdampak terhadap perdagangan internasional Indonesia. Meski demikian, dampaknya belum akan mampu memperbaiki ekspor Indonesia secara signifikan.
Wakil Kepala Perwakilan ADB untuk Indonesia Sona Shrestha menambahkan, revisi ke bawah pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini juga dikarenakan risiko lemahnya pasar tenaga kerja. Kondisi itu dapat melemahkan kepercayaan konsumen. Pihaknya melaporkan, jumlah tenaga kerja pada Februari 2016 turun 0,2% (YoY),walaupun jumlah pekerjaan di perdesaan meningkat 2% pada periode yang sama.
ADB melihat konsumsi swasta masih akan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi pada paruh kedua tahun ini. Upah minimum yang lebih tinggi dan kenaikan batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP), serta rendahnya inflasi akan mendorong pengeluaran rumah tangga.
Kenaikan konsumsi akan membuat kenaikan permintaan konsumen. “Memang ada tanda-tanda seperti permintaan sepeda motor sudah agak lebih baik, penjualan mobil biasa lebih sehat, juga penjualan rumah yang kelas menengah bawah masih cukup kuat,” tambah Tabor.
Ekonom Samuel Aset Manajemen Laba Soelistianingsih berpendapat, proyeksi tersebut masih cukup optimistis dibandingkan proyeksi lembaga keuangan internasional lainnya. Lana memproyeksi, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini di kisaran 4,9%-5%.
Selain ADB, Bank Indonesia (BI) juga sudah menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini dari sebelumnya, 5,1% menjadi 5%. Pemerintah juga memperkirakan pertumbuhan tahun ini di kisaran 5%-5,1%.
Ekonom Standard Chartered Aldian Taloputra bilang, kinerja ekspor Indonesia mulai menunjukkan perbaikan. Dia juga melihat investasi swasta mulai membaik yang didorong oleh pelonggaran kebijakan moneter BI. “Kami harap dapat mengompensasi efek pemotongan anggaran pemerintah,” katanya.
Aldian memperkirakan, pertumbuhan ekonomi 2016 mencapai 5,1% sama seperti pertumbuhan kuartal III.
Penulis: Adinda Ade Mustami
Sumber: Harian Kontan, 28 September 2016
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar