Peritel: Daya Beli Lemah Itu Fakta Lapangan

Pengusaha ritel menge­luhkan belum adanya lang­kah konkret dari pemerintah untuk memperbaiki daya beli masyarakat yang berdampak pada penurunan penjualan. Jika dibiarkan akan semakin banyak ritel yang berguguran.

Wakil Ketua Asosiasi Pengu­saha Ritel Indonesia ( Aprindo) Tutum Rahanta mengatakan, data penurunan penjualan ritel dan pelemahan daya beli yang disampaikan ke publik be­berapa waktu lalu merupakan fakta lapangan. “Kami tidak ingin bikin gaduh,” ujar Tutum di Jakarta, kemarin.

Saat ini, data penurunan penjualan ritel dan daya beli yang disampaikan Aprindo menuai pro dan kontra. Pe­merintah hingga beberapa analisis bahkan menyanggah telah terjadi penurunan daya beli masyarakat.

Menurut Tutum, Aprindo sudah mengecek kondisi riil di lapangan pasca Lebaran lalu. Hasilnya sejumlah penjualan ritel memang mengalami penurunan. Terkait besaran penurunan penjualan ritel, Aprindo menuturkan untuk ritel makanan bisa terlihat dari penjualan di minimarket dan supermarket.

Ada yang masih bertahan namun ada juga yang pen­jualannya turun 5-10 persen. Sementara itu penjualan ritel pakaian ada yang turun 5 persen, 10 persen, bahkan 20 persen. Namun bila dirata-rata, penurunan penjualan ritel pakaian 5-15 persen.

Aprindo juga sudah mengum­pulkan pemilik atau CEO indus­tri ritel Indonesia untuk meng­konfirmasi laporan penurunan penjualan itu. Diakui Aprindo tidak semua pelaku usaha ritel penjualannya turun.

Dia juga mengaku sudah mengecek indikasi pergeseran pola belanja masyarakat dari konvensional ke online di luar jangkauan Aprindo. Na­mun setelah dicek ke industri pemasok produknya, Aprindo tak menemukan peningkatan produksi atau permintaan. Ia berharap agar kondisi mikro ekonomi ini juga menjadi perhatian pemerintah.

Ekonom PT Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih mengatakan, faktor lesunya sektor ritel dipengaruhi daya beli masyarakat yang turun, khususnya pekerja di sektor informal akibat dari ketidakpastian pendapatan pekerja. “Pekerja sebagai konsumen harus memilih kon­sumsi yang menjadi prioritas seperti kebutuhan makanan dan kebutuhan lain yang men­jadi prioritas,” ujar Lana di Jakarta, akhir pekan lalu.

Oleh karena itu, lanjut Lana, masyarakat yang bekerja di sektor informal saat ini menghindari belanja untuk konsumsi rumah tangga di su­permarket besar yang sifatnya untuk persediaan (stock), me­lainkan hanya membeli sesuai kebutuhan saja di minimarket-minimarket. Karena faktor lesunya daya beli masyarakat yang turun itu menyebab­kan penjualan di sektor ritel terutama barang konsumsi seperti sandang mencatatkan penurunan.

“Masyarakat lebih menahan untuk belanja handphone baru dalam enam bulan terakhir, karena mereka merasa hand­phonenya masih dirasa cukup memenuhi, tapi untuk ang­garan pulsa harus tetap ada,” pungkas Lana.

Sumber : rmol.co

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com

 



Kategori:Berita Ekonomi

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar