Penegakan Hukum Pajak Meresahkan

JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) tengah mengejar penerimaan pajak dengan menggencarkan law enforcement atau penegakan hukum perpajakan. Upaya ekstra itu dikeluhkan dunia usaha karena penegakan hukum ala Ditjen Pajak hanya di situ-situ saja. Istilahnya berburu di kebun binatang.

Sumber KONTAN menyebut, dalam dua bulan terakhir Ditjen Pajak kerap menerapkan kebijakan menjatuhkan bukti permulaan (Bukper), termasuk kepada Wajib Pajak (WP) yang meminta restitusi. Bahkan dia menyatakan, sekitar 700 bukti permulaan yang dijatuhkan Ditjen Pajak dalam dua bulan terakhir.

Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Industri Non Bank Siddhi Widyaprathama bilang, saat ini banyak perusahaan yang diperiksa dan sebagian statusnya naik ke bukti permulaan. Hal ini dinilai meresahkan, karena tidak semuanya yang ada di pemeriksaan bukti permulaan pajak tersebut sengaja tidak patuh.

“Saat ini memang banyak yang diperiksa dan sebagian sudah masuk bukti pemeriksaan. Padahal, yang belum punya Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) masih banyak,” kata Siddhi kepada KONTAN, Rabu (25/10).

Ia mengatakan, Ditjen Pajak seharusnya tidak mengejar kalangan ini melainkan wajib pajak yang belum punya NPWP. Situasi saat ini, Siddhi menilai, pemerintah membuat suasana tak kondusif. “Penduduk indonesia 250 juta orang, yang menyampaikan SPT sebanyak 20 juta. Masa pendapatan pajak indonesia hanya dari 20 juta? Ekstensifikasi tidak jalan,” jelasnya.

Siddhi mengatakan, pengusaha yang tidak sengaja tak patuh ini seharusnya mendapatkan penyuluhan dan pembinaan dari otoritas pajak. Namun hal itu selama ini tidak pernah berjalan.

Terlalu dipaksakanPenegakan hukum perpajakan menjadi bagian dari upaya ekstra Ditjen Pajak mengeruk penerimaan negara di akhir tahun. Menurut Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi, total penerimaan dari proses upaya ekstra sampai pertengahan Oktober hanya Rp 49 triliun. Makanya, kini Ditjen Pajak menaikkan target penerimaan hingga tak terbatas.

Bahkan menurut Direktur Potensi, Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Ditjen Pajak Yon Arsal, saat ini target upaya ekstra di atas Rp 59,5 triliun. “Lebih dari Rp 100 triliun,” katanya.

Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) bidang Tax Center Ajib Hamdani memaklumi bila Ditjen Pajak mengeluarkan upaya ekstra untuk mengejar penerimaan pajak di akhir tahun. Namun, dia berharap upaya ekstra ini tetap dalam koridor aturan. Menurut catatan KONTAN, dari keseluruhan upaya ekstra yang dilakukan pada awal Juli lalu, Ditjen Pajak berhasil mengumpulkan Rp 28,4 triliun. Sedangkan target Ditjen Pajak dari upaya ekstra ini mencapai Rp 59,5 triliun.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan penegakan hukum seperti ini menunjukkan Ditjen Pajak tidak memiliki kepekaan. “Sengaja atau tidak sengaja tidak patuh sifatnya sangat subjektif. Misal seseorang tidak punya NPWP, bisa saja dilakukan pemeriksaan kalau mengacu UU, tetapi Ditjen Pajak harus bisa kalkulasi dampaknya. Konyol kalau dipaksakan,” katanya.

Menurutnya, tindakan tersebut di luar kebijakan Menkeu. Sebab pemerintah telah memiliki koridor untuk penegakan hukum pajak pasca amnesti pajak.

Sumber: Harian Kontan

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Pemeriksaan Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar