Belakangan pemerintah memutuskan mengimpor 500 ribu ton beras khusus dari Thailand dan Vietnam untuk menjamin ketersediaan di dalam negeri dan sebagai salah satu upaya menekan harga. Beras tersebut rencananya akan mulai masuk akhir Januari 2018. Ini menunjukkan, klaim tidak impor dan sudah swasembada beras telah terbantahkan. Faktanya impor beras terus meningkat dari 0,844 juta ton pada 2014 menjadi 0,862 juta ton pada 2015 dan 1,283 juta ton pada 2016. Pada 2017 hingga bulan April telah diimpor beras 71.000 ton.
Ketidakakuratan data produksi padi/beras mengakibatkan kebijakan beras kurang tepat. Ada disparitas besar antara laporan yang dijadikan data nasional dan kenyataan di lapangan (DA Santosa, 2017). Beras merupakan komoditas strategis karena menyangkut hajat hidup orang banyak. ini menentukan penyelenggaraan pangan nasional serta stabilitas sosial ekonomi. Maka, negara mesti hadir melalui penguatan kelembagaan pangan, bukan menyerahkan sepenuhnya pada mekanisme impor.
Pasokan beras yang tersendat dan harga kian meroket menunjukkan, pemerintah tidak siap dan tidak memiliki kebijakan yang baik dalam menjaga pasokan beras. Ini bagian terlemah dari kebijakan ekonomi. Kementerian yang membawahinya tidak memiliki platform yang jelas. Pemerintah sebenarnya tidak perlu terlalu rumit membuat kebijakan pangan, terutama beras karena sudah ada best practice.
Indonesia pernah swasembada beras melalui tahapan dan gabungan kebijakan yang sistematis. Sejak 1968 produksi padi terus digenjot dan mencapai puncaknya pada 1992 karena naik tiga kali lipat. Prestasi besar sudah tercatat pada 1984 ketika Indonesia menjadi negara yang mencapai swasembada beras dan tetap dipertahankannya hingga lima tahun terakhir Repelita V 1992.
Bagi para pengambil keputusan perlu dipahami, produksi beras tidak sama dengan industri modern otomotif, kimia, dan lainnya. Produksi beras dijalankan sistem pertanian rakyat tradisional, dikerjakan secara sederhana, dan di atas lahan sempit. Mendiang Presiden Soeharto sangat memahami kondisi tersebut. Maka, dia melancarkan strategi kebijakan swasembada beras dengan program fokus pada petani kecil dan sistem pertanian lahan sempit tersebut.
Pemerintahan menjalankan program terfokus dengan pengenalan teknologi benih IR. Selanjutnya, untuk mendukung pertambahan produksi benih baru tersebut pemerintah membangun industri pupuk melalui BUMN. Ditunjuklah PT Pupuk Sriwijaya. Departemen Pekerjaan Umum lalu membangun infrastruktur irigasi di seluruh Indonesia, terutama provinsi penghasil beras. Ada juga program penyuluhan rakyat disertai kebijakan subsidi petani secara komprehensif.
Kebijakan swasembada itu terintegrasi dengan kepemimpinan yang kuat sehingga berjalan efektif. Karena itu, Indonesia selamat dari jebakan sebagai negara pengimpor beras terbesar di dunia dan muncul sebagai penghasil beras.
Tetapi, belakangan kebijakan ini mulai terbatas daya dongkraknya terhadap peningkatan produksi pangan. Tidak ada lagi sistem kebijakan yang terintegrasi seperti pengalaman masa lalu dan best practice yang pernah dilakukan bangsa. Semestinya, kebijakan yang baik ditiru pemerintahan berikutnya. Ironinya, ini justru banyak diadopsi negara lain. Tapi yang terjadi justru sebaliknya, bukan hanya tidak diikuti oleh pemerintah, bahkan program lama dan hasil-hasilnya dibiarkan hancur.
Hampir semua elemen kebijakan yang sukses tersebut “dipreteli” satu persatu secara tidak bertanggung jawab. Sistem irigasi dibiarkan rusak dan lahan subur dirombak menjadi permukiman atau kawasan industri. Sistem penyuluhan perdesaan tidak ada lagi. Produksi sekarang distimulasi harga beras yang cukup tinggi.
Perlu Terobosan
Kebijakan baik masa lalu semestinya bisa menjadi pondasi untuk mempertahankan produksi pangan. Untuk meningkatkan produksi beras, pemerintah harus membuat strategi besar sebagai pilar kebijakan pangan pada saat ini. Pemerintah perlu membuat terobosan strategi kebijakan persawahan sangat besar di luar Jawa yang dibangun dengan cara modern didukung badan usaha modern pula.
Gagasan tersebut perlu dijalankan langsung oleh BUMN dengan dorongan politik pemerintah dan DPR sehingga sistem produksi beras bisa berbasis sistem pertanian rakyat dan pertanian besar. Contoh nyata dan sukses sudah ada di depan mata, yakni sistem perkebunan sawit, karet dan lainnya yang memadukan sistem perkebunan besar dan perkebunan rakyat.
Di samping itu, terobosan teknologi pascapanen, terutama untuk mengurangi kehilangan. Beberapa penelitian dan perkiraan setidaknya ada 6 juta ton padi hilang karena teknologi pascapanennya lemah. Fakta ini menunjukkan banyak kelemahan kebijakan pangan karena tidak diurus dengan baik. Jika kehilangan produksi pascapanen ini bisa dikurangi sampai separuh, maka pencapaian itu bisa menggantikan ekspor. Perbaikan teknologi pascapanen tersebut bisa setara atau lebih besar dari impor beras.
Solusi pragmatis impor beras sejatinya tidak perlu diambil mengingat pada bulan Februari 2018 diprediksi akan panen raya di beberapa daerah. Impor beras justru membuat negara dan rakyat tidak lagi berdaulat. Kekuatan dalam mengatur produksi, distribusi, dan konsumsi di sektor pangan beras tak di tangan rakyat.
Fokus perhatian pemerintah seharusnya memperkuat peningkatan produksi beras yang menjadi makanan pokok bangsa didukung komitmen reformasi agraria. Tidak kalah penting lagi diversifikasi pangan lokal dan penguatan stok. Selain itu, meningkatkan daya beli masyarakat agar mudah mengakses ketersediaan beras.
Kebijakan impor beras cenderung berpihak pada kapitalis yang hanya membuahkan banyak persoalan. Kongkalikong antara pemberi dan penerima kuota impor bisa terjadi. Bahkan menciptakan kartel dan mafia impor yang mengeruk keuntungan ekonomi semata. Aparat pemerintah perlu tegas memberantas mafia impor dengan memberi sanksi berat. Pengawasan di setiap pelabuhan perlu diperketat. Sebab sering kali aturan yang keras di atas kertas, tidak diikuti pengawasan ketat di lapangan.
Rakyat di tahun politik ini merindukan muncul pemimpin yang tegas dalam mengurusi pangan agar tidak selalu bergantung pada impor. Revolusi pangan mutlak dilakukan melalui kehadiran negara yang punya kekuatan untuk menyetop impor.
Sumber : Koran-jakarta.com
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Ekonomi

Tinggalkan komentar