Belanja Infrastruktur Naik, Penyerapan Tenaga Kerja Turun

JAKARTA. Realisasi belanja pemerintah tahun 2017, tercatat tumbuh 7,2% year on year (YoY) menjadi Rp 1.998,5 triliun. Tak hanya belanja modal, belanja infrastruktur yang berdampak terhadap ekonomi domestik, juga mencatat lonjakan realisasi dari periode yang sama tahun sebelumnya.

Direktur Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Direktorat Jenderal (Ditjen) Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Kunta Wibawa Dasa Nugraha mengatakan, realisasi anggaran belanja infrastruktur tahun lalu masih bergerak. Namun pihaknya memproyeksi, realisasinya akan mencapai Rp 390 triliun, dari target dalam APBN-P 2017 sebesar Rp 401,1 triliun.

Menurut Kunta, masih bergeraknya realisasi belanja infrastruktur utamanya karena masih menunggu data-data dari pemerintah daerah (pemda). Namun, realisasi sejauh ini, hampir mendekati angka proyeksi tersebut.

Toh, “Realisasinya tidak akan jauh-jauh dari proyeksi. Biasanya, angka akan bergerak sampai akhir Maret 2018,” kata Kunta kepada KONTAN belum lama ini.

Jika benar realisasinya di angka ini, maka total belanja infrastruktur pemerintah sepanjang tahun lalu tumbuh 44,93% YoY. Tahun 2016, realisasi belanja infrastruktur pemerintah hanya Rp 269,1 triliun. Sementara dalam APBN 2018, pemerintah mematok anggaran infrastruktur sebesar Rp 409 triliun.

Peneliti Institute Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, peningkatan belanja infrastruktur tersebut memiliki dua dampak besar.

Kenaikan belanja infrastruktur tak berdampak pada kenaikan penyerapan tenaga kerja.

Pertama, dampak positif bagi sektor kontruksi. Hal ini terbukti dari pertumbuhan sektor kontruksi di atas 7%.

Kedua, jika realisasi belanja melebihi target, dampaknya akan berkontribusi pada penambahan defisit anggaran negara. Ujungnya adalah beban utang khusus untuk pembangunan infrastruktur meningkat.

Oleh karena itu, “Pemerintah harus lebih hati-hati untuk mengejar target penyelesaian proyek infrastruktur sekaligus mengendalikan risiko utang,” kata Bhima, Rabu (17/1).

Catatan lainnya, justru terjadi diskonektivitas antara kenaikan belanja infrastruktur dengan ekonomi domestik, terutama dalam hal jumlah penyerapan tenaga kerja. Yang terjadi, penyerapan tenaga kerja di sektor konstruksi tahun 2017 per Agustus berkonstribusi sebesar 6,73% lebih rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 6,74%.

Bahkan di tahun 2016, serapan tenaga kerja sektor konstruksi sempat berkurang 230.000 orang. “Ini menandakan bahwa infrastruktur semakin sedikit menyerap tenaga kerja,” tambahnya.

Penyebabnya, pembangunan infrastruktur di Indonesia di genjot dengan kondisi pemanfaatan industri manufaktur yang belum siap. Jalan tol dan rel kereta dibangun tapi tak berkaitan dengan jalur distribusi kawasan industri.

Di sisi lain, berbagai kawasan ekonomi khusus dibangun, tetapi nasib kawasan industri  yang sudah eksis kurang mendapat perhatian. Kondisi ini menciptakan diskonektivitas pembangunan.

Bhima bilang, diskonektivitas bisa diatasi dengan lebih banyak menggandeng swasta lokal dalam pengerjaan infrastruktur, sehingga proyek padat karya bisa terlaksana.

Sumber: Harian Kontan

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Ekonomi

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar