JAKARTA. Sejumlah paket kebijakan ekonomi yang diterbitkan pemerintah tidak berjalan sesuai harapan, bahkan ada yang menimbulkan masalah baru. Salah satu adalah kebijakan penurunan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) bagi tanah dan bangunan yang menjadi aset Dana Investasi Real Estate (DIRE).
Kebijakan Insentif tersebut tertuang di Paket Kebijakan Ekonomi XI yang keluar pada 29 Maret 2016. Dalam paket ekonom ini, pemerintah memangkas tarif BPHTB dari 5% menjadi maksimal 1% bagi tanah dan bangunan yang menjadi aset DIRE.
Walau sudah berjalan kurang lebih dua tahun, saat ini kebijakan itu justru menimbulkan ketidakpastian baru dilapangan. Selain perubahan basis perhitungan menjadi harga pasar dari sebelumnya nilai jual objek pajak (NJOP), banyak pemerintah daerah yang enggan menjalankan program ini karena khawatir penerimaannya menyusut.
Sekretaris Perusahaan PT Intiland Development Tbk (DILD) Thresia Rustansi menyatakan, perusahaan pengembang properti berharap dampak kebijakan itu bisa berjalan di lapangan, sebab kebijakan ini merupakan kebijakan yang bagus. “Yang dirugikan ya semua pihak, bukan hanya pelaku industri. Sebab ada opsi investasi yang bagus tapi tidak bisa dijalankan,” kata Theresia kepada KONTAN, Senin (19/2).
Menurut Theresia, yang salah dari implementasi pengurangan tarif BPHTB khusus DIRE ini adalah perbedaan pemahaman antara pemerintah pusat dan daerah. Selama ini daerah menilai hal itu merugikan. “Pengurangan tarif BPHTB khusus DIRE dianggap mengurangi pendapatan daerah. Padahal justru malah bisa menjadi bonus pendapatan bagi daerah. Hal ini yang perlu dipahami bersama,” terang Theresia.
Iskandar Simorangkir, Deputi Menteri Perekonomian menyatakan kkebijakan ini memang harus didukung peraturan daerah (Perda). “Masalahnya Perda perlu pembahasan dan persetujuan DPRD,” jelas Iskandar.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, pemerintah perlu mencari solusi masalah ini. Sebab selama ini baru Pemda DKI Jakarta yang melaksanakan kebijakan itu mulai 2016. Daerah lain masih enggan menurunkan tarif.
Untuk itu Yustinus menyarankan, perlu koordinasi antara pusat dan daerah, termasuk kebijakan sebagai trade-off dari berkurangnya pendapatan daerah. Pemerintah pusat perlu memberikan kompensasi ke Pemda atas hilangnya revenue ini. “Bisa dihitung potensi hilangnya BPHTB tiap daerah, lalu dikompensasi di Dana Alokasi Umum (DAU) misalnya,” saran Yustinus.
Sumber: Harian Kontan
http://www.pemeriksaanpajak.com
Kategori:Pemeriksaan Pajak

Tinggalkan komentar