Warning! Penerimaan Pajak Bakal Minus Lebih dari 10%

Gedung Kementrian Keuangan Ditjen Pajak

Pandemi Covid-19 telah membuat pemerintah Indonesia harus mengotak-atik postur anggaran APBN 2020, untuk bisa melakukan penanganan Covid-19 kepada masyarakat sekaligus menjalankan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Kepala Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu menjelaskan, potensi penerimaan negara diperkirakan akan lebih rendah dari Rp 1.699,1 triliun atau di bawah yang ditargetkan pada perubahan kedua postur APBN 2020, di dalam Perpes 72 tahun 2020.

“Penerimaan negara di tahun 2020 itu diproyeksikan akan lebih kecil lagi dari Rp 1.669,1 triliun,” jelas Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu dalam diskusi virtual, Sabtu (29/8/2020).

Proyeksi penerimaan negara yang lebih rendah tercermin dari rendahnya realisasi penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Pasalnya, kata dia, harga komoditas yang relatif rendah. Tapi di sisi lain spending atau belanja pemerintah terus meningkat.

Seperti diketahui di dalam Perpres 72 tahun 2020 belanja pemerintah ditargetkan mencapai Rp 2.738,4 triliun.

“Di Perpres 72 itu asumsinya pertumbuhan pajak minus 10%. Mungkin realisasinya bisa lebih buruk dari 10%. Sehingga kita punya masalah di sana, pengeluarannya harus dikelola ke depan,” jelas Febrio.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pemerintah telah mengoreksi target penerimaan pajak pada 2020 senilai Rp 1.198,8 triliun atau terkontraksi 10% dibanding APBN 2019 yang sebesar Rp 1.577,6 triliun. Namun, dia mengaku sempat mempekirakan kontraksinya mencapai 12%.

“Pada Perpres No. 72/2020, kita tadinya mengestimasi kontraksinya antara 10% sampai 12%. Kita melihat memang ini adalah estimasi yang cukup hati-hati,” katanya saat berbincang dengan CNBC Indonesia TV dalam program Squawk Box, Jumat (28/8/2020).

Sebagai informasi, penerimaan pajak pada tahun ini, sesuai Perpres No. 72 Tahun 2020, ditargetkan senilai Rp1.198,8 triliun. Target itu mencatatkan penurunan 10% jika dibandingkan realisasi pada tahun lalu senilai Rp1.332,1 triliun.

Sri Mulyani mengatakan pelaku usaha hingga Juli 2020 masih mengalami situasi yang sulit akibat pandemi Covid-19 sehingga berdampak pada kontraksi penerimaan pajak. Kontraksi itu misalnya terlihat dari penerimaan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21, PPh Pasal 25, bahkan pajak pertambahan nilai (PPN).

Meski demikian, Sri Mulyani menjelaskan instrumen pajak tidak bisa dilihat hanya dari sisi penerimaan karena pemerintah juga memberikan berbagai insentif pajak untuk pelaku usaha.

Insentif itu berupa PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP), pembebasan PPh Pasal 22, diskon 50% PPh Pasal 25, serta restitusi dipercepat. Nilai insentif pajak itu mencapai Rp 120,61 triliun.

Oleh karena itu, Sri Mulyani penerimaan pajak hingga akhir Juli 2020 mengalami kontraksi hingga 14,7%. Kontraksi itu tercatat lebih dalam dibandingkan dengan akhir bulan sebelumnya yang sebesar 12%.

Sumber: cnbcindonesia

http://www.pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , ,

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

%d blogger menyukai ini: