Pendaftaran pekerja sebagai peserta BPJS Kesehatan paling lambat 1 Januari 2015.
“Bagi Perusahaan: BUMN dan Perusahaan Swasta Usaha Besar, Menengah, dan Kecil Wajib Mendaftarkan Pekerja dan Anggota Keluarganya Sebagai Peserta BPJS Kesehatan Paling Lambat 1 Januari 2015.” Begitu bunyi peringatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dalam iklan satu halaman di sejumlah koran nasional pada 9 Desember 2014 lalu.
Penyelenggara jaminan kesehatan ini harus mengeluarkan peringatan tersebut, lantaran menjelang tenggat waktu berakhir masih banyak BUMN dan perusahaan swasta yang belum mendaftarkan pegawai dan anggota keluarganya sebagai peserta BPJS Kesehatan.
Kewajiban BUMN dan perusahaan swasta itu merupakan perintah Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Tapi, BPJS Kesehatan mencatat, baru sekitar 10 juta karyawan BUMN dan perusahaan swasta termasuk keluarga mereka yang terdaftar sebagai peserta lembaga jelmaan PT Askes tersebut.
Cuma, Purnawarman Basundoro, Direktur Hukum dan Komunikasi BPJS Kesehatan, bilang, menjelang tutup tahun 2014, terus terjadi peningkatan jumlah BUMN dan perusahaan swasta yang mendaftarkan para karyawannya. “Pendaftaran dilakukan di seluruh kantor cabang dan kantor layanan operasional kami,” ujarnya.
BPJS Kesehatan sudah membentuk tim di tingkat pusat dan daerah untuk memeriksa semua BUMN dan perusahaan swasta, apakah mereka sudah mendaftarkan pekerjanya atau belum. Itu sebabnya, Purnawarman optimistis, mendekati akhir tahun nanti jumlah pemberi kerja yang melakukan pendaftaran akan lebih banyak lagi.
Keyakinan Purnawarman ini bukan tanpa sebab. BUMN dan perusahaan swasta memang tidak punya pilihan lain: harus mendaftarkan pekerjanya paling lambat 1 Januari 2015 nanti. Kalau tidak, sejumlah sanksi sudah menunggu mereka.
Sesuai Peraturan Pemerintah No. 86/2013, ada sanksi bagi pelaku usaha yang tidak mendaftarkan pekerjanya, mulai dari sanksi administratif, denda, hingga tidak mendapatkan pelayanan publik tertentu.
Sanksi administratifnya berupa teguran tertulis sebanyak dua kali. Jika tidak menggubris “surat cinta” dari BPJS Kesehatan itu, hukuman selanjutnya adalah denda sebesar 0,1% per bulan dari total iuran yang harus dibayar perusahaan.
Bila tidak membayar lunas denda tersebut, BPJS Kesehatan akan meminta pemerintah pusat dan daerah untuk tidak memberikan pelayanan publik tertentu kepada perusahaan tersebut. Sanksi tidak mendapat pelayanan publik itu meliputi perizinan terkait usaha, izin untuk mengikuti tender proyek, izin mempekerjakan tenaga kerja asing, izin penyedia jasa pekerja, serta izin mendirikan bangunan (IMB).
Minta ditunda
Besaran iuran bagi peserta pekerja penerima upah yang bekerja di BUMN dan perusahaan swasta adalah sebesar 4,5% dari gaji per bulan. Dengan ketentuan 4% dibayar pemberi kerja dan sisanya 0,5% menjadi tanggungan peserta. Iuran ini sudah mengkaver pekerja, istri, dan tiga anak mereka.
Lalu, iuran untuk keluarga tambahan pekerja penerima upah yang terdiri dari anak keempat dan seterusnya, ayah, ibu, dan mertua ialah 1% dari dari upah per bulan, yang seluruhnya dibayar pekerja.
Meski begitu, pelaku usaha meminta pemerintah menunda kewajiban mendaftarkan pekerja dan keluarganya sebagai peserta BPJS Kesehatan. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) sudah mengirimkan surat ke Presiden Joko Widodo agar kewajiban itu bisa diundur selama setahun. “Surat kami kirim tanggal 1 Desember lalu,” kata Hariyadi B. Sukamdani, Ketua Umum Apindo.
Apindo beralasan, kebanyakan usaha skala menengah dan besar sudah mendaftarkan karyawannya sebagai peserta perusahaan asuransi lain. Nah, manfaat sebagai peserta perusahaan asuransi lain itu lebih bagus dari BPJS Kesehatan. Misalnya, peserta bisa langsung berobat ke rumahsakit tanpa perlu mengantongi surat rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama seperti puskesmas. Lalu, sebagian peserta memperoleh fasilitas rawat inap di atas kelas satu. Pasalnya, BPJS Kesehatan hanya memberikan manfaat pelayanan ruang perawatan sampai kelas satu.
Memang, BPJS Kesehatan sudah menggandeng sejumlah perusahaan asuransi bagi peserta yang ingin meningkatkan manfaat lewat mekanisme coordination of benefit (COB). Tapi, Apindo melihat pelaksanaan COB itu masih belum jelas.
Alhasil, Apindo khawatir kewajiban perusahaan mendaftarkan karyawannya menjadi peserta BPJS Kesehatan akan menimbulkan gejolak hubungan industrial. Sebab, manfaat yang diterima pekerja dengan menjadi peserta BPJS Kesehatan bakal lebih rendah.
Agar tidak menyulut gejolak, pengusaha akhirnya terpaksa mengikutkan pekerjanya dua asuransi kesehatan: BPJS Kesehatan dan perusahaan asuransi lain. Walhasil, pengusaha akan merugi. “Seolah-olah membayar BPJS Kesehatan menjadi hanya charity,” ujar Haryadi.
Makanya, Haryadi berharap, pengusaha dan pemerintah bisa duduk bersama lagi untuk membahas manfaat tambahan dari BPJS Kesehatan yang bisa diterima pekerja. Sehingga, kewajiban mendaftarkan karyawan menjadi peserta BPJS Kesehatan paling lambat 1 Januari 2015 ditunda ke 2016.
Keinginan pengusaha ini langsung mendapat penolakan keras dari pekerja. Karena itu, Indra Munaswar, Presidium Komite Politik Buruh Indonesia (KPBI), menegaskan, pemerintah harus memastikan semua perusahaan mendaftarkan karyawannya menjadi peserta BPJS Kesehatan. “Bukan malah menunda,” tegas dia.
Apalagi, Indra menilai, permintaan penundaan tersebut hanya merupakan keengganan pengusaha mendaftarkan pekerjanya menjadi peserta BPJS Kesehatan. “Alasan penundaan itu tidak bisa diterima karena selama ini, kan, sudah dikasih waktu,” ungkap Indra.
Dan, pengusaha gigit jari. Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyatakan, kewajiban perusahaan mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta BPJS Kesehatan adalah perintah undang-undang dan aturan pelaksananya. Sehingga, tidak ada ruang lagi kecuali pelaku usaha tunduk pada kewajiban itu. “Semua, kan, sudah diatur di undang-undang, kan,” tegas JK.
Jadi, pilihan pengusaha tinggal dua: mendaftarkan pekerja mereka sebagai peserta BPJS Kesehatan atau menerima sanksi. Ayo, pilih yang mana?
Sumber: Kontan
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak

Tinggalkan komentar