Teguh Satria, Ketua Kehormatan Realestat Indonesia : Beli Properti Kena Pajak 45%, Jelas Tidak Mau

Demi mengejar target penerimaan pajak tahun ini yang sangat tinggi, pemerintah berencana memperluas objek pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) sekaligus pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 terhadap pembelian rumah dan apartemen. Dengan cara itu, pemerintah berharap mendapat tambahan penerimaan pajak hingga belasan triliun rupiah. Tapi, kebijakan ini bisa berdampak ke penjualan properti. Seberapa besar?

tax property2

Bagi yang ingin membeli rumah mewah, siap-siap merogoh kocek lebih dalam. Pangkalnya, pemerintah bakal memungut PPnBM atas pembelian rumah tapak dan rumah susun berdasarkan harga per meter persegi (m2) atau luas bangunan. Tapi, pemerintah belum menetapkan angka pastinya. Hanya sebelumnya, pungutan PPnBM sebesar 20% dari harga jual Cuma menyasar rumah tapak dengan luas minimal 350 m2 dan rumah susun seluas paling minimal 150 m2.

Tak hanya itu, pemerintah juga akan memperluas objek pungutan PPh Pasal 22 sebesar 5%. Tadinya, yang terkena PPh adalah rumah tapak dan rumah susun dengan harga di atas Rp. 10 miliar per unit. Masing-masing luas bangunan di atas 400 m2 untuk rumah susun dan 500 m2 untuk rumah tapak. Nantinya, pengenaan PPh 22 juga berlaku untuk hunian dengan harga jual di atas Rp 2 miliar per unit. Luasnya di atas 150 m2 untuk rumah susun dan 400 m2 lebih bagi rumah tapak.

Memang, sih, pungutan PPh 22 untuk pembelian rumah tapak dan rumah susun ini bisa menjadi pengurang pajak penghasilan pembeli di akhir tahun. Tapi, tetap saja, pada awal pembelian dipungut yang membuat harga hunian melonjak.

Lalu, apa tanggapan pengembang atas rencana tersebut? Seberapa besar efeknya ke penjualan hunian mewah? Ketua Kehormatan Realestat Indonesia (REI) Teguh Satria membeberkannya kepada wartawan tabloid KONTAN Lamgiat Siringoringo, Kamis (29/1).

Berikut nukilannya:

 

KONTAN : Tanggapan pengembang atas rencanan pemungutan PPnBM dan PPh?

TEGUH : Pungutan pajak yang normal atas pembelian properti adalah pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10%, PPh final 5%, dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) 5%, totalnya 20%. Nah, sekarang lagi rebut-ribut rencana pengenaan PPh pasal 22 untuk penjualan barang sangat mewah sebesar 5% dan PPnBM 20%.

Ini yang kami khawatirkan. Kalau dijumlah, total pungutan pajak atas pembelian properti mencapai 45%. Ini tidak masuk akal. Ini lantaran batasannya diturunkan dari harga di atas Rp 10 miliar ke Rp 2 miliar lebih. Kalau dibagi, itu harganya Rp 5 juta per m2 untuk rumah dan Rp 13 juta per m2 untuk apartemen. Itu artinya, pungutan pajaknya hampir kena ke semua unit apartemen. Di Jakarta, apartemen seharga Rp 2 miliar per unit sudah banyak sekali. Sekarang, kan, hampir susah ditemukan apartemen dengan harga di bawah itu.

 

KONTAN : Lalu, maunya pengembang seperti apa?

TEGUH : Di ketentuan sekarang, hunian yang masuk kategori barang sangat mewah adalah harga Rp 10 miliar dengan luas bangunan dan tanah lebih dari 500 m2. Di ketentuan yang akan berlaku menjadi Rp 2 miliar dengan luas bangunan dan tanah lebih dari 400 m2. Artinya, harga jual minimum unit rumah tapak sebesar Rp 5 juta per m2 dan Rp 13,3 juta per m2 untuk apartemen sudah dikategorikan sebagai barang yang sangat mewah.

Ini harus disepakati dulu filosofi barang mewah dan sangat mewah. Itu, kan, barang yang dikonsumsi sedikit orang dan orang tertentu saja. Kalau sudah dinikmati banyak orang, sudah bukan barang mewah apalagi sangat mewah, dong. Misalnya, handphone, apakah disebut barang mewah? Kan, tidak, karena semua orang menggunakannya. Kalau pesawat pribadi, mobil Ferrari, dan kapal pesiar, itu yang disebut barang sangat mewah. Kalau filosofinya itu, maka kami sepakat. Sebab, jangan-jangan nanti air bersih disebut barang mewah. Filosofi ini yang harus disamakan.

 

KONTAN : Pengembang hanya ingin kesamaan filosofi mengenai barang sangat mewah atau ada yang lain?

TEGUH : Kami sangat mengerti target penerimaan pajak tahun ini yang meningkat menjadi Rp 1.400 triliun lebih. Tapi, jangan begini, dong, memungut PPh dan PPnBM ke hunian. Kalau yang dilakukan ini, kan, namanya intensifikasi pajak.

Mengapa pemerintah tidak melakukan ekstensifikasi pajak? Pertama, ada realestate investment trust (REIT). Aturan perpajakan ini belum ada di Indonesia, tapi Singapura sudah menerapkannya.

Padahal, barangnya ada di Indonesia. Lalu, mengapa REIT tidak diterapkan di sini. Jika diterapkan, maka properti terus berkembang dan pajak bisa masuk terus.

Tapi, karena REIT tidak bisa diterapkan di Indonesia, Singapura yang menikmati. Kalau undang-undang untuk menerapkan REIT tidak ada, ya, dibuat, dong. Ini, kan, tidak membunuh realestat. Berbeda dengan pajak barang mewah.

Kedua, mengapa orang asing tidak bisa membeli properti strata title di Indonesia? Kalau dibolehkan, ini bisa meningkatkan penerimaan pajak.

 

KONTAN : Memang, berapa besar, sih, potensi pajak dari REIT dan orang asing boleh membeli properti?

TEGUH : Kalau dari REIT pasti besar karena pengembang akan terus membangun properti. Misalnya, pengembang mendapatkan untung Rp 10 triliun dari REIT, maka dia akan membangun property lagi, pajak mendapatkan uang lagi dan terus begitu. Dari orang asing saja ada 10.000 unit per tahun, dikali saja harga apartemen Rp 5 miliar. Pajaknya 40% atau Rp 20 triliun. Ini per tahun ya, dan hitungannya hanya 10.000 unit.

Aturan yang sekarang membuat orang asing hanya menyewa atau menggunakan pihak ketiga lewat istrinya yang warga Negara Indonesia untuk membeli. Coba saja dibuat aturannya, itu bisa membuat orang asing banyak membeli property di Indonesia, apalagi nanti aka nada Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Ini, kan, pasar.

Singapura dan Negara lain berbondong-bondong membuka pasar property saat MEA. Karena, potensi pajaknya besar dan tidak mematikan realestat di negaranya. Kalau dibilang tidak nasionalis, wong, yang dijual itu angin. Dan, orang asing, kan, tidak membawa propertinya ke negaranya masing-masing. Kepemilikan bank oleh asing boleh, padahal uangnya dibawa lari ke luar negeri.

Yang terakhir, kami mengusulkan perlu ada amnesty pajak. Ini, kan, bisa meningkatkan pajak. Bukan malah property yang menjadi kena pajak.

 

KONTAN: Tapi, bukannya potensi dari PPnBM atas property lumayan besar?

TEGUH:   Kecil sekali. Menurut menteri keuangan, potensinya hanya Rp 4 Triliun. Kalau dari PPh pasal 22 sekitar Rp 5 triliun. Bandingkan saja dari orang asing boleh membeli property, belum lagi dari REIT. Dan lagi-lagi, dampaknya, kan, besar untuk sector property.

 

KONTAN: Memang, akan seberapa besar dampak pengenaan pajak itu ke penjualan?

TEGUH:   Penjualan property turun drastic dan pajak malah tidak bisa mendapatkan hasil maksimal. Angka pastinya, belum ada yang tahu. Namun yang pasti akan menurun.

 

KONTAN: Pasar hunian dengan harga di atas Rp 2 miliar seberapa besar, sih?

TEGUH:   Kalau dengan harga segitu, ya, besar, karena banyak apartemen dengan harga Rp 2 miliar per unit. Kalau itu dianggap barang mewah, kan, celaka. Karena artinya, setiap pembelian apartemen dianggap barang mewah dan kena pajak hingga 45%. Makanya, kami memberikan masukan-masukan tadi kepada pemerintah untuk dipertimbangkan. Bukan malah property yang jadi kena pajak.

 

KONTAN: Tapi bukankan konsumsi property denga harga di atas Rp 2 miliar adalah oang kaya, jadi merek tidak terbebani, dong?

TEGUH:   Kalau yang pemerintah maksud adalah orang superkaya, itu, kan ada. Tapi, kalau yang membeli apartemen di atas Rp 2 miliar dianggap orang kaya, bagaimana, ya? Kalau di atas Rp 10 miliar dianggap kaya, ya silahkan saja.

 

KONTAN: Sudah bertemu dengan pemerintah untuk menyampaikan masukan?

TEGUH:   Sudah, tapi bukan dengan menteri keuangan, ketemu dengan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementriaan Keuangan. Yang kemarin kami bicarakan bukan PPh pasal 22 untuk barang sangat mewah melainkan soal PPnBM.

 

KONTAN: Tanggapan BKF?

TEGUH: BKF menerima saja, menampung. Karena, kan, bukan decision maker. Kami harus bertemu dengan menteri keuangan untuk itu.

 

KONTAN: Kalau pemerintah jadi mengenakan PPh dan PPnBM tersebut, apakah pengusaha akan mengugat ke Mahkamah Agung (MA) atau lembaga peradilan lain?

TEGUH:   Nanti dilihat saja seperti apa aturan pajaknya. Namun, ini, kan, bukan hanya masalah pengembang. Masyarakat, kan, juga akan kena dampaknya. Belum lagi pajak tanah dan lain-lain. Makanya, mungkin keberatan banyak datang.

 

KONTAN: Pengembang keberatan namun banyak juga yang tidak membayar pajak?

TEGUH:   Banyak pengembang yang tidak bayar pajak, ini juga tidak kami suka dan tidak fair. Kami memang mau semuanya sama. Kalau memang ada yang bandel, kita bisa duduk bersama dan membahas siapa yang tidak membayar. Ini persoalan penegakan hukum.

 

KONTAN: Praktik perpajakan di luar negeri terhadap hunian seperti apa?

TEGUH:   tidak kena pajak seperti yang Rp 2 miliar itu. Tidak ada pajak smapai 45%. Negara lain malah ingin menurunkan pajak buat konsumen.

 

KONTAN: Proyeksi penjualan property tahun ini?

TEGUH:   Bicara pendeknya, ya, property mati kalau PPh pasal 22 dan PPnBM berlaku. Anda mau membeli property kena pajak 45%, kan, jelas tidak mau. Pasar akan turun drastis. Pertumbuhan ekonomi turun. Kredit bank juag akan turun. Apa ini yang diinginkan pemerintah? Makanya, harus duduk bersama untuk membahas ini.

 

KONTAN: Tapi, kalau tidak ada PPh 22 dan PPnBM, target penjualannya berapa?

TEGUH:   Kredit perbankan untuk properti tahun lalu mencapai Rp 460 triliun. Kalau tahun ini ada pertumbuhan, angkanya bisa bertambah menjadi Rp 500 triliun. Kalau turun, mungkin gara-gara pajak.

 

KONTAN: Tahun ini menjadi tahun yang berat, dong?

TEGUH:   Kami memang banyak tertekan. Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat melemah, itu pengaruh pada kenaikan harga bahan bangunan. Selain nilai tukar rupiah, ada juga karena kenaikan suku bunga dari perbankan. Suku bunga acuan BI rate naik menjadi 7,75% saja kami sudah terpukul. Jadi terpukul dua kali. Yang membangun property, duitnya dari bank. Yang membeli property, duitnya juga dari bank. Apalagi, dihantam lagi dengan pengenaan pajak ini.

 

Sumber: Kontan

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , ,

4 replies

  1. thx infonya pak.
    kalau besar pajak REIT di indonesia bgmn ya? thx

    Suka

Tinggalkan komentar