JAKARTA. Pemerintah akan menyerahkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN) 2015 ke DPR pada Januari. Pemerintah memastikan hanya menaikkan target sebesar Rp 100 triliun.

Di APBN 2015, target pajak Rp 1.193,28 triliun, tumbuh 11,28% dari rencana di APBNP 2014 Rp 1.072,38 triliun. Dengan tambahan baru sebesar Rp 100 triliun, target pajak di 2015 menjadi Rp 1.293,38 triliun atau tumbuh 20,6% dari rencana tahun ini.
Kenaikan target pajak ini sebenarnya cukup besar, karena selama ini kenaikan target pajak di kisaran 10%-15% per tahun. Hanya saja, penambahan target pajak ini masih jauh dari keinginan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Saat rapat dengan pegawai pajak 20 November lalu, Jokowi meminta target pajak diperbesar Rp 600 triliun karena masih ada potensi pajak Rp 1.200 triliun belum tergali.
Saat itu Jokowi mengungkapkan, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro hanya menyanggupi kenaikan target pajak maksimal sebesar Rp 400 triliun. Dengan target baru sebesar Rp 100 triliun, Bambang mengatakan, potensi tambahan pajak Rp 100 triliun di APBNP 2015 merupakan angka yang realistis. “Hanya itu yang bisa kami ambil,” kata Bambang, pekan lalu.
Alasannya, pemerintah masih harus membenahi DJP. Permasalahan DJP saat ini ialah minimnya jumlah pegawai. Jumlah pegawai DJP hanya sekitar 31.000. Dengan jumlah penduduk Indonesia sebanyak 250 juta, rasio pegawai pajak dan penduduk 1:8.000. Artinya, setiap pegawai pajak melayani 8.000 orang. Di Jerman, rasio pegawai pajak dan penduduk 1:727, Australia 1:1.000 dan Jepang 1:1.818.
Dengan rasio seperti itu, kinerja pegawai pajak di Indonesia masih tak optimal. Opsi mengejar target Alasan lain, tingkat kepatuhan pembayaran pajak di Indonesia masih rendah. Penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) tahun lalu di bawah 50% dari total potensi pemasukan. Secara keseluruhan efisiensi pajak di Indonesia juga hanya sekitar 50%. Artinya, Indonesia hanya memungut separuh dari potensi pajak yang ada.
Karena itu, mulai tahun depan DJP mendapat hak istimewa soal pegawai. Meskipun tahun depan pemerintah melakukan moratorium pegawai negeri sipil (PNS), tapi hal itu tak berlaku di DJP. “Tahun depan akan ada tambahan pegawai pajak,” kata Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB), Yuddy Chrisnandi. Perekrutan pegawai pajak akan menggunakan dua skema. Pertama, melalui jalur biasa, yakni PNS. Kedua, melalui perekrutan di luar mekanisme penerimaan PNS.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Sofyan Djalil menambahkan, dalam perekrutan PNS di kantor pajak, bakal berlangsung lebih fleksibel. “DJP akan bisa merekrut sendiri (tanpa melalui Kementerian PAN-RB), serta bisa memberikan reward dan punishment ke pegawainya,” jelas Sofyan.
Sementara, Wakil Menteri Keuangan yang juga pejabat sementara Direktur Jenderal Pajak, Mardiasmo, menyatakan, sudah menyiapkan berbagai pilihan strategi untuk mengejar target pajak yang meningkat pada tahun depan.
Salah satunya dengan menaikkan tarif PPN dari 10% menjadi 15%. Namun rencana ini masih usulan pemerintah. Tahun ini, target PPN dari dalam negeri dan impor mencapai Rp 451,44 triliun. Target ini sudah tercapai 67,2% atau Rp 303,36 triliun per 31 Oktober. Dengan kenaikan tarif PPN tahun depan, kontribusi PPN pun bisa meningkat hingga 50% atau menjadi sekitar Rp 700 triliun. “Tapi ini masih opsi ya,” ujar Mardiasmo.
Strategi lainnya, Direktorat Jenderal Pajak akan melakukan beberapa kebijakan internal. Seperti menata administrasi perpajakan, memperbaiki database pajak, memperbaiki sarana informasi dan teknologi (IT), memperbanyak kerjasama, hingga lebih ketat dalam memeriksa wajib pajak. Terutama terhadap pajak penghasilan (PPh) non karyawan, yang selama ini belum optimal.
Catatan Bappenas, kesenjangan PPh di tahun 2013 mencapai Rp 482,90 triliun atau 49%. Artinya, ada selisih sekitar Rp 482 triliun antara pajak yang seharusnya dibayarkan dengan realisasi penerimaan pajak. “Ini memang pekerjaan rumah kami, misalnya artis-artis bayarannya gede, tapi pajaknya tak seberapa,” kata Mardiasmo.
Merujuk data penerimaan PPh pribadi non karyawan (pasal 25/29) ditargetkan Rp 5,15 triliun tahun ini. Tapi realisasi per 31 Oktober hanya mencapai Rp 3,87 triliun atau hanya 75,14% dari target.
Darussalam, pengamat perpajakan Universitas Indonesia yang juga konsultan pajak, berpendapat, DJP sudah seharusnya mengembangkan penerimaan pajak ke PPh orang pribadi. “Potensinya besar,” kata Darussalam.
Masalah yang terjadi selama ini adalah banyak wajib pajak perorangan belum membayar pajak karena Indonesia masih menganut self assesment system. Sistem ini memberi kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung dan melaporkan pajaknya sendiri, berdasarkan asas kesadaran.
Akar persoalannya, DJP tak punya data untuk mencocokan kebenaran pembayaran pajak para wajib pajak. Tanpa data, DJP akan kesulitan menagih wajib pajak.
Sumber: Kontan
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak
Tinggalkan komentar