Revisi 12 aturan perpajakan bakal molor

9

JAKARTA. Keinginan pemerintah untuk segera merombak 12 aturan perpajakan demi mengejar target penerimaan pajak sulit terwujud. Soalnya, hingga saat ini, Kementerian Keuangan (Kemkeu) masih membahas dan mengkaji aturan-aturan tersebut.

Pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara mengungkapkan, kendala paling besar yang dialami adalah mencari batasan nilai yang pas untuk dikenai pajak. Maklum, perubahan dalam aturan perpajakan tersebut selalu menimbulkan pro dan kontra dari berbagai kalangan.

Asal tahu saja, revisi 12 aturan perpajakan tersebut telah digaungkan pemerintah sejak awal tahun 2015 lalu. Pemerintah telah menghitung besaran potensi dari masing-masing aturan yang direvisi dan menentukan tenggat waktu pembahasan aturan itu untuk segera dirilis. Tapi, hingga kini, belum ada satupun yang dijalankan.

Sebenarnya, dua aturan dari 12 aturan itu sudah dirilis Kemkeu. Pertama, mengenai pelaporan bukti potong atas pajak bunga deposito. Namun, belum sempat diimplementasikan, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro memutuskan untuk mencabutnya lantaran dasar hukum yang belum memadai.

Kedua, mengenai pemberlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10% terhadap jalan tol. Senasib dengan aturan sebelumnya, beleid ini pun harus ditunda pemberlakuannya sampai waktu yang tidak ditentukan.

Sementara itu, aturan lainnya yang belum dirilis lebih dulu mendapatkan protes. Pengusaha Realestate Indonesia (REI) memprotes rencana penerapan aturan Pajak Penghasilan (PPh) atas barang sangat mewah yang ditargetkan rampung Januari lalu. Dalam revisi itu, properti yang akan dikenakan pajak adalah yang bernilai Rp 2 miliar ke atas. Padahal, dalam aturan sebelumnya, properti yang tergolong barang sangat mewah bernilai Rp 10 miliar.

Kemudian, rencana kenaikan tarif PPN atas tembakau yang ditargetkan rampung awal Maret mendapat protes dari pengusaha tembakau. Pasalnya pengusaha telah terbebani dengan target penerimaan dari sisi cukai rokok yang ditetapkan pemerintah.

Kendati begitu, menurut Suahasil, revisi 12 aturan pajak tersebut bukan menjadi cara utama bagi pemerintah untuk mengejar target tahun ini. Pasalnya, total potensi penerimaan dari hasil merevisi aturan itu hanya Rp 27,06 triliun. “Ini yang kecil-kecil. Yang besarnya ada di extra effort yang sedang disiapkan oleh Ditjen Pajak,” tambah dia.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Tax Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, hingga kini, belum tampak strategi besar pemungutan pajak secara agregat yang dilakukan pemerintah. Ia pun mengakui bahwa beberapa aturan dari 12 aturan pajak yang akan direvisi tersebut masih menyasar kelas menengah.

Namun di sisi lain, menurutnya, ada beberapa aturan yang potensial untuk menutupi target penerimaan pajak tahun ini. Misalnya, Pajak Penjualan (PPn) atas Barang Mewah (PPnBM) dan PPh atas barang sangat mewah untuk properti. “Akan tetapi, memang harus lebih selektif, jangan menjadi distorsi konsumen,” kata dia.

 

Sumber: KONTAN

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com

 



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar