JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan memiliki banyak jurus baru untuk meningkatkan penerimaan. Namun, jumlah setoran pajak hingga 20 Mei 2015 hanya terkumpul Rp 359,10 triliun, lebih rendah 2,77 % dibanding dengan periode sama tahun lalu yang mencapai Rp 369,36 triliun.
Bedasarkan data Ditjen Pajak, hampir semua pos penerimaan pajak menyusut dari tahun lalu. Satu-satunya kenaikan hanya terjadi pada penerimaan dari pajak penghasilan (PPh) non minyak dan gas (migas).
Hingga 20 Mei 2015, pemerintah berhasil mengantongi PPh nonmigas mencapai Rp 215,336 triliun, naik 10,77%. Sedangkan setoran dari pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan barang mewah (PPnBM), pajak bumi dan bangunan (PBB), PPh migas dan pajak lainnya tumbuh negatif.
Padahal, dengan target yang besar, dari awal tahun Ditjen Pajak sudah menjalankan jurus baru. Dari sisi penegakan hukum, Ditjen Pajak bertindak tegas dengan sita aset hingga menjebloskan para pengemplang pajak ke penjara.
Pemerintah juga member keringanan berupa penghapusan sanksi administrasi berupa denda 2 % bagi yang ingin melunasi utang pajak. Lalu, mulai Mei ini juga ada keringanan penghapusan sanksi administrasi atas keterlambatan pembetulan dan penyampaian surat pemberitahuan (SPT) pajak hingga telah atau kurang bayar pajak alias reinventing policy.
Namun, pelambatan ekonomi dan anjloknya harga minyak lebih berefek dibandingkan manfaat jurus baru perpajakan itu. Meski begitu, Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Sigit Priadi Pramudito, optimis kinerja penerimaan pajak akan semakin meningkat pada periode mendatang. Ini terlihat dari kinerja penerimaan PPh non migas yang mulai meningkat pesat pasca adanya fasilitas reinventing policy. Sigit mengklaim, baru berlaku 20 hari, kebijakan ini menambah PPh non migas sebesar Rp 35 triliun. “Apalagi sekarang kami sudah punya dukungan data,” terang Sigit, Kamis (21/5).
Ditjen Pajak baru menjalin kerjasama dengan 12 kementerian dan lembaga (K/L) untuk dukungan perpajakan. Lembaga itu antara lain Bank Indonesia (BI), Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait pertukaran informasi yang dijadikan sebagai data pembanding informasi perpajakan baik untuk wajib pajak orang pribadi maupun wajib pajak badan. Data pembanding ini menjadi alat agar wajib pajak mau lakukan pembetulan SPT pajak sehingga pokok pajak tetap diterima pemerintah.
Sigit meyakini, strategi ini akan mendukung realisasi penerimaan pajak hingga 92 % pada tahun ini. Jika ingin 100%, Ditjen Pajak mengusulkan program tax amnesty berlaku tahun ini, paling lambat mulai September.
Pakar Pajak dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo berpendapat, program tax amnesty belum tentu mendongkrak penerimaan pajak. Pasalnya, dengan pelambatan ekonomi, orang kaya pasti lebih memilih menyimpan dananya di luar negeri.
Sumber: Kontan
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak

Tinggalkan komentar