JAKARTA. Target setoran royalti dari sektor tambang di tahun ini terancam sulit dicapai. Pasalnya, perdagangan batubara yang selama ini menjadi andalan pendapatan negara justru semakin terpuruk, akibat penurunan harga jual batubara.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan harga batubara acuan (HBA) per Juni 2015 sebesar US$ 59,59 per ton, atau anjlok sebesar 2,4% dibandingkan dengan HBA Mei sebesar US$ 61,08 per ton. Bahkan, dibandingkan dengan harga acuan Juni 2014 silam sebesar US$ 73,64 per ton, HBA saat ini sudah turun hingga 19,08%.
Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Batubara Kementerian ESDM Adhi Wibowo mengatakan, sesuai dengan perkembangan harga batubara global yang terus merosot, maka harga acuan batubara nasional juga mengalami penurunan. “HBA Juni sebesar US$ 59,59 per ton, penurunan terjadi karena turunnya harga batubara dunia,” kata dia, Jumat (5/6).
Alhasil, rata-rata HBA sepanjang pertengahan tahun ini hanya US$ 63,28 per ton, atau turun 17,7% dibandingkan dengan rata-rata HBA selama pertengahan tahun 2014 sebesar US$ 76,9 per ton. Sedangkan rata-rata HBA pada 2014 lalu US$ 72,62 per ton.
Meskipun harga batubara turun, pemerintah belum berniat menurunkan target setoran penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor tambang, yakni sebesar Rp 52,2 triliun, dengan komposisi sebesar 80% berasal dari komoditas batubara, dan sisanya dari tambang mineral.
Untuk itu, pemerintah masih tetap berencana menaikkan tarif royalti batubara ke para produsen untuk menggenjot penerimaan. Revisi Peraturan PemerintahNo 9/2012 terkait PNBP sektor tambang masih dalam pembahasan lintas kementerian. Sebelumnya, mantan Dirjen Minerba Sukhyar menolak kenaikan royalti IUP dari 5% menjadi 13,5%, tapi kini Dirjen Minerba Bambang Gatot mendukung kenaikan royalti ini.
Jangan memaksakan
Pandu P Sjahrir, Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), mengatakan, dengan melihat kondisi harga jual dan produksi batubara nasional, penerimaan negara pada tahun ini akan sulit tercapai. Namun dia berjanji, meskipun produksi akan turun sekitar 11% dan harga turun sekitar 21%, pengusaha tetap berupaya memberikan kontribusi ke negara. “Namun target pemerintah akan susah tercapai,” kata Pandu.
Menurutnya, rencana kenaikan royalti batubara tidak tepat saat ini karena semakin memberatkan pengusaha. Lagi pula saat ini sebagian perusahaan berencana menurunkan aktivitas penambangan karena biaya produksi tidak sebanding dengan harga jual alias tak ekonomis lagi.
Direktur Utama PT Pesona Khatulistiwa Nusantara Jeffrey Mulyono mengatakan, seharusnya pemerintah segera merevisi target produksi maupun penerimaan negara yang sesuai dengan kondisi saat ini. “Kalau pemerintah memaksakan kenaikan royalti, justru semakin banyak tambang yang tutup dan penerimaan negara semakin sulit dicapai,” jelas dia.
Kalangan pengusaha pun meminta pemerintah segera mengambil sikap untuk menyelamatkan industri tambang batubara lantaran rendahnya harga jual batubara, yakni dengan memberikan kelonggaran ekspor serta kemudahan fasilitas kredit.
Pemerintah seharusnya memberikan sejumlah kemudahan bagi pengusaha agar tidak menghentikan kegiatan produksinya. “Pemerintah harus mendorong perbankan, misalnya dengan melakukan restrukturisasi utang ataupun penurunan bunga untuk sektor batubara yang masih tertekan,” kata Ekawahyu Kasih, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pemasok Energi dan Batubara Indonesia (Aspebindo).
Sumber: KONTAN
http://www.pemeriksaanpajak.com
pajak@pemeriksaanpajak.com
Kategori:Berita Pajak

Tinggalkan komentar