Mulai 2016, PPh Final 1% Hanya Berlaku bagi UKM Baru

12JAKARTA. Pemilik usaha kecil menengah (UMK) harus bersiap membayar pajak penghasilan (PPh) lebih besar dari  usaha  tahun  ini.  Sebab Direktorat  Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemkeu) akan merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 tentang PPh atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki  Peredaran Bruto Tertentu. Ditjen Pajak menargetkan revisi beleid ini berlaku tahun depan.
Aturan  nomor  46/2013 mengamanatkan UKM  yang memiliki omzet usaha  tidak lebih dari Rp 4,8 miliar per tahun wajib membayar PPh pribadi maupun badan sebesar 1% dari omzet. Dalam  revisi kelak, Ditjen Pajak mengusulkan pungutan  PPh  final  itu hanya berlaku bagi UKM yang baru berumur kurang dari tiga tahun. Pelaku UKM lama atau berumur lebih dari tiga tahun harus membayar PPh badan dan perorangan secara normal sesuai  aturan  yang  berlaku, yakni 25% dari laba.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Ditjen Pajak Mekar Satria Utama mengatakan, usulan  revisi beleid  ini telah sampai ke Badan Kebijakan  Fiskal  (BKF).  Ditjen Pajak ingin pembahasan revisi aturan pajak UKM ini selesai akhir tahun ini. “Semoga bisa diselesaikan tahun ini, penerapan perubahannya mulai tahun depan,” kata Mekar kepada KONTAN, Senin (22/6).
Ditjen  Pajak memandang revisi ini sangat penting untuk mengatasi  penyalahgunaan pajak UKM. Sejak PP 46/2013 berlaku,  banyak  pengusaha UKM memilih membayar PPh final 1% karena tarifnya lebih murah. Padahal, sebelumnya pengusaha yang berubah jadi UKM itu sudah membayar pajak dengan tarif reguler.
Apalagi, PP 46/2013 juga tak melarang pengusaha UKM beralih dari pembayaran PPh reguler ke final. Namun, Ditjen Pajak tak merinci data pengusaha UKM yang beralih ke PPh final. Pelaksana Tugas  (Plt) Kepala BKF Suahasil Nazara saat dikonfimasi  terkait  hal  ini mengaku belum ada pembahasan lebih detail mengenai rencana revisi  beleid  itu.  Ia juga belum bisa memastikan kapan pembahasan peraturan ini akan kelar.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo sependapat, PP 46/2013 memang membutuhkan  revisi. Soalnya, beleid itu menimbulkan distorsi lantaran tak mendefinisikan sasaran calon kena pajak sesuai dengan undang-undang (UU) UKM.
Padahal UU UKM menyebut definisi UKM selain berdasarkan omzet, juga dari besarnya aset dan afiliasi. Potensi penerimaan pajak UKM  sebenarnya bisa mencapai Rp 10 triliun per tahun. Tapi realisasinya kini hanya sebesar Rp 2 triliun per tahun.

 

 

Sumber: KONTAN

http://www.pemeriksaanpajak.com

pajak@pemeriksaanpajak.com



Kategori:Berita Pajak

Tag:, , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Tinggalkan komentar